fatihsyuhud.net

Buku A. Fatih Syuhud Pengasuh PP Al-Khoirot Malang

Disiplin dalam Keluarga

Disiplin dalam Keluarga adalah kunci sukses dalam pendidikan seluruh pihak terkait dalam rumah tangga seperti suami, istri, dan anak. Disiplin adalah konsisten terhadap aturan yang dibuat serta dilakukan secara berkelanjutan dan terus menerus. Aturan hendaknya mempunyai visi yang berdampak jauh ke depan, bukan kebaikan jangka pendek.

Keluarga Disiplin (1)
Oleh A. Fatih Syuhud

Salah satu hal penting yang membedakan antara keluarga yang berhasil dan rumah tangga gagal adalah dalam soal kedisiplinan. Apa itu disiplin? Secara literal disiplin beraral dari bahasa Inggris yang bermakna praktik melatih diri sendiri atau orang lain untuk menaati peraturan dan tingkah laku yang dibuat dengan menggunakan hukuman atau sangsi untuk mengoreksi pelanggaran.

Disiplin dalam istilah psikologi sosial adalah perilaku yang memiliki tujuan jangka panjang lebih besar dibanding tujuan jangka pendek. Seorang yang disiplin adalah orang yang telah mentargetkan suatu tujuan dan memiliki kemauan kuat untuk mencapai tujuan itu dengan kerelaan untuk mengorbankan kenyamanan jangka pendek.

Orang tua (ayah dan ibu) yang disiplin akan menyadari perlunya memberi tauladan atas aturan yang dibuat. Mereka sadar peraturan hanya akan tinggal rangkaian kata-kata apabila tidak diikuti dengan kemauan semua pihak untuk mentaatinya. Dan ketaatan itu harus dimulai dari pembuat peraturan itu sendiri yaitu kepala keluarga yang dalam hal ini adalah ayah dan ibu.

Dalam konteks orang tua mendisiplinkan anak, maka mereka akan “tega” untuk tidak menuruti semua permintaan anaknya apabila hal itu bersifat tidak mendidik dan akan berpotensi merugikan atau membahayakan masa depan anak. Baik potensi bahaya yang besar atau kecil. Orang tua yang disiplin juga tidak akan ragu untuk memberi hukuman atas kesalahan, atau keteledoran yang dilakukan anak seberapa besar pun rasa sayang mereka pada anak.

Dengan demikian, sikap disiplin dalam rumah tangga adalah kemampuan kepala keluarga dalam merencanakan program jangka pendek dan jangka panjang bagi seluruh keluarga, lalu melaksanakannya, dan mengontrol serta memotivasi diri dan keluarga untuk konsisten berbuat dan berperilaku berdasarkan program yang telah direncanakan tersebut.

Apabila orang tua sudah dapat mendisiplinkan diri sendiri, maka mendisiplinkan anak tidaklah sulit. Thomas W. Phelan dalam bukunya Effective Discipline for Children, (Parentmagic, Inc.:2010) memberi tips berikut untuk mendisiplinkan anak:

Pertama, hargai perilaku yang baik. Orang tua jangan pelit untuk memberikan pujian lisan ataupun dalam bentuk hadiah atas prestasi yang dicapai anak. Yang dimaksud prestasi dapat berupa perilaku yang baik di rumah atau prestasi akademis di sekolah. Namun begitu, harus hati-hati dalam memberikan apresiasi yang berupa materi. Berilah hadiah yang mendidik. Bukan hadiah yang akan mengurangi capaian prestasi anak di masa depan.

Kedua, aturan yang jelas. Buat aturan yang jelas dan siap dikritik bagi yang melanggarnya. Sebagian aturan dibuat khusus untuk anak. Sebagian lagi untuk seluruh keluarga. Untuk yang terakhir, orang tua harus rela dikritik anak apabila melanggar. Maka, anak akan siap mendapat hukuman apabila melakukan pelanggaran serupa.

Ketiga, hindari berdebat dengan anak. Kalau anak protes karena permintaannya tidak dipenuhi, cukuplah dijawab dengan “Iya, ayah mengerti,” atau “Iya, ibu tahu”. Semakin sedikit kata-kata yang dikeluarkan, semakin baik.

Keempat, tunda hukuman saat marah. Apabila anak melakukan pelanggaran dan orang tua merasa sangat marah, maka menunda hukuman adalah lebih baik daripada memberi sangsi pada anak dalam keadaan orang tua sedang emosi. Tunda dulu sampai orang tua teanang sehingga dapat memberi sangsi dalam keadaan lebih stabil sehingga dalam memberikan hukuman betul-betul demi kebaikan anak bukan karena melampiaskan nafsu amarah orang tua.

Kelima, konsisten pada aturan. Inilah bagian tersulit: bagaimana supaya orang tua dapat konsisten atas aturan yang telah dibuat tidak hanya dalam mengawasi perilaku anak, tapi juga dalam memberikan sangsi. Tanpa hukuman yang konsisten, anak akan merasa bahwa aturan yang dibuat tidak serius dan bebas melakukan pelanggaran. Aturan dibuat agar anak tahu batasan perbuatan yang dibolehkan. Namun demikian, menurut kalangan pendidik, aturan dapat dikurangi intensitasnya saat anak sudah memasuki usia 9 sampai 12 tahun.

Keenam, contoh yang baik. Ini prinsip dasar. Teladan yang baik dari orang tua tidak menjamin anak akan ikut baik, tapi setidaknya anak akan percaya dan respek pada orang tua dan menghormati keputusan yang dibuat.[]

Kembali ke Atas