fatihsyuhud.net

Buku A. Fatih Syuhud Pengasuh PP Al-Khoirot Malang

Ikhwanul Muslimin

Ikhwanul Muslimin

Oleh: A. Fatih Syuhud

Nama lengkap gerakan ini adalah Jamaat Al-Ikhwan Al-Muslimin (جماعة الإخوان المسلمين‎). Di Indonesia dikenal dengan sebutan Ikhwanul Muslimin, yang sering disingkat dengan IM. IM adalah gerakan Islam yang berpusat di Mesir yang bercita-cita ingin mendirikan negara berbasis syariah Islam. Dengan demikian, IM adalah gerakan Islam politik, serupa dengan Hizbut Tahrir (HT). Hanya saja, IM lebih luwes dan fleksibel dalam bersikap. Berbeda dengan HT yang bersikeras membentuk sistem pemerintahan dengan nama Khilafah, IM tidak mempermasalahkan nama, yang penting substansi. Oleh karena itu, gerakan ini bisa terlibat secara politik di sejumlah negara yang memungkinannya untuk terlibat aktif. Baik di negara dengan sistem monarki atau demokrasi. Di Mesir, pada saat revolusi Arab Spring 2011, kader IM Muhammad Morsi berhasil menjadi presiden Mesir pertama yang terpilih secara demokratis. Sayang, tidak lama kemudian Morsi dilengserkan oleh kudeta militer. Ia hanya menjabat sebagai presiden Mesir kelima selama setahun antara Juni 2012 sampai Juli 3013.[1]

Di sejumlah negara Timur Tengah, seperti Mesir, Yordania dan Suriah, banyak dari kader IM yang menjadi anggota legislatif. Bahkan di Sudan, Irak, Turki, Qatar, dan Indonesia, aktivis dan simpatisan IM banyak yang berhasil tidak hanya menjadi legislatif, tapi juga menteri dan kepala negara.[2]

Sebagian dari partai dan kalangan politisi di sejumlah negara memiliki hubungan langsung atau hanya terinspirasi oleh garis perjuangan IM. Khusus untuk Indonesia, PKS (Partai Keadilan Sejahtera) memiliki hubungan langsung dengan IM sebagaimana diakui oleh Yusuf Qardhawi, pemimpin spiritual IM.[3]

Gerakan IM ini didirikan oleh Hasan Al-Banna (1906-1949) pada 22 Maret 1928 di Ismailia, Mesir.  Saat ini, IM berkantor pusat di Kairo, Mesir.

Tujuan dan Filosofi Organisasi

Sebagaimana disebut di muka, IM ingin membentuk negara yang berdasarkan pada syariah Islam.  Dalam situs resminya yang berbahasa Inggris, IM menyatakan tujuan dan prinsip pokok dari gerakan ini antara lain: pertama, memperkenalkan Syariah Islam sebagai basis untuk mengontrol urusan negara dan masyarakat. Kedua, untuk menyatukan negara-negara Islam, terutama negara Arab dan membebaskan mereka dari imperialisme asing.[4]

IM kemudian menjelaskan mengapa harus mengimplementasikan syariah Islam dalam suatu negara yang penduduknya mayoritas muslim:

“Sekitar 97% rakyat Mesir adalah muslim. Mayoritas dari mereka mengamalkan ibadah yang diperintahkan Islam. Mereka mentaati syariah, mengamalkannya untuk diri sendiri khususnya ajaran syariah yang pelaksanaannya tidak mengharuskan intervensi dan ijin negara. Akan tetapi urusan legislatif, yudikatif, ekonomi dan sosial didasarkan pada basis non-Islam sehingga menciptakan kesenjangan antara keyakinan rakyat di satu sisi dan bentuk aktivitas yang diatur oleh aturan yang kontradiktif dengan keyakinan rakyat di sisi yang lain. Kurangnya koneksi antara kebijakan negara dan legislatif di satu sisi dan syariah Islam di sisi yang lain berakibat pada munculnya praktik sosial, ekonomi dan politik yang tidak sah secara syariah. Oleh karena itu, wajib bagi Ikhwanul Muslimin dalam situasi semacam ini untuk mengadopsi suatu sistem untuk terciptanya pendidikan Islam yang baik dan penyebaran prinsip dan etika Islam serta pendidikan individu muslim dan masyarakat untuk berkomitmen pada aturan syariah Islam. Karena suatu negara dengan pemerintah yang berkomitmen pada Islam tidak bisa dibentuk tanpa basis populer yang percaya pada sistem Islam dan menyadari pada tujuan utamanya.”[5]

Manhaj Akidah

Aspirasi Ikhwanul Muslimin yang hendak mendirikan negara Islam sah-sah saja. Asal mendapat dukungan rakyat dan tidak berlawanan dengan konstitusi negara, maka sistem apapun yang hendak dipakai tidak ada masalah. Sebagaimana yang terjadi di Aceh, Pakistan dan Sudan. Namun, yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah syariah Islam yang seperti apa? Karena, ada berbagai macam akidah dan madzhab fikih dalam Islam yang pada sebagiannya tidak saling sepakat dengan sebagian yang lain. Bahkan terkadang saling menafikan. Sunni dan Syiah misalnya. Dalam Islam Sunni sendiri, ada sejumlah golongan yang juga belum tentu bisa dipersatukan. Misalnya, antara penganut Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja) dengan kalangan Salafi Wahabi (Sawah).[6] Antara Wahabi[7] dan Hizbut Tahrir, dst.

Secara organisasi, dalam AD/ART, tidak disebutkan secara eksplisit manhaj akidah apa yang harus dianut oleh anggota IM. Oleh karena itu, dalam soal akidah, IM menyerahkan pada keyakinan masing-masing individu. Dalam arti, seorang aktivis IM bisa saja seorang penganut Salafi Wahabi, Jamaah Tabligh,[8] atau pengikut Aswaja.[9] Hal ini bisa dilihat dari manhaj akidah dari para tokoh utama IM berikut ini:

Pertama, Hasan Al Banna. Pendiri dan mursyid aam (ketua umum) IM ini adalah pengagum Muhammad Abduh. Gerakannya juga dipengaruhi oleh ide-ide Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Ini bisa diketahui dari karya tulis Al-Banna terkait tafsir yang selalu mengutip pandangan Muhammad Abduh..[10] Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha adalah tokoh Salafi yang menyerukan agar muslim hanya merujuk pada Al-Quran dan hadits sahih saja tanpa merujuk pada ulama.[11] Sikap yang sama juga ditunjukkan oleh Hasan Al-Banna. Dalam tulisannya di majalah terbitan IM edisi pertama ia mengatakan: “Salah satu ikhwan bertanya padaku tentang kitab tafsir yang paling utama, jawabanku adalah: “Hatimu”. Hati seorang mukmin tidak diragukan lagi adalah tafsir paling utama pada Al-Quran dan jalan terdekat pada pemahaman.”[12]

Namun, sebagian pendapat menyatakan bahwa Hasan Al-Banna adalah seorang sufi penganut tarekat Syadziliyah dan berbaiat pada seorang mursyid bernama Abdul Wahab Al-Hishafi Al-Syadzili.[13] Menurut Abul Hasan Nadwi, komitmennya pada amaliah tarekat Syadziliyah ini berlanjut sampai saat-saat akhir hidupnya.[14]

Begitu juga secara akidah ia penganut aqidah Aswaja (Asy’ariyah Maturidiyah) yang mengecam pandangan tajsim (memfisikkan Allah) dan tasybih (menyerupakan sifat Allah dengan makhluknya) yang dianut Wahabi. Al-Banna menyatakan: “Kaum mujassimah dan musyabbihah bukan bagian dari Islam sama sekali. Ucapan mereka juga tidak benar. Dalam menolak pandangan ini cukuplah dengan mengutip firman Allah dalam QS Asy-Syuro 42:11 dan Al-Ikhlas (112).”[15]  Fakta bahwa kaum Wahabi mengecam Al-Banna dan menganggapnya musyrik karena membolehkan tawasul semakin menguatkan pandangan bahwa ia termasuk pengikut Aswaja.[16]

Kedua, Sayid Qutub (1906-1966) adalah tokoh kedua IM yang paling populer secara global setelah Hasan Al-Banna walaupun ia tidak pernah memegang jabatan sebagai mursyid aam di IM.  Berbeda dengan Hasan Al-Banna, Sayid Qutub cenderung mengikuti paham Salafi. Kalangan Salafi Wahabi mengakui bahwa Sayid Qutub secara tauhid menganut tauhid yang sama dengan mereka yakni tauhid trinitas meliputi tauhid uluhiyah, rububiyah dan asma was sifat.[17] Kalangan Aswaja sendiri menganggap bahwa setelah dua tahun tinggal di Amerika, ia yang asalnya adalah penyair liberal, terpengaruh oleh pemikiran Abul A’la Maududi yang keras dan ekstrim. Termasuk ideologi takfiri kepada sesama muslim walaupun sudah membaca syahadat. Sebagian ulama Aswaja menganggap Sayid Qutub terpengaruh pemikiran Khawarij.[18] Bahkan ia dianggap sebagai pelopor awal pemikiran Salafi Jihadi.[19] Di IM ia menjabat sebagai pemimpin redaksi majalah mingguan Al-Ikhwan Al-Muslimin, dan kemudian menjadi Dewan Penasihat IM, salah satu posisi tertinggi di organisasi.[20]

Ketiga, Umar Al-Tilmisani. Ia adalah pemimpin IM ketiga yang menduduki jabatan sebagai al-mursyidul aam antara 1972 sampai 1986. Al-Tilmisani adalah pengikut tarekat, sama dengan Hasan Al-Banna. Ini bisa dilihat dari sejumlah tulisannya tentang para wali dan tawasul. Antara lain di buku Syahid Al-Mihrab ia menyatakan: “Tidak ada gunanya bersikap ekstrim dengan mengingkari pada yang berkeyakinan pada karomah para wali dan mengunjungi mereka di kuburannya yang suci dan berdoa di kuburan mereka saat susah .. Pada kuburan orang salih akan turun rahmat dan berkah Allah ..”[21]

Netral Akidah dan Madzhab

Dari tiga individu yang berasal dari tokoh IM yang saya ambil sebagai contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa  secara akidah, IM membebaskan anggotanya untuk memilih. Karena, gerakan ini cenderung fokus pada program yang bersifat pendidikan dan politik. Dari segi menjaga netralitas antar-golongan, maka IM dapat diserupakan dengan Jamaah Tabligh (JT), suatu gerakan dakwah global yang berpusat di New Delhi, India.[22] Sehingga kader IM tidak bisa dipastikan didominasi oleh muslim dengan akidah tertentu. Pada kasus IM di Indonesia yang termanifestasi pada Partai Keadilan Sejahtera (PKS), kader IM kebetulan banyak yang menganut paham Salafi Wahabi. Karena, mayoritas kelompok elitnya adalah lulusan perguruan tinggi negeri Arab Saudi atau cabangnya yang ada di Indonesia seperti LIPIA (Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Bahasa Arab).

Gerakan Islam politik atau dakwah yang netral akidah dan madzhab seperti IM dan JT memiliki plus dan minus. Nilai positifnya adalah ia bersifat akomodatif dan merangkul seluruh golongan dalam Islam yang memiliki tujuan yang sama secara politis walaupun berbeda secara akidah. Namun dari sisi negatifnya, gerakan seperti ini akan sangat mudah disusupi oleh kelompok yang berideologi ekstrim dan mempengaruhi muslim yang asalnya beraliran moderat seperti Aswaja menjadi radikal. Umumnya, aliran yang ekstrim memenangkan perebutan pengaruh ini karena mereka biasanya lebih agresif dan militan dalam mempengaruhi dan merekrut jamaah baru.

Cinta Damai atau Pro Kekerasan?

Sebagian kalangan di Barat memandang IM sebagai organisasi Islam politik yang awalnya pernah memakai dan mendukung cara-cara kekerasan walaupun berubah pada akhirnya. Mary Cane menyatakan: “Beberapa kali dalam rekam jejaknya, IM telah menggunakan dan mendukung kekerasan dan beberapa kali dilarang di Mesir karena berusaha menggulingkan pemerintah sekuler Mesir. Namun, sejak 1970-an, IM Mesir menolak kekerasan dan berpartisipasi dalam politik Mesir.”[23] Namun menurut Jeremy Bowen, gerakan ini menganut ideologi non-kekerasan walaupun dalam beragama cenderung konservatif.[24] IM bahkan mengecam terorisme dan serangan di Twin Tower New York pada 9 September 2011.[25]

Sikap IM yang non-kekerasan (tapi dulu pernah melakukan aksi kekerasan) ini dibenarkan oleh Yusuf Qardhawi, ulama kharismatik asal Mesir yang menjadi penasihat spiritual tidak resmi IM. Dalam wawacaranya dengan sebuah stasiun TV Qardhawi menyatakan: “IM tidak pernah menggunakan senjata kecuali untuk melawan penjajahan Inggris. Peristiwa kekerasan yang pernah terjadi adalah dalam kasus pembunuhan Al-Khazendar.[26] Akan tetapi Al-Banna tidak menyadari hal itu dalam arti itu dilakukan tanpa diorganisir oleh pimpinan IM. Sejak itu, tidak pernah lagi terjadi aksi kekerasan yang dilakukan oleh IM.”[27]

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa IM adalah gerakan Islam politik non ideologis. Sehingga aliran ideologis manapun bisa masuk di dalamnya. Sayangnya, dalam konteks Indonesia, mayoritas anggota IM adalah mereka yang berasal dari aliran ideologis ekstrim seperti Salafi Wahabi. Selain itu, IM akan sulit berkembang di Indonesia karena dua organisasi besar Islam, NU dan Muhammadiyah, sudah sepakat untuk menjadikan Pancasila sebagai dasar negara.[]

CATATAN AKHIR

[1] “Morsi told he is no longer the president”. The Washington Post. 3 Juli 2013, washingtonpost.com

[2] Tulisan komprehensif tentang aktivis IM yang menduduki jabatan penting di berbagai negara, lihat, Alison Pargeter, The Muslim Brotherhood: From Opposition to Power, (Saqi Books:2013)

[3] Yusuf Qaradhawi, Umat Islam Menyongsong Abad ke-21, (Era Intermedia, 2001), hlm. 92.

[4] “The Principles of The Muslim Brotherhood”, http://www.ikhwanweb.com/article.php?id=813

[5] “The Principles of The Muslim Brotherhood”, ibid.

[6] Ini kalau kita menganggap Salafi Wahabi bukan bagian dari Ahlussunnah Wal Jamaah.

[7] Salafi Wahabi bermakna berakidah dan berfikih ala Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdil Wahab.

[8] Lihat, “Jamaah Tabligh, Gerakan Sesat?”, fatihsyuhud.net

[9] Aswaja atau Ahlussunnah Wal Jamaah berarti berakidah Asy’airyah – Maturidyah dan berfikih madzhab emat.

[10] Lihat misalnya “Tafsir Al-Fatihah” dalam Majallah Al-Syihab, edisi 2, 23 Shafar 1367 H/ 14 Desember 1947 M.

[11] Malise Ruthven, Islam in the World, (Penguin:1984). hlm. 311.. Al Banna berkata: ومن وصايا الأستاذ الإمام الشيخ محمد عبده -رحمه الله- لبعض تلامذته: “وأدم قراءة القرآن، وفهم أوامره ونواهيه، ومواعظه وعِبَره كما كان يتلى على المؤمنين أيام الوحى

[12] “Tafsir Al-Fatihah” dalam Majallah Al-Syihab, edisi 1, hlm. 10, 1-23 Muharam 1367 H / 14 Nopember 1947. Teks asal: فقد سألنى أحد الإخوان عن أفضل التفاسير وأقرب طرق الفهم لكتاب الله تبارك وتعالى، فكان جوابى على سؤاله هذا هذه الكلمة: “قلبك”، فقلب المؤمن ولا شك هو أفضل التفاسير لكتاب الله تبارك وتعالى، وأقرب طرائق الفهم

[13] “Aqidat Al-Syaikh Hasan Al-Banna”, http://www.sunnaonline.org/text.php?action=show&id=1165

[14] Abul Hasan Nadwi, Al-Tafsir Al-Siyasi lil Islam, hlm. 138-139. Teks asal: إنه كان في أول أمره – كما صرح بنفسه – في الطريقة الحصافية الشاذلية ، وكان قد مارس أشغالها وأذكارها وداوم عليها مدة ، وقد حدّثني كبار رجاله وخواص أصحابه أنه بقي متمسكاً بهذه الأشغال والأوراد إلى آخر عهده وفي زحمة أعماله

[15] “Aqidat Al-Syaikh Hasan Al-Banna,”. Ibid. Teks asal: المجسمة والمشبهة ليسوا من الإسلام في شيء وليس لقولهم نصيب من الصحة ويكفي في الرد عليهم قول الله تبارك وتعالى (لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ) (الشورى، 11)، وقوله تعالى (قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ اللهُ الصَّمَدُ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ)”

[16] “Hasan Al Banna wal Aqidat As-Salafiyah”, http://www.kulalsalafiyeen.com/vb/showthread.php?t=42739

[17] “Manhaj Sayyid Qutub fil Aqidah”, https://ar.islamway.net/

[18] “Aqidat Al-Syaikh Hasan Al-Banna”, op.cit.

[19] “Hiwar ma’al Khabir Al-Tunisi Abdul Latif Al-Harmasi haul Al-Tanzhimat Al-Salafiyah fil Maghrib Al-Arabi .. Al-Zhahirah wal Ab’ad”, Swiss Info 30 Nopember 2007.

[20]  “Islamism, fascism and terrorism (Part 2)” oleh Marc Erikson; 8 November 2002, Asia Times Online.

[21] Umar Tilmisani, Syahid Al-Mihrab, hlm. 196. Teks: فلا داعي إذن للتشدد في النكير على من يعتقد في كرامة الأولياء واللجوء إليهم في قبورهم الطاهرة والدعاء فيها عند الشدائد … فعلى مقابر الصالحين تتنزل رحمات الله وبركاته

[22] “Jamaah Tabligh”, fatihsyuhud.net

[23] Mary Crane,. “Does the Muslim Brotherhood Have Ties to Terrorism”, Council on Foreign Relations. 1 May 2009, http://www.cfr.org/publication/9248/.

[24] “Egypt unrest: What if Mubarak goes?”. BBC News. 31 Januari 2011

[25] “Muslim Brother Hood Condemns 9/11 attack”, http://www.unc.edu/~kurzman/terror.htm

[26] Ahmad Al-Khazindar adalah seorang hakim Mesir yang dibunuh anggota IM pada Maret 1948.

[27] Dalam wawancara dengan stasiun televisi Dream channel; Al-`Ashratu Masa’a (Jam 10 Malan) 2/9/2006.

Kembali ke Atas