fatihsyuhud.net

Buku A. Fatih Syuhud Pengasuh PP Al-Khoirot Malang

Kebebasan Memilih

kebebasan memilih menjadi baik atau buruk

Kebebasan Memilih
Oleh: A. Fatih Syuhud

Alkisah, iblis membangkang perintah Allah SWT untuk bersujud di hadapan Adam. Alasan iblis dalam penolakannya itu karena ia merasa lebih mulia dari Adam: iblis diciptakan dari api sedangkan Adam dari tanah. Makhluk yang lebih mulia tentunya tidak patut tunduk pada makhluk yang derajatnya lebih rendah.

Akibatnya, iblis pun dikeluarkan dari surga. (Al-A’raf 11-12).[1] Ada tiga kesalahan fatal yang dilakukan iblis dalam kasus ini yang membuatnya terusir dari posisi mulia bersama para malaikat. Pertama, sikap arogan atau takabur. Kedua, sifat iri dan dengki. Ketiga, tidak patuh pada perintah Allah SWT.Sikap arogan atau takabur iblis itu timbul karena egoismenya dalam memposisikan dirinya lebih tinggi dari manusia. Iblis lupa bahwa Adam menjadi lebih mulia dari iblis karena telah dianugerahi oleh Allah sesuatu yang tidak dimiliki oleh iblis. Yakni, ilmu yang merupakan bentuk dan kemampuan spiritual eksklusif Adam dan yang telah mengangkat derajat manusia bahkan di atas malaikat sekalipun.

Arogansi dan egoisme iblis itu juga yang membuatnya ingkar dan tidak patuh pada perintah Allah, Sang Pencipta yang semestinya ditaati secara total tanpa reserve. Dan inilah kesalahan iblis yang terbesar.

Iblis tahu dan yakin benar bahwa Allah adalah Tuhan Pencipta alam semesta, yang menciptakan dia, para malaikat, dan Adam. Dengan demikian, sebagai konsekuensinya, semua makhluk Tuhan termasuk iblis harus menaati perintah-Nya, tanpa argumen apa pun.

Melanggar perintah Allah adalah manifestasi ketidakpercayaannya pada keberadaan dan kekuasaan-Nya. Allah menceritakan kembali peristiwa keingkaran iblis ini dalam Alquran tentunya untuk diambil hikmahnya oleh umat manusia. Karena, manusia merupakan makhluk unik yang terdiri atas dua elemen baik dan buruk: elemen iblis yang penuh arogansi dan egoisme dan elemen malaikat yang selalu tunduk pada suara hati dan nurani.

Apabila elemen malaikat yang selalu menjadi pembimbing dalam keseharian hidup kita, dengan cara mematuhi segala perintah dan menjauhi larangan-Nya, maka kita akan menempati posisi tertinggi di mata Allah. Sebaliknya, apabila elemen iblis yang lebih mendominasi perjalanan hidup kita dengan sikap takabur, egoisme, antisosial, dan keingkaran pada-Nya maka kita akan menempati posisi terendah di antara makhluk-makhluk Allah yang paling rendah (QS At-Tin 95:4-8).[2]

Ahli tafsir Yusuf Ali dalam menafsiri Surat At-Tin 95:4 [3] mengatakan bahwa manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi telah dianugerahi kemauan dan kehendak serta kebijakan untuk memilih. Karena itu, apa pun sikap yang akan kita pilih dan lakukan adalah murni tanggung jawab kita sendiri, baik yang telah, sedang, maupun yang akan kita lakukan. Itulah salah satu keistimewaan Islam dalam membimbing kehidupan umat manusia: kita adalah pemikul dosa dan/atau pahala yang sudah, sedang, dan akan kita lakukan.[]

CATATAN AKHIR

[1] Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada para malaikat: “Bersujudlah kamu kepada Adam”, maka merekapun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud. (7:11)

Allah berfirman: “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?” Menjawab iblis “Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah”. (7:12)

[2] sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (95:4)

Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), (95:5)

kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya. (95:6)

Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu? (95:7)

Bukankah Allah Hakim yang seadil-adilnya? (95:8)

[3] sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (95:4)

Kembali ke Atas