fatihsyuhud.net

Buku A. Fatih Syuhud Pengasuh PP Al-Khoirot Malang

Zubair bin Awwam

zubair bin awwam

Zubair bin Awwam
Oleh A. Fatih Syuhud

Zubair bin Awwam adalah salah satu di antara 10 Sahabat Nabi yang mendapat berita gembira akan masuk surga. Zubair adalah sepupu Nabi karena ibunya yang bernama Sofiyah binti Abdul Muttalib adalah saudara kandung dari Abdullah bin Abdul Muttalib, ayah Nabi. Sedang ayahnya yang bernama Al-Awwam bin Khuwailid berasal dari klan Asadi dan termasuk keluarga besar suku Quraish. Ayahnya adalah saudara kandung dari istri pertama Nabi, Khadijah binti Khuwailid itu artinya Zubair adalah juga keponakan Khadijah.

Zubair adalah salah satu dari lima orang yang pertama masuk Islam atas pengaruh Abu Bakar. Ia juga menjadi salah satu dari 15 muhajirin pertama yang hijrah ke Habasyah (Ethiopia) pada tahun 615 masehi atau tahun ke-7 sebelum hijrah. Ia menjadi pria dewasa keempat atau kelima yang masuk Islam.[1]

Pada tahun 619 masehi atau tahun ke-3 sebelum hijrah ia kembali ke Makkah karena mendengar berita bohong bahwa seluruh penduduk Makkah telah masuk Islam. Namun karena sudah terlanjur, ia bersama rombongan tetap kembali ke Makkah secara diam-diam.

Pada tahun 622 masehi, Zubair bersama rombongan pertama hijrah ke Madinah. Saat sampai di Madinah ia tinggal bersama Al-Mundzir bin Muhammad. Nabi memberinya tanah yang cukup luas untuk membangun rumah dan kebun kurma . Pada tahun 625 masehi atau tahun ke-3 hijrah ia diberi tambahan pohon kurma dari lahan suku Bani Nadzir yang diusir dari Madinah karena melanggar perjanjian.[2]

Apa yang menyebabkan Zubair termasuk di antara 10 orang Sahabat pilihan yang dijamin masuk surga? Ini adalah rahasia Allah dan Rasul-Nya. Namun, hal yang dapat kita teladani dari perilaku dan kepribadiannya sebagaimana dicatat oleh ahli sejarah antara lain adalah:

Pertama, Zubair termasuk di antara tujuh orang pertama yang masuk Islam. Di saat mayoritas masyarakat Makkah tidak percaya dan meperolok-olok Nabi dan ajaran Islam, ia menjadi kalangan minoritas yang mempercayai Islam dan kebenarannya dengan sepenuh hati. Itu artinya, ia memiliki kecerdasan emosional dan spiritual yang tinggi sehingga mudah menerima suatu kebenaran dan rela berkorban jiwa dan raga untuk membela kebenaran itu.

Kedua, ia adalah sosok yang memiliki sifat dermawan dan tawakal yang tinggi pada Allah. Zubair memang dikenal sebagai orang yang sangat dermawan. Ia membelanjakan sebagian besar hartanya untuk Islam dan untuk menolong siapa saja yang membutuhkan pertolongannya. Begitu dermawannya sampai ia tidak memperdulikan diri dan keluarganya. Pada menjelang akhir hayatnya, ia berpesan pada putranya yang bernama Abdullah agar putranya ini melunasi hutangnya dengan mengatakan: “Apabila kamu tidak mampu melunasi hutangku, maka mintalah pertolongan pada penolongku”. Saat ditanya siapa yang dimaksud dengan “penolong” itu, ia menjawab: “Allah. Dialah sebaik-baik penolong.” Beberapa lama kemudian, Abdullah berhasil melunasi hutang ayahnya tanpa kesulitan. Rahasianya, sebagaimana ia ceritakan dalam sebuah riwayat, adalah karena berdoa pada Allah: “Wahai penolong Zubair, lunasilah hutangnya,” maka Allah melunasi hutang Zubair.[3]

Ketiga, pejuang yang tangguh di medan perang. Dalam berbagai peperangan untuk membela Islam, Zubair memiliki kontribusi besar baik selama masa hidup Nabi sampai setelah wafatnya Rasulullah.

Zubair bin Awwam wafat pada tahun 646 masehi atau tahun ke-36 hijriah dalam usia 66 atau 67 karena dibunuh saat sedang shalat oleh seseorang bernama Ibnu Hurmuz dan dimakamkan di Bashrah oleh Ali bin Abi Thalib. Pembunuh Zubair kemudian dihukumg mati oleh Ali.[]

CATATAN KAKI

[1] Ibnu Saad, Tabaqat, hlm. 76.
[2] Ibid, 78.
[3] Berdasarkan hadits sahih riwayat Bukhari dari Ka’ab. Teks hadits:

كان للزبير ألف مملوك يؤدون إليه الخراج، فما كان يدخل بيته منها درهمًا واحدًا (يعني أنه يتصدق بها كلها)، لقد تصدق بماله كله حتى مات مديونًا، ووصى ابنه عبد الله بقضاء دينه، وقال له: إذا أعجزك دين، فاستعن بمولاي. فسأله عبد الله: أي مولى تقصد؟ فأجابه: الله، نعم المولى ونعم النصير. يقول عبد الله فيما بعد: فوالله ما وقعت في كربة من دينه إلا قلت: يا مولى الزبير اقض دينه فيقضيه.

Kembali ke Atas