Rumah Tangga Beda Suku Bangsa

Rumah Tangga Beda Suku Bangsa adalah keluarga yang heterogen. Keluarga seperti ini potensi konfliknya tinggi antara suami dan istri. Untuk itu mereka perlu memiliki sikap saling adaptasi tinggi dan juga saling mengalah.
Oleh A. Fatih Syuhud

Pada sekitar 30 tahun yang lalu atau sebelum itu, anak muda Indonesia yang ingin menjalin mahligai rumah tangga umumnya akan mencari calon pasangan yang berada di sekitar rumahnya atau setidaknya satu kampung atau tetangga desa. Paling banter satu kecamatan. Kalau mendapat jodoh yang jauh itu kemungkinan karena ada faktor hubungan kekerabatan. Ini umumnya terjadi di kalangan pedesaan. Sedang di kalangan masyarakat perkotaan perkawinan antar-suku dan bangsa sudah biasa terjadi sejak lama.

Namun setelah kerja di luar negeri mulai booming dan kalangan generasi muda pedesaan yang miskin berduyun-duyun menjadi TKI dan TKW ke negara-negara tetangga seperti Timur Tengah (Arab Saudi dan negara Teluk lain), Singapura, Malaysia, Hongkong, Taiwan, Jepang, dan lain-lain, maka tren perkawinan menjadi berubah drastis. Perkawinan antarsuku, antaraprovinsi dan antarpulau sudah menjadi hal biasa. Bahkan tidak jarang perkawinan antar-migran yang berasal dari bangsa dan negara berbeda.

Perkawinan antarsuku asalkan seiman tidak dilarang dalam Islam. Karena keimanan yang sama dapat mempersatukan manusia dengan latarbelakang suku, bangsa dan budaya yang berbeda-beda dengan syarat asal calon pasangan memiliki wawasan agama yang baik dan komitmen agama yang kuat. Namun, apabila status keislamannya hanyalah Islam KTP, maka perkawinan antarsuku apalagi antarbangsa sangat tidak dianjurkan karena hal itu akan membawa resiko konflik yang tidak kecil di masa depan. Namun, kalau perkawinan campur harus terjadi dengan berbagai sebab, maka poin-poin berikut perlu dilakukan oleh kedua pihak agar rumah tangga dapat langgeng dan harmonis.

Pertama, fleksibel pada adat dan tradisi pasangan. Kedua belah pihak suami dan istri harus luwes dalam bersikap. Luwes berarti berusaha saling memahami adat kebiasaan pasangannya. Dan itu juga bermakna kesediaan untuk mengalah dan menghormati pada tradisi, terutama yang dianggap prinsip. Misalnya, pada suku Jawa banyak sekali tradisi dan ritual adat yang tampak aneh. Seperti hitungan primbon, ramalan, selamatan, dan lain-lain.  Atau adat orang Minang yang cenderung didominasi perempuan.

Kedua, luwes pada perilaku dan karakter pasangan (QS Al Hujurat 49:13). Perbedaan budaya dan adat istiadat akan memengaruhi karakter. Seperti karakter orang Madura, Batak, Ambon dan Bugis yang dikenal keras, suka bersuara nyaring dan blak-blakan. Karakter orang Jawa, Sunda yang dikenal halus dalam bertutur kata dan berperilaku. Kebiasaan yang berbeda akan rentan terhadap terjadinya kesalahpahaman yang akan memicu konflik-konflik kecil yang dapat berakumulasi dalam konflik besar apabila kurang kesadaran dari kedua belah pihak.  Karena itu sejak awal harus ada kesepakatan dan komitmen bersama bahwa segala macam kesalahpahaman sekecil apapun harus segera diselesaikan dalam dialog yang terbuka dan jangan sampai dibiarkan menumpuk menjadi api dalam sekam.

Ketiga, memperdalam wawasan agama (QS Al Mujadalah 58:11). Agama adalah cara terbaik untuk menyatukan segala macam perbedaan suku, ras dan bangsa (QS Ali Imron 3:103). Apabila ketiga unsur terakhir menjadi sebab yang membedakan kita, maka agama menjadi satu-satunya faktor yang dapat menyatukannya. Suku Jawa, Madura, Suna, Minang, Melayu, Bugis, Batak, Aceh, Betawi, Dayak, Banjar, Ambon, China, Arab, Bule, kulit hitam, dan ribuan ras lain adalah bukti adanya perbedaan adat istiadat dan tradisi yang sulit disatukan kecuali oleh agama.

Namun, agama dapat menjadi faktor pemersatu kedua pasangan apabila masing-masing (a) memiliki komitmen untuk mengamalkan ajaran Islam dengan kaffah (komprehensif)  dan (b) berusaha memperluas dan memperdalam wawasan keagamaannya dengan banyak membaca, berkonsultasi pada ahlinya dan mengikuti kegiatan pengajian..[]

5 pemikiran pada “Rumah Tangga Beda Suku Bangsa”

  1. Assalamualaikum..
    Saya pria Bugis yang lagi menjalin hubungan dengan seorang dari agam Kristen dari suku campuran Banjar-Dayak, saya ingin menjalin hubungan ini ke jenjang yang lebih serius, tetapi sekarang hubungan kami di tentang oleh keluargaku karena kentalnya adat Bugis yang dominan,, namun untuk permasalahan Agama,, sang wanita bersedia memeluk agama Islam (Muallaf),, saya mohon bantuan langkah apa yang harus saya ambil ?? Terima kasih.

    Wassalam.

    Balas
  2. assalamualaikum, saya bingung, saya lahir di cilacap, jawa tengah, akan tetapi ibu lahir di padang, sedangkan ayah saya lahir di banyuwangi, jawa timur. Dan pasangan saya lahir di cilacap, jawa tengah, ibu beliau lahir di cilacap, jawa tengah, sedangkan ayah beliau lahir di nusa tenggara barat. Kami ingin hubungan yang lebih serius karena ingin membentuk keluarga yang sakinah mawaddah warahmah, saya berharap beliau lah yang mampu membimbing saya menuju janaah dan saya berharap beliau lah yang mampu menjadi imam yang baik untuk saya. Akan tetapi terbentur oleh restu dari pihak laki-laki yang kurang menyetujui beliau hubungan dengan wanita keturunan padang. Saya sudah meyakinkan orang tua dan keluarga saya, dan berniat mengenal pihak laki-laki. Bolehkan saya meyakinkan beliau, dan ingin sekali mengenal keluarga beliau agar menepis bahwa tidak semua keturunan padang sama tabiat/adatnya menyimpang. Jika masalah materi, insya Allah saya ingin memulai semuanya dari 0 bersama beliau, berusaha, kerja keras dan tidak terlepas meminta kemudahan rezeki hanya kepada Allah. Mohon kritik dan sarannya.. terima kasih. Wassalamualaikum

    Balas
  3. Saya wanita bugis saya sudah berpcaran 3tahun dengan pacar saya dy dari suku sunda ,tetapi sbenrnya kami ber2 sama2 lahir di jakarta ,tpi ayah saya mnyruh saya menikah dengan pria bugis,apa yg mesti saya lakukan tolong bantu saya??

    Balas

Tinggalkan komentar