Tauhid Rububiyah (2): Firaun pun Bertauhid?
Oleh: A. Fatih Syuhud
Apabila mengikuti paradigma yang dikemukakan oleh Salafi bahwa orang kafir pun bertauhid rububiyah, yakni mengakui bahwa pencipta alam semesta adalah Allah,[1] maka pada dasarnya Fir’aun pun bertauhid rububiyah, hanya saja dia tidak bertauhid uluhiyah. Namun kenyataannya tidaklah demikian. Faktanya adalah Fir’aun tidak bertauhid rububiyah juga tidak bertauhid uluhiyah. Dalam QS Al-Qashash 28:38 disebutkan penolakan Fir’aun akan adanya tuhan selain dia: “Dan berkata Fir’aun: Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah hai Haman untukku tanah liat kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-orang pendusta”.[2] Dalam ayat QS An Naziat 79:24 Fir’aun kembali menegaskan penolakannya pada Tuhan Sang Maha Pencipta, dan mendekeklarasikan diri sebagai tuhan itu sendiri: “Akulah tuhan (rabb)-mu yang paling tinggi.”[3] Seandainya Fir’aun mengakui tauhid rububiyah sebagaimana dipahami oleh Salafi, maka niscaya ia tidak akan mengatakan “Akulah rabb (tuhan) kalian yang tertinggi” melainkan Fir’aun akan berkata “Akulah ilah (tuhan) kalian yang tertinggi.”
Teori Ibnu Taimiyah bahwa orang kafir bertauhid rububiyah hanya saja tidak bertauhid uluhiyah juga terbantahkan dengan dalil-dalil berikut:
- QS Al-A’raf 7:76 “Orang-orang yang menyombongkan diri berkata: Sesungguhnya kami adalah orang yang tidak percaya kepada apa yang kamu imani itu.”[4]
- Ucapan Nabi Yusuf dalam QS Yusuf 12:39 “Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa?”[5]
- Ucapan Nabi Ibrahim dalam QS Ash-Shoffat 37:86 “Apakah kamu menghendaki sembahan-sembahan selain Allah dengan jalan berbohong?”[6]
- Ucapan kaum kafir ketika Rasulullah mengajak mereka untuk bertauhid: “Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.” QS Shad 38:5[7]
Dari uraian di atas, maka jelaslah bahwa teori Salafi Wahabi yang menyatakan tentang tauhid rububiyah itu dianut juga oleh orang kafir bukan hanya salah, tapi juga bertentangan dengan Al-Quran dan akidah Ahlussunnah Wal Jamaah.[8] Selain itu, anggapan mereka bahwa seorang muslim yang bertauhid rububiyah saja, tanpa tauhid uluhiyah, belumlah bisa dikatakan muslim juga tidak benar. Karena, hal itu bertentangan dengan dua hadits sahih berikut:
Pertama, dari Ubadah bin Shamit ra, berkata, Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah semata, tiada sekutu baginya, bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah, bahwa Nabi Isa adalah Hamba Allah, Rasul-Nya, kalimat-Nya yang dia sampaikan kepada Maryam dan ruh dariNya, bahwa surga adalah, maka niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga sesuai dengan amal yang dia lakukan.”[9]
Kedua, Nabi bersabda: “Aku diperintah untuk memerangi manusia sehingga mereka bersaksi bahwa Tiada Tuhan selain Allah dan bersaksi bahwa aku adalah utusan Allah. Ketika mereka telah mengucapkannya, maka darah dan harta mereka berada di dalam penjagaanku kecuali dengan haqqnya (syahadat) dan perhitungan terhadap mereka merupakan hak Allah.”[10]
Kedua hadits di atas menegaskan bahwa orang yang berikrar dengan dua kalimat syahadat, maka dia otomatis menjadi muslim yang ahli tauhid (muwahid). Namun bagi kalangan Salafi, orang yang membaca dua kalimat syahadat saja itu belum bisa disebut muslim karena baru bertauhid rububiyah saja. Ibnu Taimiyah mengatakan : “Mereka (ulama Ahlussunnah – red) tidak mengetahui akan tauhid kecuali tauhid rububiyah saja. Yaitu, pengakuan bahwa Allah adalah Pencipta segala sesuatu. Padahal tauhid ini juga diakui oleh kaum musyrikin sebagaimana disebut dalam QS Az-Zukhruf 43:87.”[11]
Dalam menanggapi pandangan Ibnu Taimiyah ini, ulama Ahlussunnah menegaskan bahwa tauhid rububiyah (yang berasal dari kata rabb) dan tauhid uluhiyah (yang berasal dari kata ilah) adalah sinonim dan satu makna sebagaimana dapat dipahami dari kedua hadits di atas.[12]
Alawi Al Hadad (wafat, 1720 M) dalam kitab Misbahul Anam menambahkan:
توحيد الألوهية داخل في عموم توحيد الربوبية بدليل أن الله تعالى لما أخذ الميثاق على ذرية آدم خاطبهم تعالى بقوله (ألستُ بربكم) ولم يقل بإلهكم فاكتفى منهم بتوحيد الربوبية ومن المعلوم أن من أقرَّ له بالربوبية فقد أَقرَّ له بالألوهية إذ ليس الربُ غير الإله بل هو الإله بعينه
Tauhid uluhiyah masuk dalam keumuman tauhid rububiyah dengan dalil bahwa ketika Allah mengambil perjanjian pada keturunan Nabi Adam dengan firmanNya “Tidakkah aku ini Rabb-mu?” dan tidak mengatakan “Ilah-mu” maka cukuplah bagi manusia untuk bertauhid rububiyah. Dan sudah maklum bahwa orang yang mengakui rububiyahnya Allah, maka secara otomatis ia mengakui uluhiyah-Nya. Karena, tidak ada Rabb kecuali Ilah. Bahkan, Rabb adalah Ilah itu sendiri.[13]
Pandangan Al Hadad ini adalah berdasarkan kesepakatan ulama Ahlussunnah Wal Jamaah baik yang berakidah Asy’ariyah maupun Maturidiyah.[14]
Bid’ah Munkarah
Semua ulama Ahlussunnah Wal Jamaah baik salaf maupun khalaf menyatakan bahwa pembagian tauhid menjadi tiga adalah bid’ah yang sesat. Salah satu ulama kontemporer yang menyatakan demikian adalah Dr. Salim Alwan, mufti Darul Fatwa Australia. Ia menegaskan bahwa pembagian tauhid menjadi tiga adalah bid’ah munkarah:
تقسيم بعض الناس التوحيد إلى ثلاث توحيدات بدعة باطلة منكرة لم يرِد ذلك في القرءان ولا في الحديث ولا على لسان واحد من السلف الصالح أو أحد العلماء المعتبرين إنما هي بدعة تفرّد بها طائفة مشبّهة العصر رغم زعمهم أنهم يحاربون البدعة والدليل على فساد تقسيمهم هذا أن الرسول صلى الله عليه وسلم قال: “أمرت أن أقاتل الناس حتى يشهدوا أن لا إله إلا الله وأني رسول الله” ولم يقل الرسول حتى يوحدّوا ثلاثة توحيدات . وهذا الحديث متواتر رواه عن رسول الله صلى الله عليه وسلم جمعٌ من الصحابة منهم العشرة المبشرون بالجنة، وقد أورده البخاري في صحيحه،
Pembagian tauhid oleh sebagian orang ke dalam tiga tauhid adalah bid’ah batil dan munkar yang tidak ada dalilnya dalam Al-Quran, hadits, ucapan Salafus Salih, atau salah satu ulama yang mu’tabar. Ini teori bid’ah yang hanya dibuat oleh segolongan ahli syubhatnya zaman ini walaupun mereka menyangka memerangi bid’ah. Dalil atas rusaknya pembagian teori ini adalah sabda Nabi: “Aku diperintah untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi tidak ada tuhan selain Allah dan bahwa aku adalah Utusan Allah.” Rasulullah tidak mengatakan “sampai mereka bertauhid dengan tiga tauhid.” Hadits ini derajatnya mutawatir, diriwayatkan dari Rasulullah oleh banyak Sahabat Nabi termasuk 10 Sahabat yang dijamin masuk surga. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab Sahihnya.[15]
Alat Mengkafirkan Sesama Muslim
Selain bid’ah munkarah, menurut Salim Alwan, pembagian tauhid menjadi tiga ini juga berbahaya karena dapat dijadikan alat untuk mengafirkan sesame muslim yang tidak mengikuti teori ini. Dan itulah fakta yang terjadi saat ini. Padahal mengafirkan sesama muslim termasuk dosa besar.[16] Atau mensyirikkan orang yang bertawasul pada Rasulullah dan para wali atau orang soleh.[17] Dr. Salim menyatakan:
ومراد المشبهة من هذه البدعة أن يكفّروا المسلم الذي يوحّد الله إذا توسل بالرسول أو بوليّ من الأولياء فهم يزعمون أنه لا يكون وحد الله توحيد الألوهية ويريدون بذلك أيضا أن يكفروا من أوّل الآيات المتشابهة لصرفها عن المعنى الظاهر الذي يتبادر منه معنى لا يليق بالله، فثبت من هذا الحديث المتواتر أن تقسيمهم التوحيد إلى ثلاثة باطل وأنهم هم المبتدعة ولو زعموا أنهم يحاربون البدعة.
Tujuan syubhat dari teori tauhid yang bid’ah ini adalah untuk mengafirkan muslim lain yang bertauhid pada Allah apabila ia bertawasul pada Rasulullah atau pada wali Allah. Mereka menyangka bahwa pelaku tawasul itu tidak bertauhid uluhiyah. Mereka juga mengkafirkan ulama yang menta’wil ayat mutasyibah karena dimaknai keluar dari makna zhahirnya yang tidak pantas bagi Allah. Dari hadits mutawatir di atas maka jelaslah bahwa pembagian mereka pada tauhid menjadi tiga adalah batil. Merekalah ahli bid’ah (yang sebenarnya) walaupun mereka mengira sedang memerangi bid’ah.[18]
Dari sini dapat disimpulkan bahwa: a) teori tauhid rububiyah yang berbeda dengan tauhid uluhiyah adalah teori yang tidak sahih sebagaimana tidak validnya anggapan bahwa orang kafir bertauhid rububiyah; b) muslim yang bertauhid rububiyah otomatis bertauhid uluhiyah, begitu juga sebaliknya. Karena, kedua istilah ini adalah sinonim sebagaimana banyak disebut secara eksplisit dalam Al-Quran dan Sunnah.[]
Catatan Akhir
[1] Argumen ini tidak benar dan sudah dijelaskan secara detail pandangan Ahlussunnah atas soal ini di artikel sebelumnya “Tauhid Rububiyah menurut Salafi Wahabi dan Ahlussunnah Wal Jamaah”, fatihsyuhud.net
[2] QS Al-Qashash 28:38 وَقَالَ فِرْعَوْنُ يَا أَيُّهَا الْمَلَأُ مَا عَلِمْتُ لَكُم مِّنْ إِلَـٰهٍ غَيْرِي فَأَوْقِدْ لِي يَا هَامَانُ عَلَى الطِّينِ فَاجْعَل لِّي صَرْحًا لَّعَلِّي أَطَّلِعُ إِلَىٰ إِلَـٰهِ مُوسَىٰ وَإِنِّي لَأَظُنُّهُ مِنَ الْكَاذِبِينَ
[3] QS An Naziat 79:24 فَقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَىٰ
[4] QS Al-A’raf 7:76 قَالَ الَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا إِنَّا بِالَّذِي آمَنتُم بِهِ كَافِرُونَ
[5] QS Yusuf 12:39 يَا صَاحِبَيِ السِّجْنِ أَأَرْبَابٌ مُّتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ اللَّـهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ
[6] QS Ash-Shoffat 37:86 أَئِفْكًا آلِهَةً دُونَ اللَّـهِ تُرِيدُونَ
[7] QS Shad 38:5 أَجَعَلَ الْآلِهَةَ إِلَـٰهًا وَاحِدًا ۖ إِنَّ هَـٰذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ
[8] Tentang akidah Ahlussunnah Wal Jamaah, baca A. Fatih Syuhud, Ahlussunnah Wal Jamaah, Pustaka Al-Khoirot, 2017, hlm. 1-37.
[9] Hadits muttafaq alaih. Teks asal:
عن عبادة بن الصامت رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : من شهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، وأن محمداً عبده ورسوله ، وأن عيسى عبد الله ورسوله وكلمته ألقاها إلى مريم وروح منه . والجنة حق ، أدخله الله الجنة على ما كان من العمل
[10] Hadits muttafaq alaih. Teks asal:
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَقُولُوا : لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، فَإِذَا قَالُوهَا فَقَدْ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّهَا، وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
[11] Ibnu Taimiyah, Minhajus Sunnah, hlm. 2/62. Teks asal:
دخلوا في بعض الباطل المبدع، وأخرجوا من التوحيد ما هو منه كتوحيد الإلهية وإثبات حقائق أسماء الله ولم يعرفوا من التوحيد إلا توحيد الربوبية وهو الإقرار بأن الله خالق كل شيء وهذا التوحيد كان يقر به المشركون
[12] A. Fatih Syuhud, op.cit.; “Tauhid Rububiyah menurut Salafi dan Ahlussunnah”, fatihsyuhud.net.
[13] Alawi bin Ahmad Al-Haddad, Misbahul Anam wa Jala’ Al-Zholam fi Raddi Syibhil Bida’i An-Najdi allazhi Adhalla biha Al-Awam, hlm. 17.
[14] A. Fatih Syuhud, Ahlussunnah Wal Jamaah, hlm. 315-323.
[15]Dr. Sheikh Salim Alwan Al-Husainyy, “Ma Qaulu Ahlissunnah wal Jamaah fiman Addadat Tauhid wa Qasamahu ila Tsalasati Aqsam”, Darulfatwa.org.au
[16] A. Fatih Syuhud, “Larangan Mengafirkan Sesama Muslim”, Ahlussunnah Wal Jamaah, hlm. 149.
[17] Ibid, hlm. 348.
[18] Dr. Sheikh Salim Alwan Al-Husainyy, op.cit.
Assalamu’alaikum wr.wb.
Sebelumnya maaf kiai, saya ingin bertanya perihal pembubaran pengajian wahabi di Aceh baru baru ini. Apakah cara membubarkannya benar atau dengan cara lain yang lebih baik? Bagaimana?
Tulisan para Asyariyyun dan Maturidiyyun, sufiyyun, falasifah
Salafi itu apa? Wahabi itu apa? Kenapa digabung? Wahabi itu Abdul Wahab bin Rustum? Muhammad bin Abdul Wahab? Tulisan hanya mengambil fatwa segelintir ahli agama sepihak sangat tendensius. Tulisan dangkal
Lihat: https://www.fatihsyuhud.net/beda-generasi-salaf-gerakan-salafi-dan-wahabi/
“REKAM JEJAK RADIKALISME SALAFI WAHHABI”
Sejarah, Doktrin Dan Akidah
Achmad Imron R
=====
Laqab Wahhabi Atau Wahhabiyyah
==========
Setelah banyak kaum muslimin yang mengetahui sejarah kelam dan berdarah Wahhabi di masa lampaunya serta penyimpangan-penyimpangan ajaran mereka dari ajaran Ahlus-Sunnah Wal-Jama’ah maka kaum Wahhabi sekarang ini berusaha menghindar dan lari dari nama sandangan “Wahhabiyyah” dengan berganti nama menjadi “Salafiyyah” atau “Muwahhidun” atau “Ansharut-Tauhid” untuk mengubur sejarah hitam mereka dan supaya tidak menjadi sorotan buruk bagi kaum muslimin kepada kelompok mereka ini. Dan mereka membuat syubhat bahwa nama “Wahhabiyyah” yang disematkan kaum muslimin untuk mereka tidaklah sesuai dengan faktanya. Ada sebagian lagi dari mereka yang mengatakan bahwa “Wahhabiyyah” bukanlah nisbat kepada kelompok mereka, melainkan nisbat kepada kelompok ‘Abdul-Wahhab bin ‘Abdir-Rahman bin Rustum yang divonis sesat oleh ulama.
Sanggahan:
Itu hanyalah tadlis (tipu daya) mereka untuk menghindari sorotan buruk dari pandangan kaum muslimin yang telah menyaksikan sejarah kelam mereka di masa lampau maupun di masa sekarang ini.
Istilah “Wahhabiyyah” memang disematkan oleh kaum muslimin yang menentang dakwah Muhammad bin ‘Abdil-Wahhab. Laqab ini diambil dari nama ayahnya, ‘Abdil-Wahhab, dan nisbat seperti ini sudah masyhur di kalangan Arab. Seperti contoh pengikut Imam Muhammad bin ‘Idris Asy-Syafi’i disebut “Syafi’iyyah”, laqab yang dinisbatkan dari nama kakeknya, ‘Idris Asy-Syafi’i. Pengikut Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal disebut “Hanabilah”, nisbat kepada nama kakeknya, Hanbal, dan semisalnya. Maka nisbat “Wahhabiyyah” bukanlah suatu penyematan atau pengistilahan yang asing apalagi salah, namun sudah masyhur bagi kalangan orang Arab.
Adapun syubhat mereka yang mengatakan bahwa laqab “Wahhabiyyah” sebenarnya nisbat kepada ‘Abdul-Wahhab bin ‘Abdir-Rahman bin Rustum, bukan kepada kelompok Muhammad bin ‘Abdil-Wahhab; maka ini tidaklah benar dan suatu penipuan serta pengkaburan fakta bagi kaum awam. Kelompok ‘Abdul-Wahhab bin ‘Abdir-Rahman bin Rustum disebut “Wahbiyyah” yang dinisbatkan kepada pendirinya yaitu ‘Abdullah bin Wahbi Ar-Rasibi (38 H), jika ditulis dengan bahasa Arab, huruf Ha`-nya tanpa Alif dan Ba`-nya bertasydid (الوَهْبِيَّةُ), sedangkan “Wahhabiyyah” jika ditulis dengan bahasa Arab, huruf Ha`nya disambung dengan Alif, sedangkan yang ditasydid huruf Ha`nya (الْوَهَّابِيَّةُ), memiliki perbedaan yang sangat jauh, baik sisi penulisan, bacaan, atau pun pada nisbah dan ajarannya.
Dalam kitab “Tarikh Ibnu Khaldun” disebutkan:
وَكَانَ يَزِيْدُ قَدْ أَذَلَّ الْخَوَارِجَ وَمَهَّدَ الْبِلَادَ فَكَانَتْ سَاكِنَةً أَيَّامَ رَوْحٍ وَرَغْبٍ فِيْ مُوَادَعَةِ عَبْدِ الْوَهَّابِ بْنِ رُسْتُم وَكَانَ مِنَ الْوَهْبِيَّةِ
“Dan konon Yazid telah berhasil menghinakan kaum Khawarij dan menstabilkan kondisi Negara, maka negaranya menjadi tenang, penuh hari-hari tenteram dan suka di dalam ketenangan ‘Abdul-Wahhab in Rustum yang termasuk kalangan Wahbiyyah.”40)
———-
[Footnote]
40) ‘Abdur-Rahman bin Khaldun, “Tarikh Ibn Khaldun” (Beirut: Dar Al-Fikr, 1421 H/2001 M): IV/247.
———-
Dan dalam buku seorang sejarawan asal Perancis yang juga dijadikan hujjah oleh kaum Wahhabi dalam memanipulasi istilah Wahbiyyah ini yaitu “Al-Firaq Fi Syimal Afriqiyyah”, yang ditulis oleh Al-Faradhbil (1364 H/1945 H) menyebutkan sebagai berikut:
وَقَدْ سُمُّوْا أَيْضًا الْوَهْبِيِّيْنَ نِسْبَةً إِلٰی عَبْدِاللهِ بْنِ وَهْبٍ الرَّاسِيُّ زَعِيْمُ الْخَوَارِجِ
“Dan sungguh mereka disebut Wahbiyyin (الْوَهْبِيِّيْنَ) karena dinisbatkan kepada ‘Abdullah bin Wahbi Ar-Rasibi, sebagai pemimpin Khawarij.”41)
———-
[Footnote]
41) Al-Faradhbil, “Al-Firaq Fi Syimal Afriqiyyah”: 145.
———-
Dari sini jelas bahwa “Wahbiyyah” atau “Wahbiyyin” nisbat kepada ‘Abdullah bin Wahb Ar-Rasibi yang juga ajarannya diikuti oleh ‘Abdul-Wahhab bin ‘Abdir-Rahman bin Rustum, maka “Wahbiyyah” bukan dinisbatkan kepada ‘Abdul-Wahhab bin ‘Abdir-Rahman bin Rustum ini, melainkan nisbat kepada ‘Abdullah bin Wahb Ar-Rasibi dan kelompoknya yang disebut “Wahbiyyah”, bukan “Wahhabiyyah”.