Biasakan Anak Meminta Maaf
Biasakan Anak Meminta Maaf
Oleh A. Fatih Syuhud
Meminta maaf pada kesalahan yang dilakukan adalah langkah komunikasi yang sangat tepat sebagai salah satu cara terbaik menghindari konflik dan berdamai dengan diri sendiri dan orang lain. Namun meminta maaf lebih mudah dikatakan daripada melakukan. Dan karena itu dibutuhkan pembiasaan sejak kecil. Seorang yang tidak terlatih untuk meminta maaf sejak kecil, akan sangat berat untuk melakukan hal yang tampak sepele ini pada saat dewasa kelak. Selain itu, ketidakmampuan meminta maaf juga erat kaitannya dengan ketidakmauan mengakui kesalahan dan kecenderungan melempar tanggung jawab pada pihak lain.
Dengan demikian, ada dua hal mendasar yang harus ditanamkan pada anak agar terbiasa meminta maaf. Yaitu, (a) biasakan anak mengakui kesalahan diri sendiri; dan (b) biasakan tidak menyalahkan orang atau hal lain atas kesalahan sendiri. Misalnya, saat anak jatuh menimpa batu, jangan menyalahkan batunya. Ingatkan si anak bahwa itu kesalahan dia karena kurang hati-hati. Begitu juga, saat anak dicubit atau dipukul temannnya karena merebut mainan teman. Jangan menyalahkan temannya. Tapi ingatkan si anak bahwa dia yang menjadi penyebab pertama terjadinya pertengkaran. Ini langkah awal bagaimana supaya anak berfikir jernih. Apabila anak sudah terbiasa melihat penyebab suatu masalah dengan lebih jernih (tidak selalu mencari kambing hitam), maka mulailah langkah kedua, yaitu, membiasakan anak meminta maaf baik secara verbal (kata-kata) maupun secara fisikal seperti menyalami atau memeluk teman atau saudara yang disalahinya. Melatih anak meminta maaf dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Pertama, contoh orang tua. Teladan yang baik adalah guru terbaik (QS Al Ahzab 33:21). Dan pemberi teladan terbaik adalah orang tua. Oleh karena itu, orang tua harus “memberanikan diri” untuk meminta maaf pada siapapun, termasuk pada anak, apabila melakukan kesalahan. Permintaan maaf orang tua harus “dipamerkan” di depan anak, supaya anak tahu, bahwa meminta maaf itu adalah hal terbaik yang dilakukan seseorang apabila berbuat kesalahan.
Kedua, tanamkan pemahaman bahwa dalam hidup selalu ada peraturan. Dan peraturan terpenting adalah tepo seliro: perlakukan orang lain sebagaimana engkau menginginkan mereka memperlakukanmu. Aturan ini dan banyak aturan-aturan yang lain bertujuan untuk membantu kita dapat menjalani hidup harmonis dan bahagia.
Ketiga, berlakukan sanksi secara konsisten apabila aturan dilanggar. Ketaatan pada aturan dipelajari melalui ketidakenakan melanggar peraturan. Sanksi yang konsisten akan membangun rasa etika dan budi pekerti untuk memahami yang benar dan yang salah. Yang etis dan yang tidak bermoral. Akan ada hasil yang baik dari perilaku yang baik. Dan ada dampak negatif akibat perilaku buruk. Rasa beretika inilah yang akan membantu anak memahami perlunya meminta maaf.
Keempat, yakinkan anak pada pemahaman bahwa meminta maaf itu sangat penting untuk memelihara hubungan yang baik dan harmonis dengan orang lain. Apabila anak menyakiti orang lain dengan kata-kata atau perilaku, maka berarti dia telah membangun tembok pembatas antara dia dan orang yang disakiti. Apabila dia tidak meminta maaf, maka tembok pembatas itu akan terus ada dan hubungannya dengan orang itu akan rusak.
Salah satu cara memberi pemahaman yang mudah pada anak tentang pentingnya meminta maaf adalah dengan menceritakan bagaimana orang tua meminta maaf saat mereka melakukan kesalahan.[]