fatihsyuhud.net

Buku A. Fatih Syuhud Pengasuh PP Al-Khoirot Malang

Fatimah Az-Zahra

Fatimah Az-Zahra *
Oleh A. Fatih Syuhud

Suatu hari Usamah bin Zaid melaporkan pada Nabi bahwa ada seorang wanita bangsawan dari kabilah Banu Makhzum yang mencuri. Usamah bertanya apakah Nabi akan menolongnya dengan cara tidak menghukumnya. Rasulullah menjawab dengan tegas: “Penyebab hancurnya kaum sebelum kalian adalah apabila kalangan elite melakukan pencurian mereka tidak mengadilinya. Apabila pencurian dilakukan kelompok yang lemah, mereka menghukumnya. Demi Allah, seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri niscaya aku potong tangannya.” Sabda Nabi ini dapat dipahami dari beberapa perspektif.

Pertama, aspek keadilan. Keadilan adalah nilai luhur universal yang diakui semua agama. Dalam hubungan sosial kemasyarakatan, Rasulullah sebagai representasi Islam memandang bahwa keadilan adalah salah satu prinsip terpenting untuk menciptakan tatanan masyarakat yang harmonis, kokoh, dan solid baik antara sesama muslim maupun antara muslim dan non-muslim. Karena, Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh alam. Itulah sebabnya, bersikap adil adalah sangat penting. Adil sebagai pribadi dalam menilai siapapun dan adil sebagai penguasa dalam memberpelakukan setiap warga negara.

Ibnu Daqiq Al-Abd dalam Ihkamul Ahkam Syarh Umdatul Ahkam (hlm. 632) menyatakan bahwa hadits ini juga menjadi dalil atas haramnya melakukan diskriminasi atas masalah hukum setelah suatu kasus sampai ke tangan penegak hukum dan diproses pengadilan. Hukum harus ditegakkan tanpa memandang latarbelakang status sosial. Sebab kalau tidak, kata Rasulullah, maka kehancuran akan menimpa umat Islam sebagaimana telah menimpa umat-umat sebelumnya.

Kedua, aspek pendidikan anak. Selain sebagai Rasul dan negarawan, Rasulullah juga seorang ayah. Kata-kata Rasulullah yang hendak menghukum putrinya seandainya bersalah menjadi pesan yang sangat kuat bagi keluarganya, khusnya putri-putrinya, agar tidak memanfaatkan status jabatan ayah untuk melakukan perilaku yang melanggar norma agama maupun sosial. Pesan ini akan memiliki efek yang akan mengalirkan energi positif pada anak. Karena, perilaku anak akan sangat tergantung pada perlakuan orang tua pada mereka. Orang tua yang tegas dan disiplin akan menghasilkan anak-anak yang berperilaku baik dan disiplin pula.

Pada waktu yang sama, Rasulullah juga sangat menyayangi Fatimah dan putri-putrinya yang lain. Rasulullah sangat menyayangi Fatimah, setiap Rasulullah bepergian ia lebih dulu menemui Fatimah sebelum menemui istri istrinya. Dan karena sayangnya itu pula, Nabi menikahkan Fatimah dengan Ali bin Abi Talib, pemuda terbaik dalam hal karakter dan keilmuannya. Walaupun secara materi dia miskin. Bahkan untuk membayar mahar saja Ali tidak mampu dan terpaksa menjual baju perangnya lebih dulu.
Perhatian dan kasih sayang yang disertai dengan disiplin dan ketegasan Nabi dalam mendidik putrinya membuat Fatimah menjadi pribadi yang rendah hati, santun dan tidak sombong. Tidak hanya itu, beliau juga menjalani hidup secara sederhana. Karena suaminya bukanlah orang kaya. Hidup serba berkecukupan tidak dilarang dalam Islam. Akan tetapi apabila cara ke arah itu harus ditempuh dengan jalan yang tidak etis, dengan memanfaatkan posisi dan jabatan ayahnya, maka tentu ia akan menolak keras. Fatimah bahkan tidak meminta ayahnya untuk memberinya pembantu walaupun dia hidup miskin.

Fatimah adalah sosok wanita yang taat kepada agama dan suami. Ia tidak hanya pandai menjaga kehormatan suami, lebih dari itu ia tidak segan membantu suaminya untuk menutupi kebutuhan sehari-hari seperti menumbuk gandum dan memasak sendiri semua kebutuhan rumah tangga.

Fatimah juga memiliki sifat peduli, dermawan dan bertanggungjawab serta mempunyai semangat jihad yang tinggi. Sifat pemurahnya dapat dilihat dari peristiwa kedatangan Salman yang kelaparan datang ke rumahnya untuk meminta makanan. Ketika itu walaupun Fatimah juga tidak memiliki makanan apapun, beliau memberikan kerudungnya kepada Salman agar ditukar dengan jagung milik Shamoon; seorang Yahudi yang mana akhirnya memeluk Islam.

Keterbatasannya di bidang materi tidak menjadi penghalang untuk berkorban dan berbuat di jalan Allah untuk kemaslahatan umat Islam. Tentu saja sesuai dengan kamampuan yang dimiliki.
Beberapa perjuangan Fatimah dalam membela Islam antara lain menjadi motivator Rasulullah saat Nabi mendapat tekanan dari kaum Quraisy Makkah. Membantu menyediakan makanan untuk pasukan Islam yang sedang menggali parit dalam rangka mempersiapkan diri untuk Perang Khandaq. Dan membantu pasukan Islam dengan merawat mereka yang terluka dalam Perang Uhud.

Itulah sebabnya mengapa Fatimah Az-Zahra termasuk di antara empat perempuan yang akan menjadi pemimpin para wanita di surga kelak di samping Khadijah istri Nabi, Asiyah istri Fir’aun, dan Maryam ibu Nabi Isa sebagaimana sabda Nabi dalam sebuah hadits riwayat Ahmad dan Hakim.[]

*Ditulis untuk Buletin El-UKhuwah PP Al-Khoirot Putri

Kembali ke Atas