Buku A. Fatih Syuhud

Visi, pemikiran dan karya tulis A. Fatih Syuhud Pengasuh PP Al-Khoirot Malang

Kebangkitan Islam

Kebangkitan Islam dengan Pendidikan

Menuju Kebangkitan Islam dengan Pendidikan adalah buku seri pendidikan Islam yang ditulis oleh A. Fatih Syuhud dan diterbitkan oleh penerbit Pustaka Al-Khoirot pada tahun 2012. Buku ini berisi konsep dan langkah yang harus diambil oleh kalangan elite umat agar generasi muda memiliki pendidikan yang berkualitas, komprehensif holistik dan merata meliputi seluruh strata sosial. Hanya dengan ini, umat Islam dapat bangkit dari keterpurukan dan ketertinggalan dari umat lain khususnya di bidang kualitas sumber daya manusia (SDM).

Judul lengkap: Menuju Kebangkitan Islam dengan Pendidikan
Penulis: A. Fatih Syuhud
ISBN-13: 978-1469983875
ISBN-10: 1469983877
Harga edisi cetak: Rp. 30.000
Versi digital
Versi PDF: Rp. 20.000 : https://payhip.com/b/jyeW
Google Play Store: https://goo.gl/2WXQm7
Google Books: https://goo.gl/hBn7YB
Halaman: xvi + 206
Kontak: alkhoirot@gmail.com
Kontak SMS: 0815-5325-6855
Penerbit: Pustaka Al-Khoirot
Tahun terbit cetakan pertama: Februari 2012
Tahun terbit cetakan kedua: Januari 2015

Menuju Kebangkitan Islam dengan Pendidikan
Menuju Kebangkitan Islam dengan Pendidikan

DAFTAR ISI

Kumpulan artikel bertema Kebangkitan Islam yang pernah dimuat di 4 (empat) buletin terbitan Pustaka Al-Khoirot yaitu Buletin Al-Khoirot, Buletin SANTRI, Buletin SISWA, dan Buletin EL-UKHUWAH edisi tahun 2011-2012. Tulisan-tulisan di bawah sudah diterbitkan menjadi buku dengan judul Menuju Kebangkitan Islam dengan Pendidikan (Pustaka Alkhoirot:2012).


DAFTAR ISI BUKU MENUJU KEBANGKITAN ISLAM DENGAN PENDIDIKAN

PENGANTAR BUKU

  • Pengantar Penerbit
  • Pengantar Penulis
  • Prolog


BAB I: PENDIDIKAN KALANGAN ELITE UMAT

BAB II: PENDIDIKAN KALANGAN AKAR RUMPUT

BAB III: KOMITMEN DAN PRIORITAS PENDIDIKAN

BAB IV: PENDIDIKAN KEPRIBADIAN


BAB V: WAWASAN KEAGAMAAN


PROLOG

Dulu, sebuah bangsa dapat berjaya dan menguasai bangsa lain dengan kemampuan militer yang kuat, kejeniusan jenderal perangnya dan spirit tinggi pasukannya. Sekarang, keunggulan sains dan ekonomi menjadi faktor penentu agar sebuah bangsa disebut maju dan berpengaruh. Negara Barat plus Jepang, China dan Korea Selatan adalah negara-negara yang unggul di kedua bidang tersebut. Di antara negara Barat, hanya Amerika yang juga memiliki keunggulan di bidang militer di samping kekuatan sains dan ekonomi.

Negara-negara mayoritas Islam disebut negara berkembang (developing) atau terbelakang (underdeveloping) karena mereka umumnya tertinggal di bidang-bidang tersebut..

Dalam konteks Indonesia saja, terlihat dengan jelas bahwa pendidikan umat jauh tertinggal dengan saudara nonmuslim. Begitu juga kemampaun ekonominya. Dari 10 orang terkaya di Indonesia versi Majalah FORBES pada 2011, tidak ada satupun yang muslim. Dan tidak ada satupun yang berasal dari suku Jawa, Madura, Melayu, Sunda, Betawi atau Makassar. Mayoritas dari suku China disusul oleh suku Batak yang Kristen. Dalam salah satu penelitian yang diadakan oleh majalah Tempo, suku China yang hanya 4% dari populasi rakyat Indonesia ternyata menguasai 60% ekonomi negeri ini. Itu membuat suku China menjadi suku minoritas paling berpengaruh di Indonesia disusul dengan suku Batak.

Semua itu semestinya menjadi wake up call (peringatan) pada umat Islam: bahwa kita tertinggal jauh dari umat lain di dua bidang yang sangat strategis: sains dan ekonomi. Oleh karena itu, diperlukan sebuah gerakan penyadaran pada umat, khususnya para orang tua, agar meningkatkan kualitas pendidikan anak-anak mereka ke tingkat yang jauh lebih tinggi dari level pendidikan generasi sebelumnya. Tanpa perduli, apakah dengan pendidikan tinggi itu anaknya akan jadi presiden atau jadi orang biasa seperti mereka.

***

Secara garis besar, ada dua kelompok umat Islam di Indonesia: kelas menengah dan kelompok akar rumput. Kelompok kelas menengah adalah kalangan yang pada level tertentu cukup berpengaruh serta memiliki kapabilitas memimpin karena faktor pendidikan, tradisi, keturunan, harta dan jabatan yang mereka miliki. Mereka adalah keluarga kyai, habaib, kalangan pejabat dan PNS (pegawai negeri sipil), dan para hartawan.

Sedang kelompok akar rumput adalah kalangan kebanyakan umat Islam. Mereka umumnya miskin, berpendidikan rendah dan tidak memiliki visi ke depan yang jelas. Kelompok ini bergerak sesuai dengan insting dasar yang dimiliki manusia umumnya yaitu bekerja untuk memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari. Kalangan ini adalah kelompok massa yang mengambang. Yang tidak memiliki tujuan apapun kecuali pemenuhan kebutuhan dasar. Namun demikian, dalam konteks budaya Indonesia yang paternalistik, mereka sebenarnya “dapat digiring” pada suatu tujuan tertentu apabila ada sosok pemimpin dari kalangan kelas menengah yang menghendaki demikian. Kita dapat menemui kelompok akar rumput di mana-mana di berbagai lini kehidupan karena mereka adalah mayoritas rakyat Indonesia.

***

Amanah kebangkitan Islam berada di pundak kalangan menengah umat. Kelompok ini memiliki tugas untuk, pertama, memastikan bahwa anak-anak mereka (a) mendapat pendidikan informal terbaik di rumah sejak masa prasekolah; (b) mendapat pendidikan formal terbaik sesuai bakat dan minat mereka; (c) mencapai taraf pendidikan tertinggi dibanding kalangan akar rumput; (d) tak ada satupun dari mereka yang potensinya terbuang percuma dan tersia-sia dalam aktifitas kriminal, kenakalan remaja dan narkoba; dan (e) memiliki bekal ilmu agama dan spirit (ghirah) Islam yang cukup untuk memahami bahwa mereka dalam misi untuk menjadi pelopor dalam jihad melawan ketertinggalan umat di bidang sains dan ekonomi.

Kedua, kalangan kelas menengah umat, khususnya kalangan kyai, habaib dan hartawan, hendaknya memiliki visi dan misi untuk memotivasi kalangan akar rumput dengan cara social engineering (rekayasa sosial) agar (a) meningkatkan level pendidikan generasi muda mereka; dan (b) memberi bantuan yang diperlukan baik materi (beasiswa) atau pelatihan bilamana diperlukan.

Ketiga, kelompok kelas menengah Islam terutama kalangan penentu kebijakan negara (eksekutif dan legislatif) hendaknya memiliki political will dan prioritas yang tinggi terhadap dunia pendidikan. Itu artinya, (a) membuat kebijakan biaya pendidikan yang gratis atau murah sampai tingkat perguruan tinggi; (b) beasiswa komprehensif bagi siswa miskin potensial dan berprestasi sampai tingkat S3; (c) peningkatan anggaran untuk penelitian keilmuan (untuk level pascasarjana dan riset)  di berbagai bidang keilmuan.

***

Pendidikan yang maju akan menghasilkan SDM (sumber daya manusia) yang handal untuk tenaga profesional dan menciptakan lapangan kerja yang diperlukan dengan demikian akan meningkatkan taraf ekonomi umat.

Sementara itu, penelitian keilmuan yang intens akan menghasilkan penemuan dan keilmuan baru yang dapat bermanfaat bagi umat manusia secara keseluruhan. Hal ini tentu tidak akan mungkin atau setidaknya sulit terjadi tanpa ada dukungan dari sikap toleransi dari para ulama. Ulama hendaknya memayungi berbagai aktifitas keilmuan dengan fatwa (opini hukum syariah) yang moderat: tidak terlalu ketat tapi juga tidak longgar. Agar berbagai akitifitas keilmuan itu dapat berjalan seiring dengan spirit syariah. Fatwa yang terlalu kaku hendaknya dijauhkan agar memberi ruang yang cukup bagi para saintis untuk mengekpresikan kemerdekaan berekspresi yang bertanggung jawab.

Yang terakhir, level pendidikan yang tinggi, taraf ekonomi yang baik tidak akan berfungsi maksimal tanpa dibarengi dengan kepribadian yang islami. Yang di tengah kesuksesan hidup tetap tidak lupa pada tuntunan syariah: tidak hanya melaksanakan perintah dan menjauhi larangannya. Tidak hanya mengamalkan perilaku yang sesuai syariah, tapi lebih dari itu juga mengamalkan nilai akhlak dan etika paling ideal yang diamanahkan Al Qur’an. Sehingga, kita akan menjadi umat yang terbaik di muka bumi yang akan mendapat respek saat kita beramar makruf dan nahi munkar (QS Ali Imran 3:110 ).

PENERBIT: PUSTAKA AL-KHOIROT
WEBSITE: pustaka.alkhoirot.com
Email: alkhoirot@gmail.com

Kembali ke Atas