Komitmen Kesetiaan dalam Perkawinan
Komitmen Kesetiaan dalam Perkawinan
Oleh A. Fatih Syuhud
Kesetiaan adalah syarat paling mendasar dalam suatu rumah tangga. Ia ibarat napas bagi kehidupan. Tanpa kesetiaan rumah tangga akan mati pelan-pelan. Orang yang mengatakan bahagia walaupun pasangannya tidak setia ada kemungkinan: ia membohongi dirinya sendiri atau jiwanya tidak normal dan perlu diperiksa secara serius oleh seorang psikiater.
Pengertian sederhana dari setia adalah tidak selingkuh. Dan batasan maksimal dari yang dimaksud selingkuh adalah melakukan perzinahan. Sedang batasan minimal adalah melakukan hubungan dengan lawan jenis tanpa sepengetahuan pasangannya. Menjadi pasangan setia itu mudah bagi yang memang betul-betul memiliki niat dan kemauan yang kuat menjadikan rumah tangga sebagai tempat untuk (a) menghindari zina; (b) membentuk rumah tangga sakinah; (c) membangun dan meneruskan generasi Islam yang salih dan salihah. Dan semua itu dilakukan dengan dasar ibadah kepada Allah agar supaya fondasi yang dibangun menjadi kuat dan tidak mudah goyah.
Menjadi setia itu sulit apabila perkawinan hanya dijadikan alat untuk ekspresi cinta dan pelampiasan libido seksual semata. Dua faktor ini tidak cukup untuk menjadi perekat kesetiaan. Karena cinta tidak pernah abadi bahkan ia dapat terkikis habis dalam hitungan hari atau bulan. Sedangkan pelampiasan syahwat dapat dilakukan dengan siapapun selain istri yang sah. Dalam konteks inilah Peggy Vaughan dalam bukunya The Monogamy Myth: A Personal Handbook for Recovering from Affairs (Mitos Monogami: Panduan Personal Sembuh dari Selingkuh) menyatakan bahwa perselingkuhan terjadi terutama karena adanya kesempatan. Dan bahwa “ada sekitar 60 persen laki-laki dan 40 persen wanita yang pernah melakukan selingkuh.”
Di Indonesia, berdasarkan data stastistik dari Direktorat Jendral Pembinaan Peradilan Agama Tahun 2005 mengungkapkan “ada 13.779 kasus perceraian yang bisa dikategorikan akibat selingkuh; 9.071 karena gangguan orang ketiga, dan 4.708 akibat cemburu. Persentasenya mencapai 9,16 % dari 150.395 kasus perceraian tahun 2005 atau 13.779 kasus. Alhasil ,dari 10 keluarga yang bercerai , 1 diantaranya karena selingkuh. Rata-rata , setiap 2 jam ada tiga pasang suami istri bercerai gara-gara selingkuh.”
Tidak setia pada pasangan adalah hal yang sangat mudah dilakukan saat ini karena tersedianya kesempatan dan sarana untuk melakukan itu. Mulai dari bebasnya interaksi pria dan wanita serta adanya teknologi yang mendukung mulai dari alat komunikasi seperti ponsel dan situs jejaring pertemanan seperti Whatsapp (WA), Facebook dan Twitter membuat jalinan hubungan antar lawan jenis menjadi sangat mudah.
Oleh karena itu, kesetiaan pada pasangan menjadi ujian berat bagi siapapun, termasuk bagi mereka yang berniat dan berkomitmen kuat untuk hidup setia dengan pasangannya, apabila tanpa disertai dengan langkah-langkah preventif berikut:
Pertama, semua kisah perselingkuhan dimulai dari pertemuan dan pertemanan. Oleh karena itu, hindari sebisa mungkin pertemanan dengan lawan jenis. Baik dalam dunia nyata, maupun dunia maya (via ponsel dan internet).
Kedua, hubungan antar lawan jenis dengan teman kerja hendaknya dibatasi pada masalah yang terkait dengan pekerjaan. Tidak lebih dari itu.
Ketiga, pasangan yang sudah berkeluarga hendaknya menghindari mengadukan masalah alias curhat persoalan pribadi atau rumahtangga pada lawan jenis atau menerima aduan dari siapapun yang bukan mahram. Perselingkuhan salah satunya dimulai dari titik ini.
Seperti disinggung di muka, perselingkuhan atau godaan untuk tidak setia pada rumah tangga timbul dari adanya kesempatan. Menghindari kesempatan sedini mungkin adalah jalan terbaik. Karena perselingkuhan itu mirip dengan korupsi, saat kesempatan terbuka orang akan sulit untuk melawannya. Tak peduli apakah dia berlatarbelakang preman atau ahli agama.[]