Rumah Tangga Miskin (4): Prioritas Anak
Rumah Tangga Miskin (4): Prioritas Anak
Oleh A. Fatih Syuhud
Problem utama dari sebuah rumah tangga miskin adalah lingkaran setan (vicious cycle) kemiskinan itu sendiri: orang tua miskin biasanya menghasilkan anak dan cucu yang miskin juga. Oleh karena itu, langkah yang harus ditempuh orang tua adalah memutus mata rantai kemiskinan itu agar tidak menular ke anak cucu.. Caranya adalah dengan mengusahakan pendidikan yang cukup—minimal setingkah SLTA– pada putra putrinya. Karena hanya dengan pendidikanlah keinginan untuk memutus mata rantai kemiskinan itu dapat terwujud. Pendidikan memang tidak otomatis membuat orang menjadi kaya. Tetapi setidaknya peluang ke arah yang lebib baik dibanding orang tua mereka menjadi lebih terbuka lebar.
Namun memberi akses pendidikan setinggi mungkin pada anak tidaklah mudah. Banyak kendala yang akan dihadapi. Seperti diketahui, pendidikan di Indonesia tidak lah murah. Walaupun pemerintah sudah mencanangkan program wajib belajar 9 tahun, yang artinya semua sekolah SD dan SLTP mendapat subsidi pemerintah, namun itu belum membuat sekolah gratis total. Belum lagi sekolah tingkat SLTA yang biayanya relatif lebih mahal terutama bagi keluarga miskin. Persoalan kedua adalah kemauan dari anak itu sendiri yang terkadang tidak memiliki semangat yang cukup untuk melanjutkan pendidikan sampai tiingkat lanjut. Apalagi ditambah dengan kemajuan teknologi komunikasi dan pergaulan yang salah dapat membuat semangat anak semakin luntur terhadap dunia pendidikan kalau tidak habis sama sekali.
Untuk itu, orang tua dari kalangan rumah tangga miskin memiliki tugas berat yang misi utamanya adalah bagaimana membuat anaknya tidak nakal, taat pada agama dan memiliki motivasi tinggi untuk sekolah. Misi ini tidaklah mudah pada zaman ini. Khususnya bagi anak miskin yang umumnya hidup di lingkungan anak-anak pengangguran yang sangat tidak kondusif. Di sinilah perlunya peran besar orang tua yang sebisa mungkin memiliki waktu yang cukup untuk membimbing anak-anaknya agar berkelakuan baik dan memiliki cita-cita tinggi.
Mendidik anak sejak dini bukanlah tugas yang mudah bagi keluarga miskin karena kesibukan dan penididikan mereka yang rendah membuat mereka tidak atau kurang mengerti apa langkah yang harus diambil untuk membuat anak-anak mereka bersikap dan berperilaku sesuai dengan harapan. Apabila ini yang terjadi, maka orang tua hendaknya jangan segan-segan untuk belajar dengan cara meminta saran dan nasihat kepada kalangan yang lebih tahu tentang pendidikan anak seperti tokoh agama setempat, para guru dan pendidik yang lain. Apabila sudah lulus SD, cara termudah adalah dengan mengirim putra putrinya ke pesantren. Mengirim anak ke pesantren adalah cara teraman dalam mendidik anak karena di sana tiga hal dapat dicapai oleh anak: pendidikan formal, pendidikan agama dan etika budi luhur. Biaya bukanlah masalah. Karena masih banyak pesantren yang berbiaya murah yang dapat dijangkau oleh kalangan ekonomi terendah dalam masyarakat.
Jadi, meningkatkan taraf pendidikan anak adalah jalan menuju peningkatan taraf ekonomi untuk memberantas lingkaran setan kemiskinan. Bagi seorang muslim, peningkatan taraf pendidikan dan ekonomi tidaklah cukup tanpa peningkatan wawasan keagamaan dan perbaikan perilaku. Dalam QS Al Mujadalah :11 Allah berfirman: “niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” Maksud dari ayat ini jelas: bahwa peningkatan derajat dunia dan akhirat akan dapat tercapai dengan ilmu. Ilmu pengetahuan umum untuk memperbaiki derajat duniawi dan ilmu agama untuk meningkatkan iman yang pada gilirannya akan meningkatkan derajat ukhrawi apabila diamalkan. Dan semua itu dapat tercapai sekaligus apabila usia SLTP dan SLTA anak berada dalam didikan pesantren.[]