Tauhid Rububiyah menurut Salafi Wahabi dan Aswaja
Tauhid Rububiyah menurut Salafi Wahabi dan Ahlussunnah Wal Jamaah
Oleh: A. Fatih Syuhud
Tidak ada konsep ilmu tauhid yang paling populer akhir-akhir ini selain konsep tauhid trinitas yakni bahwa dalam bertauhid itu harus memenuhi tiga unsur yang disebut dengan rububiyah, uluhiyah dan asma was sifat. Teori ini sudah menjadi menu pokok seluruh siswa sekolah menengah tingkat pertama (SLTP) dan sekolah menengah tingkat atas (SLTA) baik SMP, SMA, SMK maupun MTS, MA. Kenapa demikian? Karena teori tauhid trinitas ini dimasukkan ke dalam buku agama yang wajib dipelajari di sekolah-sekolah tersebut. Padahal teori ini pertama kali diperkenalkan dan dipopulerkan oleh Salafi Wahabi. Suatu aliran dalam Islam Sunni (Ahlussunnah Wal Jamaah) yang notabene bukan kelompok arus utama (mainstream). Aliran Salafi Wahabi adalah aliran sempalan dalam Islam Sunni. Bahka, golongan ini dikeluarkan dari Ahlussunnah oleh Muktamar Ahlussunnah di Chechnya.[1] Dengan kata lain, mayoritas generasi muda umat Islam secara sadar atau tidak telah dipaksa untuk memahami ilmu tauhid yang seharusnya tidak mereka pelajari. Karena, seperti disinggung di muka, konsep ini bukan konsep tauhid mayoritas Sunni. Dan yang tak kalah penting adalah bahwa konsep ini mengandung banyak kesalahan fatal yang berlawanan dengan Al-Quran dan Sunnah dan telah mengakibatkan orang yang memahaminya menjadi radikal dan eksklusif, baik secara sadar atau tidak.
Mayoritas umat Islam Indonesia dalam beraqidah mengikuti konsep aqidah Asy’ariyah. Oleh karena itu, sudah sepantasnya aqidah Asy’ariyah yang diajarkan di seluruh lembaga pendidikan tingkat dasar dan menengah. Khususnya yang berada di bawah Diknas dan Kemenag. Apalagi, aqidah trinitas ini mengandung sejumlah kesalahan yang fatal sebagaimana disebut dalam ulasan di bawah. Yang utama adalah mengajarkan sikap radikal dengan mengkafirkan kelompok muslim lain yang tidak mengikuti akidah ini. Hal ini disebut secara eksplisit oleh Ibnu Taimiyah, pelopor aqidah ini, ketika ia menyatakan dalam kitab Minhajus Sunnah: “Mereka – para ulama Ahlussunnah — masuk dalam perbuatan batil dan bid’ah. Mereka mengeluarkan sesuatu yang semestinya ada dalam tauhid seperti tauhid ilahiyah dan menetapkan hakikat asma Allah. Mereka tidak mengetahui akan tauhid kecuali tauhid rububiyah saja. Yaitu, pengakuan bahwa Allah adalah Pencipta segala sesuatu. Padahal tauhid ini juga diakui oleh kaum musyrikin sebagaimana disebut dalam QS Az-Zukhruf 43:87.”[2]
Radikalisme yang berujung pada terorisme berasal dari konsep akidah ini yang secara inheren menegasikan kelompok lain selain dirinya dan klaim kebenaran tunggal. Rencana besar pemerintah untuk memerangi terorisme akan sia-sia apabila dasar dan akar radikalisme tidak diberantas lebih dulu.
Asal Mula Teori Tauhid Trinitas
Ada beberapa pendapat tentang siapa pencetus pertama teori tauhid trinitas ini. Menurut Hasan As-Segaf, konsep tauhid trinitas pertama kali digagas oleh Ibnu Abil Izzi dalam kitab Syarah Al-Aqidah Al-Tahawiyah[3]. Dalam kitab tersebut ia menyatakan: “Tauhid mengandung tiga unsur, pertama, pembahasan tentang sifat. Kedua, tauhid rububiyah yaitu penjelasan bahwa Allah satu-satunya pencipta segala sesuatu. Ketiga, tauhid ilahiyah. Yaitu bahwa Allah-lah satu-satunya dzat yang berhak untuk disembah tidak ada sekutu bagi-Nya.”[4] Pendapat lain menyatakan, bahwa konsep tiga tauhid ini pertama kali dibuat oleh Ibnu Taimiyah. Ibrahim Al-Buraikan menyatakan: “Ibnu Taimiyah membagi tauhid secara rinci menjadi tiga yaitu tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah, dan tauhid asma was sifat.”[5]
Pengertian Tauhid Rububiyah
Tauhid rububiyah secara sharaf berkaitan (taalluq) dengan dan diambil (musytaq) dari kata rabb (tuhan). Oleh karena itu, setiap kata rabb yang ada dalam Al-Quran dijadikan dalil dasar dari adanya tauhid rububiyah. Misalnya, dalam QS Al-Baqarah 2:22 Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai manusia, sembahlah Rabb-mu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.
Yang dimaksud tauhid rububiyah dalam pengertian Salafi Wahabi adalah mengesakan atau mentauhidkan Allah dengan semua perbuatanNya. Maksudnya, muslim harus meyakini bahwa Allah itu sendirian dalam penciptaan, pemberian rizki, menghidupkan dan mematikan makhluk, pengelolaan dan perbuatan lain yang khusus untuk-Nya. Menurut Ibnu Taimiyah, jenis tauhid rububiyah dengan pengertian semacam ini sudah ada dan diketahui oleh kaum kafir sejak dulu bahkan sejak sebelum Islam.[6]
Menurut Wahabi, tauhid rububiyah ini berlaku umum bagi orang Islam maupun orang kafir. Artinya, orang kafir musyrik pun termasuk penganut tauhid rububiyah karena mereka mengakui keesaan Allah sebagai satu-satunya Pencipta. Salafi mendasarkan argumennya pada QS Al-Zukhruf 43:87 di mana Allah berfirman: “Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: “Allah”, maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)?”[7]
Kalangan Ahlussunnah menganggap argumen ini sebagai hujjah yang batil (tidak valid) bahkan sesat. Karena, pertama, dalam syariah tidak dikenal dan tidak boleh menyebut orang kafir sebagai muwahhid (orang yang bertauhid) walaupun disebut setengah bertauhid dengan sebagian akidah Islam. Orang yang mengakui adanya Allah dan memahami bahwa Ia adalah tuhan yang berhak disembah tapi tidak mau masuk ke dalam Islam sebagai muwahid, maka orang seperti ini tetap dianggap kafir berdasarkan pada QS Az-Zumar 39:3 “Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.”[8] Dalam ayat ini Allah menyifati orang kafir dengan bohong dan kufur. Ini berlawanan dengan pandangan Wahabi bahwa orang kafir bertauhid rububiyah padahal Allah secara jelas menyifati mereka dengan kekufuran.
Kedua, orang kafir yang menyatakan seperti disebut dalam QS Az-Zumar 39:38 dan Luqman 31:25 “Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: ‘Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: ‘Allah’”[9] dan QS Az-Zumar 38:3, ucapan orang kafir tersebut tidaklah berarti mereka mengakui tauhid rububiyah (menurut istilah Salafi). Juga tidak bermakna mereka mengakui adanya Allah. Ucapan orang kafir tersebut dalam konteks ketika Nabi mendebat mereka dengan dalil-dalil yang menetapkan adanya Allah dan membatalkan sesembahan selain Allah.[10]
Allah memerintahkan Nabi untuk mendebat kaum kafir dalam soal aqidah mereka dan perkara batil lain untuk menetapkan kebenaran. Allah berfirman dalam QS An-Nahl 16:125 “Bantahlah mereka dengan cara yang baik.” Saat Rasulullah menetapkan adanya Allah dan keesaan Allah dan bahwa tidak ada tuhan selain Allah serta mewajibkan mereka agar tidak lagi menyembah berhala yang disembah selama ini, maka mereka merasa kalah dan tidak bisa menjawab. Saat ditanya oleh Nabi: “Siapa yang menciptakan langit dan bumi?” Mereka menjawab: “Allah.” Kemudian mereka beralasan dengan berkata: “Kami tidak menyembah berhala kecuali untuk mendekatkan diri pada Allah.” Ucapan kaum kafir ini adalah bohong belaka. Karena, mereka tidak meyakini adanya Allah yang menciptakan langit dan bumi berdasarkan pada perintah Allah agar kaum kafir berfikir atas penciptaan langit dan bumi supaya mengetahui bahwa ada Tuhan yang menciptakan dan mewujudkannya sehingga mereka dapat beriman sebagaimana disebut dalam QS Al-Ghasyiyah 88:17-22.[11]
Dalam QS Al-Baqarah 2:163-164 Allah berfirman: “Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.”[12] Mereka (kaum kafir) menolak kandungan ayat ini dengan mengatakan:”Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.” (QS Shad 38:5). Seandainya mereka mengakui bahwa Allah adalah pencipta langit dan bumi dan seluruh isinya, niscaya Allah tidak menyebutkan ayat yang menyuruh mereka untuk berfikir tentang penciptaan unta, bagaimana gunung ditegakkan, dan lain-lain seperti disebut dalam QS Al-Ghasyiyah 88:17-22.
Jadi, ucapan orang kafir ketika ditanya Nabi: Siapa yang menjadikan langit dan bumi? Mereka menjawab: “Allah” (QS Luqman 32:25) dan ucapan mereka ketika ditanya mengapa menyembah berhala? “Untuk mendekatkan pada Allah” (QS Az-Zumar 39:3) adalah suatu kebohongan dan kekufuran berdasarkan nash Al-Quran di mana Allah berfirman di akhir ayat (QS Az-Zumar 39:3): “Allah tidak akan memberi petunjuk pada orang yang bohong dan kafir.”[13] Berdasarkan uraian singkat di atas, maka haram hukumnya bagi muslim menghubungkan kedua ayat dalam QS Az-Zumar 39:3 dan QS Luqman 32:25 dengan pemahaman bahwa orang kafir adalah bertauhid dengan tauhid rububiyah. Karena, pandangan yang demikian itu adalah pendapat yang berlawanan dengan nash Al-Quran yang menghukumi mereka dengan kufur. Pandangan yang dianut Wahabi adalah pandangna yang dangkal dalam memahmi ayat-ayat Al-Quran, hadits Nabi dan kaidah ilmu tauhid yang berdasarkan pada Al-Quran dan hadits yang sahih.[14]
Ketiga, orang kafir dikenal sebagai penyembah berhala, melaksanakan haji untuknya dan menjadikannya sebagai ritual ibadah (taqarub) sebagaimana disebut dalam QS Yasin 36:74[15], An-Najm 53:19-20.[16] Bahkan kaum kafir berkata: “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa”, dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.” (QS Al Jatsiyah 45:24). Mereka juga berkata pada Nabi: ” Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?” (QS Yasin 36:78). Lalu, Allah membalas ucapan ini: Katakanlah: “Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk.” (QS Yasin 36:79). Berdasarkan pada dalil-dalil ini, di mana orang kafir tidak mau mengakui bahwa Allah adalah pencipta dan penghidup makhluk, maka tidak benar menyifati kaum kafir sebagai penganut tauhid rububiyah seperti pandangan Wahabi. Karena, Allah telah menegaskan bahwa ucapan mereka adalah bohong dan kafir (QS Az-Zumar 39:3).
Bahkan, kekufuran mereka sampai pada tahap tidak mengakui wujud Allah. ‘Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Sujudlah kamu sekalian kepada yang Maha Penyayang”, mereka menjawab: ‘Siapakah yang Maha Penyayang itu? Apakah kami akan sujud kepada Tuhan Yang kamu perintahkan kami (bersujud kepada-Nya)?”, dan (perintah sujud itu) menambah mereka jauh (dari iman)’ (QS Al-Furqon 25:60). Seandainya kaum kafir itu mengakui bahwa Allah adalah Sang Pencipta, niscaya Allah tidak akan mengatakan pada mereka: “Dan sekali-kali tidak ada tuhan (ilah) yang lain beserta-Nya, kalau ada tuhan beserta-Nya, masing-masing tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain.” (QS Al-Mukminun 23:91). Pada ayat ini Allah memakai kata “al-ilah”, bukan “al-rabb” yang menunjukkan bahwa a) kaum kafir tidak bertauhid dengan tauhid rububiyah juga tidak bertauhid dengan tauhid uluhiyah, dan b) bahwa rububiyah dan uluhiyah itu adalah sinonim. Dengan kata lain, rabb itu adalah ilah, dan ilah itu rabb. Ini berbeda dengan anggapan Salafi yang menganggap rububiyah dan uluhiyah merupakan dua kata yang berbeda dan memiliki konsekuensi yang berbeda pula.[17]
Konsep yang Bid’ah
Dari uraian singkat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa teori tauhid trinitas ini adalah teori yang salah dan sesat sedikitnya karena dua hal: pertama, teori ini bertentangan dengan nash Al-Quran dan hadits sebagaimana disebut di muka.
Kedua, awal keberadaannya itu sendiri. Tauhid ini pertama kali dibuat pada abad kedelapan hijriyah. Itu artinya, dalam perspektif syariah, konsep tauhid trinitas adalah bid’ah karena tidak dibuat pada tiga abad pertama Islam, yakni era Rasulullah, Sahabat, Tabiin, maupun Tabi’it tabi’in. Bagi golongan Salafi Wahabi yang menganggap bahwa segala bentuk bid’ah adalah sesat, maka ini kesalahan yang cukup fatal. Karena itu sama dengan membid’ahkan dan menyesatkan dirinya sendiri. Apalagi, perbuatan bid’ah ini dilakukan terkait dengan masalah aqidah yang notabene merupakan pokok agama (ushuluddin).
Kesalahan konsep tauhid tiga ini juga ditegaskan oleh Mulla Ali Al-Qori (wafat, 1606 M/1014 H) seorang ulama berpengaruh madzhab Hanafi. Ia menyatakan bahwa konsep tauhid yang dikemukakan oleh Ibnu Abil Izzi dalam Syarah Tahawiyah adalah “madzhab yang batil (sesat) pengikut golongan ahli bid’ah.”[18] Itulah sebabnya, mengapa Kyai Hasyim Asy’ari menyebut kelompok Salafi Wahabi sebagai kelompok ahlul bid’ah karena telah melakukan bid’ah dalam bidang aqidah. Ia menyatakan: “Diantara mereka (sekte yang muncul pada kisaran tahun 1330 H.), terdapat juga kelompok yang mengikuti pemikiran Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Mereka melaksanakan kebid’ahan Muhammad bin Abdul Wahhab an-Najdi, Ahmad bin Taimiyah serta kedua muridnya, Ibnul Qoyyim dan Abdul Hadi.”[19]
Bagi Ahlussunnah, baik Asy’ariyah atau Maturidiyah, tauhid rububiyah itu sama dengan tauhid uluhiyah. Artinya, orang yang bertauhid rububiyah otomatis bertauhid uluhiyah. Begitu juga sebaliknya. Konsekuensinya, orang yang membaca dua kalimah syahadat otomatis muslim. Menurut Wahabi, pengucapan kalimat syahadat hanyalah tauhid rububiyah, sehingga tidak otomatis muslim sebelum mengamalkan tauhid uluhiyah.[]
Catatan akhir
[1] A. Fatih Syuhud, Ahlussunnah Wal Jamaah, hlm. vii.
[2] Ibnu Taimiyah, Minhajus Sunnah, hlm. 2/62. Teks asal: دخلوا في بعض الباطل المبدع، وأخرجوا من التوحيد ما هو منه كتوحيد الإلهية وإثبات حقائق أسماء الله ولم يعرفوا من التوحيد إلا توحيد الربوبية وهو الإقرار بأن الله خالق كل شيء وهذا التوحيد كان يقر به المشركون
[3] Hasan bin Ali As-Segaf, Al-Tandid biman Addada Al-Tauhid, hlm. 6.
[4] Ibnu Abil Izzi, Syarh Al-Aqidah Al-Tahawiyah, hlm. 78.
[5] Ibrahim Al-Buraikan, Manhaj Syaikhil Islam Ibni Taimiyah fi Taqriri Aqidah Al-Tauhid, hlm. 174.
[6] Ibnu Taimiyah, Majmuk Al-Fatawa, hlm. 14/14-15; Khidir Musa Muhammad Hamud, Syarah Al-Qasidah Al-Nuniyah libnil Qayyim Al-Jauziyah, hlm. 151.
[7] QS Az-Zukhruf 43:87. Teks: وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ
[8] QS Az-Zumar 39:3 Teks asal: وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّـهِ زُلْفَىٰ إِنَّ اللَّـهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ ۗ إِنَّ اللَّـهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ
[9] QS Luqman 32:25. Teks: وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّـهُ
[10] Hasan bin Ali As-Segaf, Al-Tandid biman Addada Al-Tauhid, hlm. 10.
[11] Isi ayat QS Al-Ghasiyah 88:17-22 Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan, Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka, tetapi orang yang berpaling dan kafir.
[12] QS Al-Baqarah 2:163-164.
[13] QS Az-Zumar 39:3. Teks: إِنَّ اللَّـهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ
[14] Hasan bin Ali As-Segaf, Al-Tandid biman Addada Al-Tauhid, hlm. 13.
[15] “Mereka mengambil sembahan-sembahan selain Allah, agar mereka mendapat pertolongan.”
[16] “Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap al Lata dan al Uzza, dan Manah yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)?”
[17] Hasan bin Ali As-Segaf, op.cit.
[18] Ali Al-Qari Al-Hanafi, Syarah Fiqh Al-Akbar, hlm. 172. Teks asal: صاحب مذهب باطل تابع لطائفة من المتدعة
[19] Kyai Hasyim Asy’ari , Risalatu Ahlissunnah Wal Jamaah. hlm. 5. Teks asal: وَمِنْهُمْ فِرْقَةٌ يَتَّبِعُوْنَ رَأْيَ مُحَمَّدْ عَبْدُهْ وَرَشِيدْ رِضَا ، وَيَأْخُذُوْنَ مِنْ بِدْعَةِ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الْوَهَّابِ النَّجْدِيْ ، وَأَحْمَدَ بْنِ تَيْمِيَّةَ وَتِلْمِيْذَيْهِ ابْنِ الْقَيِّمِ وَعَبْدِ الْهَادِيْ