fatihsyuhud.net

Buku A. Fatih Syuhud Pengasuh PP Al-Khoirot Malang

Orang Tua Nabi

Orang Tua Rasulullah*
Oleh A. Fatih Syuhud

Ibnu Ishaq dalam kitab Sirah Nabawiyah libni Hisyam menyebutkan bahwa ayah Nabi yang bernama Abdullah bin Abdul Muttalib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qusay bin Kilab masih memiliki hubungan kekerabatan dengan  ibu Nabi yang bernama Aminah binti Wahab bin Abdu Manaf bin Zahrah bin Kilab.  Keduanya masih ada hubungan kekerabatan yaitu pada kakek ketiga mereka yang bernama Kilab.  Itu artinya, antara Abdul Muttalib (ayah Abdullah) dan Aminah terdapat hubungan  kerabat dekat yaitu saudara ketiga (Jawa, ping telu; Madura, telo popoh). Dengan demikian, Abdullah adalah keponakan ping telu dari Aminah.

Terlepas dari hubungan nasab antara kedua orang tua Nabi,  keduanya juga dikenal berasal dari keturunan keluarga yang dikenang karena hal-hal yang positif. Al-Khudri dalam Nurul Yaqin menyatakan: “Ahli sejarah sepakat bahwa nasab Rasulullah berujung pada Nabi Ismail bin Ibrahim. Sebuah nasab yang mulia. Dari ayah dan ibu yang suci. Silsilah dari ayah Nabi adalah kalangan orang-orang mulia yang menjadi pemimpin dan panutan pada zamannya. Begitu juga dari keluarga ibu Nabi. Tidak diragukan lagi bahwa kemuliaan nasab dan kesucian kelahiran termasuk salah satu prasyarat kenabian.”

Keduanya adalah pasangan ideal. Abdullah adalah putra tersayang Abdul Muttalib. Itu artinya beliau adalah sosok pemuda yang memiliki karakter dan perilaku yang baik. Sedangkan Aminah binti Wahab termasuk di antara wanita paling istimewa suku Quraish dari segi reputasi, kebaikan perilaku, karakter dan garis keturunan.

Salah satu syarat dasar untuk memiliki keturunan yang baik dan potensial adalah adanya kualitas unggul dari kedua pasangan dan lingkungannya. Dalam filosofi Jawa calon pasangan harus memiliki tiga kualitas agar rumah tangga berhasil yaitu bibit, bebet, bobot.  Secara ringkas maksud dari ketiga kata ini adalah sebagai berikut:

Bibit. Bibit artinya asal keturunan calon pasangan. Maksudnya, apakah keluarganya termasuk orang baik-baik atau tidak. Orang muslim atau non-muslim. Muslim taat atau tidak taat. Rajin shalat atau jarang shalat. Keluarga bahagia atau broken home.[1] Pola hidup mewah atau sederhana.

Bebet.  Bebet artinya kualitas seseorang dalam hal kesiapannya memberi nafkah. Kesiapan memberi nafkah tidak harus kaya tapi lebih pada kesiapan mental untuk bekerja keras dalam menafkahi keluarga. Bebet juga dimaknai sebagai keadaan keluarga dan lingkungan dengan siapa dia bergaul.

Bobot. Bobot artinya kualitas kepribadian calon pasangan itu sendiri. Bibit yang baik belum menjamin dapat melahirkan bebet yang baik pula. Tidak sedikit dari penjahat berasal dari keluarga baik-baik dan keturunan keluarga terhormat. Oleh karena itu, kepribadian calon harus dipastikan memiliki kualitas standar baik dari segi karakter, perilaku, dan kesalihan pada agama.

Dalam Islam, ketiga unsur bibit, bebet dan bobot ini tersimpulkan dalam kata dzat ad-din atau yang agamis.

Kalau mengikuti falsalah Jawa di atas, maka ayah dan ibu Nabi adalah sosok yang sudah memenuhi syarat dari aspek bibit, bebet dan bobot. Tentu saja selain soal agama, karena memang Islam belum diturunkan pada waktu itu. Namun nilai-nilai positif universal yang lain seperti  keturunan yang baik, lingkungan yang sehat dan kepribadian yang berkualitas sudah ada pada diri kedua orang tua Nabi. Itulah sebabnya, Ibnu Ishaq dalam kitab Sirah Nabawiyah menyatakan bahwa Nabi Muhammad adalah “… anak manusia yang paling mulia nasabnya dari sisi ayah dan ibunya.”

Dari penelitian modern kita mengetahui bahwa fisik dan karakter adalah bersifat genetis alias turunan. Artiniya, secara fisik orang tua yang tinggi dan berkulit coklat, misalnya, akan memiliki anak yang kurang lebih sama. Begitu juga dengan karakter. Orang tua yang pelit dan pemarah, besar kemungkinan memiliki anak yang memiliki karakter yang serupa.  Oleh karena itu, memilih pasangan hanya berdasarkan kelebihan fisik adalah suatu kesalahan besar apabila faktor karakter dan perilaku tidak dijadikan prioritas utama.

Allah telah menjadikan Nabi Muhammad sebagai manusia terbaik kepribadiannya sehingga patut dan harus ditiru oleh semua umat Islam seperti tersebut dalam QS Al-Ahzab 33:21. Dan proses pembangunan kepribadian Nabi yang agung dan sempurna dimulai jauh sebelum beliau lahir ke dunia. Yakni, saat ayah dan ibu belaiu memutuskan untuk menikah.[]

——————
[1] Broken home adalah istilah bagi keluarga yang kurang harmonis. Penyebabnya antara lain orang tua sibuk sendiri-sendiri sehingga pendidikan atau perhatian kepada anak kurang atau tidak ada sama sekali.

*Ditulis untuk Buletin SISWA MTS & MA PPA Malang

Kembali ke Atas