Hukum Gugat Cerai (Khuluk) yang dilakukan istri pada suami dalam Islam adalah sah dengan syarat yang ditentukan suami. Dalam khuluk yang menceraikan tetap suami dengan meminta imbalan tertentu pada istri seperti kembalinya mahar atau harta lain.
Oleh A. Fatih Syuhud
Dalam konteks pemtusan hubungan perkawinan, ada tiga metode dan istilah yang dipakai dalam fiqih Islam yaitu cerai talak (talaq), gugat cerai (khuluk), dan fasakh. Cerai talak adalah pemutusan hubungan perkawinan yang dilakukan oleh suam sedangkan gugat cerai adalah permintaan pemutusan hubungan perkawinan yang dilakukan oleh istri. Dalam literatur kitab fiqih klasik, gugat cerai disebut juga dengan khulu’. Uraian di bawah umumnya berdasarkan pada fiqih madzhab Syafi’i.
Dalil Dasar
Dasar hukum dari masalah gugat cerai atau khulu’ adalah Al-Quran dan hadits. Dalam QS Al-Baqarah: 229-230 Allah berfirman:
الطَّلاَقُ مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ وَلاَ يَحِلُّ لَكُمْ أَن تَأْخُذُواْ مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئاً إِلاَّ أَن يَخَافَا أَلاَّ يُقِيمَا حُدُودَ اللّهِ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ يُقِيمَا حُدُودَ اللّهِ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ تِلْكَ حُدُودُ اللّهِ فَلاَ تَعْتَدُوهَا وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ اللّهِ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ . فَإِن طَلَّقَهَا فَلاَ تَحِلُّ لَهُ مِن بَعْدُ حَتَّىَ تَنكِحَ زَوْجاً غَيْرَهُ فَإِن طَلَّقَهَا فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَن يَتَرَاجَعَا إِن ظَنَّا أَن يُقِيمَا حُدُودَ اللّهِ وَتِلْكَ حُدُودُ اللّهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Artinya: Talak (yang dapat dirujuk) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami-istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri utuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zalim. Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia menikah dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikanya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan istri) untuk menikah kembali, jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.
Adapun dalil haditsnya adalah sebuah hadits sahih yang mengisahkan tentang istri Tsabit bin Qais bin Syammas bernama Jamilah binti Ubay bin Salil yang datang pada Rasulullah dan meminta cerai karena tidak mencintai suaminya. Rasulullah lalu menceraikan dia dengan suaminya setelah sang istri mengembalikan mahar.[1]
Definisi Khulu’
Definisi khuluk menurut madzhab Syafi’i adalah sebagai berikut:
الخلع شرعا هو اللفظ الدال على الفراق بين الزوجين بعوض متوفرة فيه الشروط الآتي بيانها في شروط العوض فكل لفظ يدل على الطلاق صريحا كان أو كناية يكون خلعا يقع به الطلاق البائن وسيأتي بيان ألفاظ الطلاق في الصيغة وشروطها
(Khulu’ secara syariah adalah kata yang menunjukkan atas putusnya hubungan perkawinan antara suami istri dengan tebusan [dari istri] yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Setiap kata yang menunjukkan pada talak, baik sharih atau kinayah, maka sah khulu-nya dan terjadi talak ba’in.) [2]
Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari mendefinisikan khuluk demikian:
الخلع هو أن تفتدي المرأة نفسها بمال تدفعه لزوجها، أو هو فراق الزوجة على مال
(Khuluk adalah istri yang menebus dirinya sendiri dengan harta yang diberikan pada suami atau pisahnya istri dengan membayar sejumlah harta).[3]
Hukum Khuluk
Adapun hukum asal dari gugat cerai adalah boleh. Imam Nawawi menyatakan:
وأصل الخلع مجمع على جوازه ، وسواء في جوازه خالع على الصداق أو بعضه ، أو مال آخر أقل من الصداق ، أو أكثر ، ويصح في حالتي الشقاق والوفاق ،
(Hukum asal dari khulu’ adalah boleh menurut ijmak ulama. Baik tebusannya berupa seluruh mahar atau sebagian mahar atau harta lain yang lebih sedikit atau lebih banyak. Khulu’ sah dalam keadaan konflik atau damai.)[4]
Al-Jaziri membagi hukum khuluk menjadi boleh, wajib, haram, dan makruh:
الخلع نوع من الطلاق لأن الطلاق تارة يكون بدون عوض وتارة يكون بعوض والثاني هو الخلع وقد عرفت أن الطلاق يوصف بالجواز عند الحاجة التي تقضي الفرقة بين الزوجين وقد يوصف بالوجوب عند عجز الرجل عن الإنفاق والاتيان وقد يوصف بالتحريم إذا ترتب عليه ظلم المرأة والأولاد وقد يوصف بغير ذلك من الأحكام المتقدم ذكرها هناك على أن الأصل فيه المنع وهو الكراهة عند بعضهم والحرمة عند بعضهم ما لم تفض الضرورة إلى الفراق
(Khuluk itu setipe dengan talak. Karena, talak itu terkadang tanpa tebusan dan terkadang dengan tebusan. Yang kedua disebut khuluk. Seperti diketahui bahwa talak itu boleh apabila diperlukan. Terkadang wajib apabila suami tidak mampu memberi nafkah. Bisa juga haram apabila menimbulkan kezaliman pada istri dan anak. Hukum asal adalah makruh menurut sebagian ulama dan haram menurut sebagian yang lain selagi tidak ada kedaruratan untuk melakukannya).[5]
As-Syairazi dalam Al-Muhadzab menyatakan bahwa khuluk itu boleh secara mutlak walaupun tanpa sebab asalkan kedua suami istri sama-sama rela. Apalagi kalau karena ada sebab, baik sebab yang manusiawi seperti istri sudah tidak lagi mencintai suami; atau sebab yang syar’i seperti suami tidak shalat atau tidak memberi nafkah.
إذا كرهت المرأة زوجها لقبح منظر أو سوء عشرة وخافت أن لا تؤدي حقه جاز أن تخالعه على عوض لقوله عز و جل { فإن خفتم أن لا يقيما حدود الله فلا جناح عليهما فيما افتدت به } [ البقرة : 229 ] وروي أن جميلة بنت سهل كانت تحث ثابت بن قيس بن الشماس وكان يضربها فأتت إلى النبي ( ص ) وقالت : لا أنا ولا ثابت وما أعطاني فقال رسول الله ( ص ) [ خذ منها فأخذ منها فقعدت في بيتها ] وإن لم تكره منه شيئا وتراضيا على الخلع من غير سبب جاز لقوله عز و جل { فإن طبن لكم عن شيء منه نفسا فكلوه هنيئا مريئا } [ النساء : 4 ]
(Apabila istri tidak menyukai suaminya karena buruk fisik atau perilakunya dan dia kuatir tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri, maka boleh mengajukan gugat cerai dengan tebusan karena adanya firman Allah dalam QS Al Baqaran 2:229 dan hadits Nabi dalam kisab Jamilah binti Sahl, istri Tsabit bin Qais. … Apabila istri tidak membenci suami akan tetapi keduanya sepakat untuk khuluk tanpa sebab maka itupun dibolehkan karena adanya firman Allah dalam QS An Nisa 4:4).[6]
Talak Ba’in Bainunah Sughro
Pasangan suami istri yang bercerai dengan cara khuluk maka perceraiannya disebut dengan talak ba’in bainunah sughro (talak bain kecil). Sering disingkat dengan talak bain sughra Talak bain sughra adalah talak yang tidak boleh dirujuk tapi boleh akad nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam iddah.[7] Ini berbeda halnya dengan talak bain kubro atau talak tiga di mana suami tidak bisa lagi kembali ke istri kecuali setelah istri menikah dengan lelaki lain sebagaimana disebut dalam QS Al-Baqarah 2:230.[8]
Dalam konsekuensi talak bain sughro, Wahbah Al Zuhaili, seorang ulama fiqih kontemporer, menyatakan:
البائن بينونة صغرى: يظهر أثر الطلاق البائن بينونة صغرى فيما يأتي بالاتفاق زوال الملك لا الحل بمجرد الطلاق: يحرم الاستمتاع مطلقاً والخلوة بعده ساعة الطلاق، ولا يحق مراجعة المرأة إلا بعقد جديد، ولكن يبقى الحل، سواء في العدة أم بعدها بعقد جديد. نقص عدد الطلقات التي يملكها الزوج كالطلاق الرجعي..
(… konsekuensi hukum dari talak bain bainunah sughra menurut ijmak ulama adalah (a) hilangnya kepemilikan, bukan kehalalan, karena talak. (b) Haram istimta’[bercumbu] secara mutlak dan khalwat [berduaan] setelahnya pada waktu talak. (c) Suami tidak boleh rujuk pada istri kecuali dengan akad yang baru. (d) boleh menikah lagi baik dalam masa iddah atau setelahnya dengan akad yang baru. (e) Quota talak yang dimiliki suami menjadi berkurang sebagaimana talak raj’i.)[9]
Sebagaimana diketahui ada tiga macam pemutusan hubungan perkawinan yaitu fasakh, talak raj’i dan talak bain. Talak bain terdiri dari dua macam yaitu talak bain shughra dan kubra. Kalau talak raj’i adalah talak satu dan talak dua di mana suami boleh kembali atau rujuk pada istri selama masa iddah tanpa harus ada akad nikah baru.
Talak bain sughro adalah istilah yang kurang begitu dikenal di kalangan ahli fiqih salaf. Istilah yang dikenal saat itu adalah talak bain bainunah kubro atau bainunah muharromah. Sedangkan bain sughro disebut dengan talak bain saja.[10]
Istilah bainunah sughro baru dikenal dalam literatur fiqih kontemporer (khalaf). Seperti dalam kitab Fiqhus Sunnah, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, Al-Mausuah al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, al-Fiqh alal Madzahib al-Arbaah.[11]
Khuluk di Luar Pengadilan
Khuluk, sebagaimana halnya talak, dapat dilakukan secara langsung antara suami istri tanpa melibatkan hakim dan pengadilan agama. Seperti dikatakan Imam Nawawi dalam Al-Majmuk Syarh al-Muhadzab:
ويجوز الخلع من غير حاكم لأنه قطع عقد بالتراضي جعل لدفع الضرر، فلم يفتقر إلى الحاكم كالإقالة في البيع.
(Khuluk dapat dilakukan tanpa hakim karena khuluk merupakan pemutusan akad dengan saling sukarela yang bertujuan untuk menolak kemudaratan. Oleh karena itu ia tidak membutuhkan adanya hakim sebaagaimana iqalah dalam transaksi jual beli).[12]
Walaupun khuluk dapat dilakukan di luar pengadilan, namun secara formal itu tidak diakui negara. Untuk mengesahkannya secara legal formal menurut undang-undang Indonesia, maka pihak yang berperkara tetap harus mengajukannya ke Pengadilan Agama.[13] Harus juga dinginat, bahwa proses perceraian di Pengadilan Agama dapat dilakukan apabila memenuhi sejumlah persyaratan yang ditentukan. Seperti, terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), suami tidak memberi nafkah, ditinggal suami selama 2 tahun berturut-turut, dan lain-lain.[14]
Khuluk di Pengadilan Agama
Suatu gugatan perceraian akan diakui negara dan akan memiliki kekuatan legal formal apabila dilakukan di Pengadilan Agama dan diputuskan oleh seorang Hakim. [15]
Untuk mengajukan gugatan cerai atau khulu’, seorang istri atau wakilnya dapat mendatangi Pengadilan Agama (PA) di wilayah tempat tinggalnya. Bagi yang tinggal di Luar Negeri, gugatan diajukan di PA wilayah tempat tinggal suami. Bila istri dan suami sama-sama tinggal di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama di wilayah tempat keduanya menikah dulu, atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat. [16]
Berbeda dengan khuluk yang dilakukan di luar Pengadilan, maka gugat cerai yang diajukan melalui lembaga pengadilan harus memenuhi syarat-syarat antara lain:
a. Suami berbuat zina, pemabuk, pemadat, penjudi dan sebagainya;
b. suami meninggalkan anda selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa ada ijin atau alasan yang jelas dan benar, artinya: suami dengan sadar dan sengaja meninggalkan anda;
c. suami dihukum penjara selama (lima) 5 tahun atau lebih setelah perkawinan dilangsungkan;
d. suami bertindak kejam dan suka menganiaya anda;
e. suami tak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami karena cacat badan atau penyakit yang dideritanya;
f. terjadi perselisihan dan pertengkaran terus menerus tanpa kemungkinan untuk rukun kembali;
g. suami melanggar taklik-talak yang dia ucapkan saat ijab-kabul;
h. suami beralih agama atau murtad yang mengakibatkan ketidaakharmonisan dalam keluarga.[17]
Syarat-syarat di atas tentu saja harus disertai dengan adanya saksi dan bukti-bukti yang menguatkan gugatan.
Gugat Cerai Tanpa Kerelaan Suami
Gugat cerai pada dasarnya harus dilakukan atas sepengetahuan dan kerelaan suami. Karena pihak yang memberi kata cerai dalam khuluk adalah suami. Jadi, kalau suami tidak rela atau tidak mau meluluskan gugatan perceraian istri, maka khuluk tidak bisa terjadi.
Namun demikian, dalam situasi tertentu Hakim di Pengadilan Agama dapat meluluskan gugat cerai tanpa persetujuan atau bahkan tanpa kehadiran suami apabila berdasarkan pertimbangan tertentu Hakim menganggap bahwa perceraian itu lebih baik bagi pihak penggugat yaitu istri. Misalnya, karena terjadinya konflik yang tidak bisa didamaikan, atau suami tidak bertenggung jawab, terjadi KDRT yang membahayakan istri dan lain sebagainya.[18] Dalam konteks ini, maka hakim dapat menceraikan keduanya bukan dalam akad khuluk tapi talak biasa. Dalam Al-Mausuah Al-Fiqhiyah dinyatakan:
وبضرر زوج لزوجته – نحو: لم نزل نسمع عن الثقات وغيرهم أنه يضارها فيطلقها عليه الحاكم
(Disebabkan perilaku suami yang membahayakan istri, misalnya ada berita dari sejumlah sumber terpercaya bahwa suami melakukan kekerasan pada istri, maka hakim dapat menceraikan keduanya.)[19]
Apabila suami tidak memiliki kesalahan signifikan pada istri, hanya istri kurang menyukai suami dan kuatir tidak dapat memenuhi hak-hak suami dan kewajibannya sebagai istri, maka istri dapat mengajukan khuluk dan sunnah bagi suami untuk meluluskannya. Apabila suami tidak rela dan tidak mau, maka ada dua pendapat ulama. Pendapat pertama, hakim tidak boleh memaksa suami. Konsekuensinya, hakim tidak dapat menceraikan mereka. Ini pandangan mayoritas ulama, termasuk madzhab Syafi’i.
Pendapat kedua, hakim boleh memaksakan kehendak istri untuk bercerai walaupun suami tidak rela. Pandangan ini terutama berasal dari madzhab Hanbali. Al-Mardawi dalam Al-Inshaf: menyatakan:
وإذا كانت المرأة مبغضة للرجل وتخشى أن لا تقيم حدود الله في حقه فلا بأس أن تفتدي نفسها منه، فيباح للزوجة ذلك والحالة هذه على الصحيح من المذهب وعليه أكثر الأصحاب وجزم الحلواني بالاستحباب، وأما الزوج فالصحيح من المذهب أنه يستحب له الإجابة إليه وعليه الأصحاب. واختلف كلام الشيخ تقي الدين رحمه الله في وجوب الإجابة إليه. وألزم به بعض حكام الشام المقادسة الفضلاء
(Apabila istri marah pada suami dan takut tidak dapat menjalankan perintah Allah dalam memenuhi hak-hak suami maka istri boleh melakukan gugat cerai. … Al-Halwani menyatakan gugat cerai dalam konteks ini sunnah. Adapun suami maka menurut pendapat yang sahih adalah sunnah mengabulkan permintaan istri. Syekh Taqiuddin dan sebagian hakim Suriah menyatakan bahwa suami wajib memenuhi permintaan istri.)[20]
Ibnu Uthaimin, ulama Hanbali kontemporer, menyatakan:
لو أننا ما تمكنا من الجمع بين الزوجين بأي حال من الأحوال، فأبى أن يطلق، وأبت هي أن تبقى عنده، فذهب بعض أهل العلم إلى وجوب الخلع حينئذ بشرط أن ترد عليه المهر كاملاً، ذهب إلى هذا بعض علماء الحنابلة، وشيخ الإسلام
(Seandainya kita tidak memungkinkan mendamaikan kedua suami istri, lalu suami menolak untuk menceraikan istri, sedang istri menolak hidup bersama suami, maka ulama berpendapat atas wajibnya khuluk dengan syarat istri harus mengembalikan mahar secara penuh. Ini juga pendapat sebagian ulama madzhab Hanbali, termasuk Ibnu Taimiyah)[21]
Dari pandangan di atas, maka Abdullah bin Baz, salah satu ulama madzhab Hanbali saat ini, berpendapat bahwa hakim boleh mengabulkan permintaan istri walau tanpa persetujuan dan kehadiran suami di pengadilan seperti dinyatakna dalam salah satu fatwanya berikut.
وإذا امتنع الزوج عن الحضور مع المرأة المذكورة إلى المحكمة وجب على الحاكم فسخها من عصمته ، إذا طلبت ذلك وردت عليه جهازه للحديثين السابقين وللمعنى الذي جاءت به الشريعة واستقر من قواعدها
(Apabila suami menolak untuk hadir ke pengadilan bersama istri yang mengajukan gugat cerai, maka wajib bagi hakim untuk menceraikannya apabila istri meminta hal itu dengan mengembalikan maharnya dengan dasar dua hadits di atas dan karena makna dan ketetapan yang terkandung dalam syariah dan tujuannya).[22]
Pandangan ini berdsarkan pada hadits yang menceritakan kisah istri Tsabit bin Qais di atas.[23]
Kesimpulan
Khuluk atau gugat cerai dari seorang istri pada suami hukumnya boleh dan sah dilakukan kapan saja baik dalam damai atau karena konflik rumah tangga. Karena faktor kesalahan suami atau karena istri tidak lagi mencintai suami. Dengan syarat adanya kerelaan suami. Dan dapat dilakukan di depan pengadilan atau di luar pengadilan.
Gugat cerai di Pengadilan Agama yang disebabkan oleh perilaku suami yang tidak bertanggungjawab dapat diluluskan oleh hakim dengan sistem talak (bukan khuluk) tanpa perlu persetujuan suami.
Adapun gugat cerai yang murni karena istri tak lagi mencintai suami, bukan karena kesalahan suami, maka suami disunnahkan untuk menerima permintaan istri. Dalam konteks ini, maka ulama berbeda pendapat apakah hakim berhak menceraikan mereka secara khuluk atau tidak.[]
Footnote dan Referensi
[1] Hadits riwayat Bukhari no. 4973; riwayat Baihaqi dalam Sunan al-Kubro no. 15237; Abu Naim dalam Al-Mustakhroj no. 5275; Teks asal dari Sahih Bukhari sebagai berikut:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ جَاءَتِ امْرَأَةُ ثَابِتِ بْنِ قَيْسِ بْنِ شَمَّاسٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللهِ مَا أَنْقِمُ عَلَى ثَابِتٍ فِي دِينٍ وَلَا خُلُقٍ إِلَّا أَنِّي أَخَافُ الْكُفْرَ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَتَرُدِّينَ عَلَيْهِ حَدِيقَتَهُ فَقَالَتْ نَعَمْ فَرَدَّتْ عَلَيْهِ وَأَمَرَهُ فَفَارَقَهَا
[2] Al-Jaziri dalam Al-Fiqh ala Al-Madzahib Al-Arba’ah, IV/185 mengutip definisi khuluk menurut madzhab Syafi’i.
[3] Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari, IX/490; Mu’jam Al-Mustalahat al-Fiqhiyah, II/46 – 48).
[4] Abu Syaraf An-Nawawi dalam Raudah at-Talibin 7/374; Al-Hashni dalam Kifayatul Akhyar, III/40.
[5] Al-Jaziri dalam Al-Fiqh ala Al-Madzahib Al-Arba’ah, IV/186.
[6] As-Syairozi, Al-Muhadzab, II/289.
[7] KHI (Kompilasi Hukum Islam) , Bab XVI Pasal 119
[8] QS Al-Baqarah 2:230 فإن طلقها فلا تحل له من بعد حتى تنكح زوجا غيره , فإن طلقها فلا جناح عليهما أن يتراجعا إن ظنا أن يقيما حدود الله , وتلك حدود الله يبينها لقوم يعلمون
[9] Wahbah Zuhaili, dalam Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, IX/415.
[10] Lihat misalnya dalam Nihayatul Muhtaj ila Syarhil Minhaj, XXII/63; Ianah at-Talibin, IV/165.
[11] Masing-masing ditulis oleh Sayyid Sabiq, Wahbah Zuhaili, Kumpulan ulama Kuwait, Al-Jaziri.
[12] Imam Nawawi, Al-Majmuk Syarh al-Muhadzab, XVII/13.
[13] KHI (Kompilasi Hukum Islam) , Bab XVI Pasal 114
[14] KHI (Kompilasi Hukum Islam) , Bab XVI Pasal 116.
[15] Pasal 1 Bab I Ketentuan Umum PP No 9/1975 tentang Pelaksanaan UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
[16] Pasal 73 UU No 7/89 tentang Peradilan Agama.
[17] Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam jo Pasal 19 PP No 9 tahun 1975.
[18] Sayyid Sabiq dalam Fiqhus Sunnah, II/290.
[19] Al-Mausuah Al-Fiqhiyah, XII/285.
Yusuf Qaradaw sepakat dalam hal ini. Dia menyatakan dalam fatwanya: إذا كان الزوج مضار أو مؤذياً لها فمن حق المحكمة أن تطلقها وأن تجبره على تطليقها، فالطلاق في يد الرجل في الإسلام، فماذا تفعل المرأة؟ أمامها عدة أشياء عند الخلاف، أحياناً التحكيم (وإن خفتم شقاق بينهما، فابعثوا بحكم من أهله وحكماً من أهلها)، عن الصحابة( إن شاءا أن يجمعا جمعا، وإن شاءا أن يفرقا فرقا). وعندها القاضي يطلق للإعسار، أو للضرر أو الضرار، وأن كان هناك ضرر شرعي فمن حق المحكمة أن تحكم بالطلاق وبما أنه يعيش هناك آمناً ويرتضي قوانينهم (والذين آمنوا ولم يهاجروا ما لكم من ولايتهم من شيء حتى يهاجروا، وإن استنصروكم في الدين فعليكم النصر إلا على قوم بينكم وبينهم ميثاق). (lLink: http://www.qaradawi.net/2010-02-23-09-38-15/4/687.html)
[20] Al-Mardawi, Al-Inshaf, VIII/382.
[21] Ibnu Uthaimin, Syarhul Mumtik ala Syarhil Mustaqnik, XII/480. Teks fawa selengkapnya: لو أننا ما تمكنا من الجمع بين الزوجين بأي حال من الأحوال، فأبى أن يطلق، وأبت هي أن تبقى عنده، فذهب بعض أهل العلم إلى وجوب الخلع حينئذ بشرط أن ترد عليه المهر كاملاً، ذهب إلى هذا بعض علماء الحنابلة، وشيخ الإسلام ـ رحمه الله ـ يقول عنه تلميذه ابن مفلح: إن شيخنا اختلف كلامه في هذه الصورة، هل يجب الخلع أو لا؟ مع أن بعض علماء الحنابلة صرح بوجوب الخلع والإلزام به، واستدلوا بأن الرسول صلّى الله عليه وسلّم قال لثابت ـ رضي الله عنه ـ: «خذ الحديقة وطلقها» ، وقالوا: الأمر للوجوب؛ ولأنه لا سبيل إلى فك هذا النزاع والشقاق إلا بهذا الطريق، وفك النزاع والشقاق بين المسلمين أمر واجب، وما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب، وهذا القول هو الصحيح؛ لأنه لا مضرة عليه، فماله قد جاءه، وبقاؤهما هكذا، هي معلقة لا يمكن أن تتزوج، وهو كذلك غير موفق في هذا النكاح لا ينبغي.
[22] Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Majmuk Fatawa, XXI/259 .. Teks lengkap fatwanya sebagai berikut: مثل هذه المرأة يجب التفريق بينها وبين زوجها المشار إليه إذا دفعت إليه جهازه؛ لقول النبي صلى الله عليه وسلم لثابت بن قيس لما أبغضته زوجته وطلبت فراقه وسمحت برد حديقته إليه: ((اقبل الحديقة وطلقها تطليقة) رواه البخاري في صحيحه، ولأن بقاءها في عصمته والحال ما ذكر يسبب عليها أضرارا كثيرة، وقد قال النبي صلى الله عليه وسلم: ((لا ضرر ولا ضرار)) ، ولأن الشريعة جاءت بتحصيل المصالح وتكميلها، وتعطيل المفاسد وتقليلها، ولا ريب أن بقاء مثل هذه المرأة في عصمة زوجها المذكور من جملة المفاسد التي يجب تعطيلها وإزالتها والقضاء عليها، وإذا امتنع الزوج عن الحضور مع المرأة المذكورة إلى المحكمة وجب على الحاكم فسخها من عصمته إذا طلبت ذلك وردت عليه جهازه؛ للحديثين السابقين، وللمعنى الذي جاءت به الشريعة واستقر من قواعدها، وأسأل الله أن يوفق قضاة المسلمين؛ لما فيه صلاح العباد والبلاد؛ ولما فيه ردع الظالم من ظلمه، ورحمة المظلوم وتمكينه من حقه، وقد قال الله سبحانه: وَإِنْ يَتَفَرَّقَا يُغْنِ اللَّهُ كُلّاً مِنْ سَعَتِهِ وَكَانَ اللَّهُ وَاسِعاً.
Dalam hal suami tidak melakukan kesalahan tetapi istri meminta cerai, Yusuf Qardhawi bersikap hati-hati. Ia menyatakan: ولكن هناك اختلاف في الشرع عن المحكمة المدنية، أن المرأة إذا رغبت في طلاق الرجل يسمى الخلع وتفدي المرأة نفسها، لأنها كارهة الزوج، وجعل القرآن هذا النوع من الافتداء لتعويض الزوج، وهي من الأشياء التي تخالف الأحكام المدنية لذلك لابد أن يرجع إليها المسلمون ويتبعوها. (Link: http://www.qaradawi.net/2010-02-23-09-38-15/4/687.html)
[23] Teks hadits: َنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ جَاءَتِ امْرَأَةُ ثَابِتِ بْنِ قَيْسِ بْنِ شَمَّاسٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللهِ مَا أَنْقِمُ عَلَى ثَابِتٍ فِي دِينٍ وَلَا خُلُقٍ إِلَّا أَنِّي أَخَافُ الْكُفْرَ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَتَرُدِّينَ عَلَيْهِ حَدِيقَتَهُ فَقَالَتْ نَعَمْ فَرَدَّتْ عَلَيْهِ وَأَمَرَهُ فَفَارَقَهَا
Al-Mausuah Al-Fiqhiyah, XII/285. Setelah saya cari saya tidak menmukan nya , muhun bantuannya, karena buku tersebut akan menjadi referensi saya
Anda cari di mana? Anda punya kitabnya?
Pak ustad saya mau tanya..saya menggugat cerai suami sya ke pengadilan agama..dan sudah dikabulkan hakim..
Jika ingin rujuk kembali apakah boleh??dan bagaimana cara nya
Terimakasih
Lihat: http://www.alkhoirot.net/2017/09/putusan-gugat-cerai-jatuh-talak-berapa.html
Sy sdh beberapa kali di talak suami,talak yang d berikan pertama kali 15 tahun yang lalu,dan sy sering kena KDRT,tapi sampai sekarang suami tdk pernah mengurus perceraian ke pengadilan agama.tindakan apa yg hrsnya sy lakukan dan sangsi yg apa yg pantas buat suami yg demikian
Pengadilan agama sekarang menggunakan hukum kompilasi islam yang bertentangan dengan hukum Allah dan RasulNya……karena ada hukum tersebut sebagian besar seorang istri menggugat cerai suaminya tanpa khulu sesuai syariat tetap memakai salah satu pasal di hukum tersebut yang jelas mengadopsi hukum kufar.
Asslmlkm..
Sy seorang suami yg di gugat oleh istri pada tahun lalu,pernikahan kami berjalan dengan baik,kami langsung menempati rumah sendiri dan memulai hidup baru,kami menikah tahun 2011,secara islam. Sehari hari saya berdagang dan istri sy setiap hari membantu di tempat usaha kami. Dan sy mempercayakan keuangan kepada istri sepenuhnya. 3 tahun pernikahan kami berjalan,kami belum di karunia anak,sebenarnya saya dan istri sy sama2 sudah pernah menikah. Sy sendiri memiliki 2 org anak, dan istri sy tidak memiliki anak saat ia bercerai dari suami pertama yg perkawinanya hanya berlangsung 6 bulan. Kedua anak saya di asuh oleh mantan istri pertama saya.
Setelah 3 tahub pernikahan kami, suatu saat istri sy diajak temannya untuk ikut suatu Lokakarya Self Healing,namun setelah itu sy melihat istri sy sudah mulai kurang merespon ttg kegiatan yg kami lakukan setiap hati, yang biasanya kami berdua setiap hari ke toko, namun setelah itu istri sy lebih mendahulukan kegiatan2 yg katanya bertujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT,dia mulai mengundang seorang ustad dari jakarta khusus untuk me-rukhiyah dirinya, ustad tersebut di rekomendasikan oleh tempat pelatihan self healing tersebut, dan harus membayar 2,5 juta. Setau sy Haram Hukumnya perukhiyah menerima imbalan dlm membantu menyembuhkan seseorang. Dan tata laksananya..Sangatlah salah,saya complain saat itu karena tidak memakai sarung tangan,memegang sampai di bawah pinggang, menyebut nama orang yg sudah meninggal, dan tidak keberatan di dokumentasikan. Lalu saya berfikir..ini semua sudah salah. Benar adanya, istri sy mulai melawan,jadi tidak penurut, sering cuek, bahkan setiba sy du rumah sering istri tidak menyiapkan makan malam,bahkan untuk bertanya pun tidak lagi. Apalagi ketika saya harus pulang larut malam sesekali, dimana saya juga mengabdi pada salah satu instansi pemerintah yg menangani tentang narkotika. Dan pada februari 2015 istri sy mulai tidak lagi bicara dgn sy, ketika hendak tidur dia pergi ke kamar sebelah tidak mau sekamar lagi dgn sy. Krn sy tidak merasa bersalah, sy bertanya..namun dia diam saja.hal ini berlangsung 1 bulan, dan pada puncaknya…ia mengusir saya dari rumah orang tuanya dengan menyiapkan baju2 saya. lalu sy pergi ke rumah org tua sy, dan setiap hari sy melakukan kegiatan rutin dengan pergi ke toko, diam2 istri sy menghubungi karyawan sy agar setiap hari mengambil sejumlah uang dari kas toko. Setelah 5 bulan, tiba2 petugas kantor agama pekanbaru mendatangj saya ke tempat usaha sy, lalu meminta sy menandatangani surat dari pengadilan agama pekanbaru, namun tidak saya tanda tangani. selang satu minggu petugas tersebut datang lagi namun sudah membawa putusan Cerai dengan memberi waktu 2 minggu agar melakukan verstek. Dan kembali sy tidak menanda tangani surat tersebut. karena sy merasa ada yg tidak bener, saya tidak membuat pembelaan atas putusan tersebut. Namun satu bulan kemudian sy di minta mengambil akta cerai di pengadilan agama pekanbaru.
Yg ingin sy tanyakan apakah SAH putusan cerai tersebut, dan apakah Pernikahan istri saya dengan suami barunya yg berlangsung setelah 6 bulan putusan cerai pengadilan di keluarkan , apakah SAH pernikahan tersebut? Sedangkan yang saya ketahui istri sy menyembunyikan proses cerai tersebut dari org tuanya, yang sangat religius. Terima kasih…wassalam.
ada seorang wanita di tahun 2000 di talaq 1 oleh suaminya di tahun 2016 di talaq 2 kemudian si istri pernah mengajukan cerai pada suaminya kemudian beberapa bulan kemudian sang suami memanggil istrinya sang suami mengumpulkan baju 2 istrinya kemudian suami mengatakan pergilah kau dari rumah aku sudah tidak tahan kemudian istri bkt kenapa jawab suami aku mengabulkan khulumu kmd sang istri mengatakan tidak usahlah kita berpisah perginya saya dari rumah ini untuk intropeksi diri saja tp suami tidak mau kemudian sang istri berkata saya akan berubah kmd suami berkata sekalipun kamu berubah saya sudah tidak mau kembali sama kamu dan berkata tapi ini karena khulumu ya bukan dari saya kmd sang istri bkt iyalah klw mau nya seperti itu kemudian besok nya suami istri ini meng ikrarkan kalimat khulu y di setujui oleh suami
Assalamu’alaikum,
Saya Mau bertanya, bila istri sering meminta cerai hanya levati omongan bagaimana hukumnya??
Lalu jika intro sudah tidak mau diatur suami tau mendengarkan suami apa hukumnya jika di talak??
mohon penjelasannya, terima kasih
Assalamu’alaikum Wr Wb, Saya seorang suami tidak ada permasalahan dengan istri, suatu hari istri diajak pulang sama ibu mertua, karena saya masih dikantor dicegah oleh ibu kandung saya, akhirnya timbul perselisihan antara ibu kandung saya dengan ibu mertua, dan akhirnya istri saya ikut pulang ke rumah ibu mertua tanpa seijin saya selaku suaminya……, setelah saya pulang kantor saya jemput istri saya, tetapi istri tidak mau dan juga tidak diperbolehkan oleh orang tuanya,….. saya dipaksa mertua untuk menceraikan istri saya, tapi saya tidak mau,…. sampai akhirnya istri diantar mertua mertua mengajukan gugat cerai di Pengadilan Agama, selama proses perceraian di Pengadilan Agama kewajiban nafkah materi sudah saya penuhi,… dan setelah perceraian nafkah untuk anak sudah saya penuhi, tapi hak saya sebagai ayah tidak pernah dipenuhi tidak boleh bertemu dg anak,…setelah anak lulus kuliah dan sudah bekerja saya tidak beri nafkah lagi,… anak menolak diberi nafkah krn sdh tdk mau ada komunikasi dengan ayahnya…. dan setelah 2 tahun saya tidak beri nafkah… sekarang bekas istri saya minta nafkah masa iddah…. apakah ini dibenarkan ? …. terima kasih atas jawabannya, Wassalamu’alaikum wr wb
assalamualaikum
boleh saya tanya, bagaimana hukumnya jika istri meminta cerai pada suami disaat sedang haid?
mohon di jawab, terimakasih
Haram bagi suami menceraikan istrinya saat haid. Namun, apabila suami menjatuhkan talak saat istri sedang haid, maka talaknya sah dan perceraian terjadi. Baca detail: http://www.alkhoirot.net/2014/11/hukum-mentalak-wanita-haid-dan-hamil.html
Assalammkum pak ustadz… Apakah tindakan yg harus saya lakukn,dlm keaadaan saya saat ini terpenjara trnyata istri yg sangat saya sayangi menjalani hubungan asmara dgn mantan pcr nya yg sdh punya istri bhkn mreka sama sama ketahui satu sm lain, yg lebih membuat saya tidak bs menerima dari pengakuan istri saya ke hotel hingga berjalan sampe dua kali dn istri saya mengakui bhkn bersumpah tidak sampai zina, apa kh tindakan yg harus saya lakukn untuk menghilangkn sakit hati saya kpd istri ?
Syariah memberi pilihan untuk anda antara dua hal: menceraikan dia atau tetap mempertahankan dia. Baca: http://www.alkhoirot.net/2012/03/hukum-menceraikan-istri-selingkuh.html
Assalamualaikum ,
mau tanya pak , tanggal 20 september 2016 istri saya membuat pengakuan dengan mengatakan telah berselingkuh dengan mantan teman kuliahnya pada tahun 2016 , dengan alasan tidak mau menyimpan rahasia ini lagi dan dia berkata jujur , hanya saja yang mengherankan saya ucapannya dingin dan tidak ada penyesalan terkesan bercanda , suami mana yang tidak kaget mendengar pengakuan seperti itu saya marah dan hanya menendang jemuran dan tembok dan tidak ada KDRT hanya saja saya salah ucap akan menceraikan dengan talak 3 , ….tidak lama kemudian saya tersadar dari ucapan saya dan beristghfar dan tidak jadi menceraikan dia dan saya maafkan. hanya saja berselang beberapa hari kemudian istri saya menggugat cerai istri saya dengan alasan sudah tidak bisa lagi dengan saya . istri akhirnya menggugat cerai saya melalui pengadilan agama kuningan jawa barat. Selama menunggu panggilan pengadilan ternyata istri saya selingkuh dengan teman kantornya dengan adanya laporan dari teman teman kantornya dan sopir dari istri saya dan juga atasannya. Saya mengambil kesimpulan sepertinya istri saya dan teman selingkuhnya sengaja merancang strategi agar mereka bisa berbuat seperti itu terhadap saya . Dan saya akan melawan di pengadilan nanti . Pertanyaan saya apakah saya bisa melawan mereka karena mereka merekayasa cerita tersebut apakah saya dapat menolah gigatan tersebut dengan tidak memberikan talak terhadap isti mohon tanggapannya pak , trims
Kalaupun anda menolak, hakim bisa saja meluluskan permintaan istri. Dan bila itu terjadi, maka akan jatuh talak.
Assalamu alaikum wr wb… usia pernikahan sudah 9 tahun dan sudah dikaruniai 2 orang anak,,, bolehkah suami mengabulkan permintaan cerai dari istri yang menolak dipoligami? mohon pencerahannya.. terima kasih
Pa saya mau bertanya apabila istri suka melawan suami dan meminta cerai dan akhirnya suaminya mentelantarkannya dan tidak memberi nafkah selama 6 bulan dan istri menggugat cerai di pengadilan apakah sy bisa mencerailanya dan meminta kembali mas kawin . Terima kasih tolong dibalas pak
Assalamualaikum wr.wb, pa ustad saya menikah dengan laki-laki di bwh umur saya dan itu pun married by accident. Selama 6 thn saya bertahan dan memiliki 2 putri, selama itu orang tua saya tidak menyukai suami saya mereka selalu mencari kesalahan dan meyakinkan saya untuk meninggalkannya, saya selalu bersabar karena kasihan sama anak-anak sampai suatu saat terjadi kesalah pahaman di antara kami karena emosi dan pendapat ortu akhirnya saya menggugat cerai, namun selama proses perceraian saya menyadari bahwa saya terlalu buru-buru memutuskan, kami ingin berdamai malahan kami sempat berhubungan intim sebelum sidang pertama apakah itu halal atau haram? Saya bingung jika saya kembali lagi sama suami saya maka ortu saya tidak akan menganggap saya anak, maka saya akan melanjutkan proses perceraian, tapi saya masih ingin berkeluarga dengan suami saya
assalamualaikum wr wbr.
sebelumya sya ucapkn trimaksih pk ustad dn sya mau bertaya dn sedikit pingin cerita tntang pernikahan sya
th 2013 agustus sya mennikah dengan sorang llki d bawah umur sya beda 4th dn stts sya seorang jnda beranak dua sya cumn hidup 3bln bersama ia dn sya berangkt k saudi
selma sya d saudi ia hya minta uang trhadap saya sedangkn sya tk prnah d napkahi walo sya g ada d rumh sya pingin ia napkahi dya walo 1hri misalkn 10 ribu dengn cara d tabung tp dmpai saat ini tk satu persen pun sya terima melainkn dya yg trus menerus nombok k suami dn ia pun G pernah peduli m ank” sya
dn pda akhirya sya sadar knap sya hrus trus ngadih uang k suami sedangkn yg berhak ngasih napkh kn suami d tambh ia pun g sayang terhadap ank ank sya dri ditu sya seiring waktu berjaln sya sering waktu kmi sering cekcok bertengkaran pun ter jadi setiap saat dn dri situ pun sya sering kali minta cerai krna satu sisi sya jauh d saudi dn rasaya rasa kasih sayangbpun dh sirna setlh ia g sayang k anak” sya d tambh lagi dia k tauan merayu tmn karib sya
dn yabh kuat sya pingin cerai dengan suami tp suami bilg yerhadap sya ok klo mau d cerai saya minta kbun yg selama ini kbun itu sya mau jual dn uangya sya dh ucapkn buat infak musola msjid, ank yatim piatu tp suami sya minta kbun itu biyar ia jatuhkn talk k saya
dan alasan kbun itu ia pinta kataya buat perbaiki rumah ibuya dn brobat ibu nya dengn sangat berat hti sya pun memberikan kbun itu tp setlh kbun itu d ambil sampai saat ini ia blum mnjatuhkn talak juga
sya merasa d bohongi ustad ap yg harus sya perbuat sekarang ini dn apa saya bisa mengajukn gugat cerai k pengadiln mohon jawabanya sebelumya trimaksih assalamualsikum wr wbr …
Assalamualaikum, apa hukumnya jika seorang istri menceraikan suaminya karna ia ingin menikah dengan lelaki selingkuhnya.
Assalamualaikum…ustad….sya pernah bertengkar dengan istri saya,disebab kan emosi jdi saya minta cerai dengan istri saya….jdi pertanyaan saya ustad apa kah hukum nya klau suami minta cerai dengan si istri? Dan apakah sah jatuh nya cerai saya kepada istri saya? Mhon penjelasan nya ustad dan terima kasih
Saya menggugat cere suami, surat cere nya jg dah kluar, apakah harta yang sudah suami berikan harus di kembalikann, atau ada itung2an nyaa
APA WAJIB DI CERAI JIKALAU ISTRI..MENIGGALKAN SUAMI,SELAMA SATU THN,,?DAN KENAPA PEGADILAAGAMA,TIDAK BISA..METUSKAN,WALAPUN,SAYA MENGGUGAT,LEWAT,PENGADILAN AGAMA,,?
Maaf ada penambahan sedikit tentang kes yang tadi.setelah selesai wat ramatan perubatan dan jwapan dri pihak perubatan adalah tidak pasti.dan tiada pun sebarang benda-benda aneh keluar dari bdan isteri. Adakah jatuh talak nye?
Minta penjelasan.ada masalah kecil dalam rumah tangga.tetapi isteri minta diceraikan…suami tak rela..dan suami ingin selesaikan masalah dengan mengajak isteri wat perubatan islam.tapi isteri tak setuju.maka isteri wat ugutan pada suami dengan membuat lafaz.(“ok jika aku setuju berubat..dan jika tiada sebarang tanda-tanda yang aku di sihir tak ada barang yang keluar dari badan aku.maka jatuh talak..) dan jawapan si suami hanya (“ok”). Tapi si suami hanya berniat untuk melembut kan hati isteri supaya stuju gi berubat..dengan beri jwpan (“ok”). Adakah akan jatuh talak nye dalam situasi begini?
Assalamu’alaikum wr. wb..
Jika seorang istri menggugat cerai suaminya dengan diam-diam, kemudian proses gugatan tersebut melanggar prosedur hukum dan adanya rekayasa sehingga gugatan cerai tersebut dikabulkan oleh PA dengan keluarnya Surat Putusan dan Akta Cerai. Hal ini tercermin dari isi putusan berkenaan dengan alasan-alasan gugatan yang bertolak belakang dengan kenyataan sebenarnya. Dimana istri telah meninggalkan rumah selama 1,5 Tahun (sejak April 2013) dan melakukan perselingkuhan. Ditambah lagi seluruh harta bersama telah dijual istri dengan tipu muslihat dan tidak menyerahkan “Serupiah” pun untuk saya dan anak-anak, malah meninggalkan hutang yang harus saya lunasi.
Saya baru mengetahui Putusan tersebut pada 30 Oktober 2014 yakni 1 (satu) bulan sejak terbitnya surat putusan (6 Oktober 2014), kemudian Salinan Putusan & Akta Cerai baru bisa diambil di PA pada 2 Desember 2014. Dimana dalam isi putusan tersebut hak asuh anak diserahkan kepada suami dan harta bersama tidak dibahas samasekali.
Selama istri meninggalkan rumah sampai sekarangpun anak-anak tinggal bersama saya, tidak ada keterlibatan istri dalam mengurus maupun membiayai anak-anak. Istri sudah tidak perduli dengan anak-anak. Namun pada 20 Februai 2015 istri melangsungkan pernikahan dengan diam-diam dimana saya dan anak-anak tidak diberitahu akan pernikahannya tersebut ditambah lagi istri beserta seluruh keluarga besar istri berusaha untuk mendapatkan hak asuh atas anak paling kecil yang laki-laki.
Pertanyaan saya :
1. Sah atau tidak perceraian tersebut dari segi hukum Negara ?
2. Sah atau tidak perceraian tersebut dari segi hukum Islam ?
3. Upaya apa yang harus saya lakukan dalam menyikapi permasalah diatas ?
Terimakasih, wassalam’alaikum wr. wb…
Assalamu’alaikum wr. wb..
Jika seorang isteri mengajukan perceraian ke PA, karena terpaksa disebabkan suami tdk mau ke PA dan tdk mau dicerai. Sedangkan suami berselingkuh, melakukan KDRT thdp anak isterinya bahkan mengusirnya, isteri dan anaknya pernah ditinggal pergi selama 3 minggu(ternyata suami nikah siri dgn selingkuhannya) dan tidak diberi nafkah sama sekali. Bisakah isteri mengajukan gugatan cerai walaupun suami tdk mau dicerai bahkan mengancam tdk akan pernah datang k PA??
Terimakasih, wassalam’alaikum wr. wb…
apakah seorang ayah boleh mengajak anak nya jalan-jalan tanpa sepengetahuan mantan istri,sebelum nya sudah ijin tetapi tidak di boleh sama mantan istri
Boleh.
Kalau seorang istri sudah mengajukan cerai gugat dipengadilan dan suami sdh setuju.dan pengadilan agama menerbitkan talak ba’in baiununah sugra.apakah talak tersebut bisa menjadi dasar suami menikah dengan wanita lain sedang istinya yang dulu tidak peduli
Ada yg mengatakan jika istri yg mengajukan gugatan cerai ke pengadilan maka tidak boleh rujuk lagi dengan suami sampai kapanpun.Benarkah demikian?mo hon jawabannyq
Tidak benar. Boleh rujuk tapi harus dengan akad nikah baru. Yang tidak boleh rujuk apabila talak 3. Antara gugat cerai dengan talak 3 memang ada persamaannya yaitu sama-sama disebut talak ba’in. Bedanya, gugat cerai disebut talak bain sughra (kecil) sedangkan talak 3 disebut talak bain kubro (besar). Lihat detail: href=”http://www.alkhoirot.net/2012/10/perceraian-dan-talak.html
Seorang istri yg gugat cerai dg suami pertama, kmd istri menikah lagi, dan sekarang ingin menggugat cerai suami kedua, krn ingin kembali ke suami pertama, bagaimana hukumnya?
Jikaa seorng istri menceraikan suamii.a d karenakan :
suamii.a suka kluyuran , tdk jjur , suka mengeluarkan kata* kotor , dan selingkuh.
Apa bolehh ??
Hukum pengadilan agama pasal 73