fatihsyuhud.net

Buku A. Fatih Syuhud Pengasuh PP Al-Khoirot Malang

Diplomasi Nabi Muhammad

Diplomasi Nabi *
Oleh A. Fatih Syuhud

Nabi adalah insan kamil. Sosok manusia sempurna yang harus menjadi figur idola tidak saja bagi umat Islam tapi juga bagi nonmuslim. Itulah salah satu relevansi firman Allah yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam (QS Al-Anbiya 21:107). Istilah manusia sempurna artinya beliau memiliki perilaku dan kecakapan yang multidemensi di berbagai bidang baik sebagai pribadi maupun sebagai pemimpin. Salah satu dari kemampuan Rasulullah adalah dalam bidang diplomasi. Apa itu diplomasi?

Diplomasi berasal dari bahasa Inggris diplomacy yang artinya :

1. The art or practice of conducting international relations, as in negotiating alliances, treaties, and agreements.

2. Tact and skill in dealing with people.[1]

3. (Government, Politics & Diplomacy) the conduct of the relations of one state with another by peaceful means[2]

(1. Seni atau praktik dalam hubungan internasional, seperti bernegosiasi antar aliansi, membuat perjanjian dan kesepakatan.  2. Taktik dan kemampuan dalam menghadapi berbagai macam  ragam karakter manusia. 3. [Pemerintahan, Politik dan Diplomasi] perilaku terkait relasi satu negara dengan yang lain).

Dari definisi di atas, dapat dimaklumi bahwa istilah diplomasi memiliki dua makna yang agak berbeda. Yang pertama terkait dengan  kemampuan atau kecakapan personal dalam berkomunikasi dengan individu yang lain.  Orang yang diplomatis akan mudah bergaul dengan siapa saja dan akan dipercaya orang untuk mengatasi suatu konflik antar individu. Dengan kata lain, seseorang yang memiliki kecakapan diplomasi adalah figur pemersatu dan itulah yang terjadi pada Nabi sehingga pada zaman jahiliyah sebelum diangkatnya beliau sebagai Rasul, semua orang mencintai Nabi. Dalam Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam disebutkan bagaimana Nabi dapat mengatasi konflik antar-suku di Makkah saat mereka berebut untuk meletakkan Hajar Aswad di salah satu sudut Ka’bah setelah selesainya renovasi Ka’bah.  Konflik antara kepala suku Makkah tersebut sudah berjalan sekitar empat hari dan tiada satu pun yang mau mengalah. Juga, tiada satupun yang mampu memberikan solusi tepat saat dialog dan negosiasi mengalami jalan buntu.  Sehingga pertumpahan darah hampir terjadi. Ibnu Hisyam mengisahkan: [3]

فمكث قريش أربع ليال أو خمسا ، ثم إنهم اجتمعوا في المسجد ، وتشاوروا وتناصفوا ‏‏.‏‏ فزعم بعض أهل الرواية ‏‏:‏‏ أن أبا أمية بن المغيرة بن عبدالله بن عمر بن مخزوم ، وكان عامئذ أسن قريش كلها ؛ قال ‏‏:‏‏ يا معشر قريش اجعلوا بينكم فيما تختلفون فيه أول من يدخل من باب هذا المسجد يقضي بينكم فيه ، ففعلوا ‏‏.‏‏

 فكان أول داخل عليهم رسول الله صلى الله عليه وسلم ؛ فلما رأوه قالوا ‏‏:‏‏ هذا الأمين ، رضينا ، هذا محمد ؛ فلما انتهى إليهم وأخبروه الخبر ، قال صلى الله عليه وسلم ‏‏:‏‏ هلم إلي ثوبا ، فأتى به ، فأخذ الركن فوضعه فيه بيده ، ثم قال ‏‏:‏‏ لتأخذ كل قبيلة بناحية من الثوب ، ثم ارفعوه جميعا ، ففعلوا ‏‏:‏‏ حتى إذا بلغوا به موضعه ، وضعه هو بيده ، ثم بني عليه ‏‏.‏‏

وكانت قريش تسمي رسول الله صلى الله عليه وسلم ، قبل أن ينزل عليه الوحي ‏‏:‏‏ الأمين ‏‏.‏‏

(Suku Quraish tinggal di seputar Ka’bah selama empat atau lima malam. Mereka berkumpul di masjid melakukan perundingan. … lalu tokoh paling sepuh suku Quraish bernama Abu Umayah bin Mughirah bin Abdillah bin Umar bin Makhzum berkata: “Wahai kaum Quraish mintalah keputusan pada orang yang pertama masuk  pintu masjid ini.” Kaum yang sedang berselisih pun setuju.

Ternyata yang masuk pertama adalah Rasulullah. Saat melihat Nabi, mereka serentak mengatakan: “Inilah Al-Amin (orang bijak & dapat dipercaya). Kami rela (apapun yang dia putuskan). Ini adalah Muhammad.” Setelah hal itu dikabarkan pada beliau, Nabi langsung bertindak. “Beri saya kain.” Lalu Nabi meletakkan Hajar Aswad pada kain itu, dan berkata: “Setiap kabilah memegang sisi kain dan mengangkat bersama.” Saat sampai di tempatnya, Nabi meletakkannya dengan tangannya sendiri.

Sebelum turunnya wahyu, kaum Quraish biasa menyebut Nabi dengan panggilan kehormatan al-amin [yang dapat dipercaya].)

Kisah historis di atas hanyalah sekeping fakta bahwa Rasulullah memiliki karakter diplomasi yang melekat pada dirinya sejak belia yang cenderung mencari solusi dari setiap masalah, bukan memperkeruhnya. Menjadi pemersatu dari setiap perselisihan, bukan malah memprovokasi dan memecah belah.

Diplomasi Nabi sebagai Negarawan

Karakter diplomatis inilah yang menjadi “bahan baku” kesuksesan beliau sebagai Nabi dan Rasul dan sebagai negarawan pemersatu umat manusia tidak hanya di kalangan bangsa Arab tapi juga umat muslim secara keseluruhan.  Inilah yang  membuat Michael H. Hart dalam bukunya The 100: A Ranking Of The Most Influential Persons In History menempatkan Nabi Muhammad sebagai tokoh yang menempati ranking nomor 1 di antara 100 tokoh paling berpengaruh dunia sepanjang peradaban umat manusia. [4] Dalam buku tersebut Michael H. Hart menulis:

Dialah Nabi Muhammad satu-satunya manusia dalam sejarah yang berhasil meraih sukses luar biasa baik ditilik dari ukuran agama maupun ruang lingkup duniawi.  Nabi Muhammd berhasil menegakkan dan menyebarkan salah satu dari agama terbesar di dunia, Agama Islam. Dan pada saat yang bersamaan tampil sebagai seorang pemimpin tangguh, tulen, dan efektif. Kini tiga belas abad sesudah wafatnya, pengaruhnya masih tetap kuat dan mendalam serta berakar.

Suku-suku Arab punya tradisi turun temurun sebagai prajurit yang tangguh dan berani. Tapi, jumlah mereka tidaklah banyak dan senantiasa tergoda perpecahan dan saling melabrak satu sama lain. Tapi, Nabi Muhammad telah berhasil (mempersatukan mereka)….[5]

Kemampuan Nabi untuk menjadi pemimpin agama dan negara sekaligus membuat seorang orientalis bernama Montgomery Watt menulis buku berjudul Muhammad: Prophet and Statesman[6] yang menegaskan bahwa Nabi adalah sosok figur Nabi yang multidimensi; tidak hanya sebagai pemimpin urusan agama tapi juga sebagai kepala negara yang melingkupi urusan duniawi.

Seorang pemikir, penyair dan negarawan Prancis bernama Alphonse de Lamartine menuliskan kekagumannya yang mendalam terhadap Nabi Muhammad dengan menyatakan bahwa tidak ada satupun manusia yang pernah hidup di dunia yang lebih hebat dari Muhammad. Dia menulis tentang Rasulullah:

Philosopher, orator, apostle, legislator, warrior, conqueror of ideas, restorer of rational dogmas, of a cult without images; the founder of twenty terrestrial empires and of one spiritual empire, that is Muhammad. As regards all standards by which human greatness may be measured, we may well ask, is there any man greater than he? [7]

(Muhammad adalah seorang filsuf, orator,  Nabi, legislator, prajurit, penakluk ide, pembaharu dogma rasional, pendiri empirium duniawi dan spiritual. Dialah Muhammad.  Berdasarkan standar apapun untuk mengukur kehebatan manusia, kita dapat bertanya, adakah manusia yang lebih hebat darinya?)

Kesimpulan

Nabi Muhammad adalah sosok figur yang patut dan harus diteladani di semua bidang kehidupan manusia. Salah satu sisi menonjol beliau adalah kemampuannya dalam berdiplomasi, dan menghindari kekerasan, untuk mengatasi perselisihan baik antara individu maupun dalam lingkup yang lebih besar yaitu negara. Umat Islam harus dapat meneladani kemampuan diplomasi Nabi ini dengan antara lain selalu berupaya memberi solusi dalam konflik, mencari titik temu dalam perbedaan dan  toleran terhadap kekurangan orang lain. Itulah ciri-ciri pribadi pemersatu yang dimiliki Nabi.[]

[1] The American Heritage® Dictionary of the English Language, (Houghton Mifflin Company: 2009).
[2] Collins English Dictionary – Complete and Unabridged ©, (HarperCollins Publishers: 2003)
[3] Ibnu Hisyam, Sirah Nabawiyah, hlm. 1/197.
[4] Michael H. Hart, The 100: A Ranking Of The Most Influential Persons In History, (Citadel; Revised edition 2000).
[5] Michael H. Hart, Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah, terjemah H. Mahbub Junaidi (Pustaka Jaya: 1989).
[6] William Montgomery Watt,  Muhammad: Prophet and Statesman, (Oxford University Press, USA: 1974).
[7] Alphonse de Lamartine, Histoire De La Turquie (terjemahan Bahasa Inggris), Paris, 1854, vol. II, hlm. 276-277.

Kembali ke Atas