fatihsyuhud.net

Buku A. Fatih Syuhud Pengasuh PP Al-Khoirot Malang

Disiplin dalam Islam

disiplin dalam Islam

Seorang muslim, khususnya santri, harus memiliki perilaku yang disiplin dalam mencapai target yang ingin dicapainya

Disiplin dalam Islam
Oleh A Fatih Syuhud

Salah satu dari kekurangan santri secara umum adalah perilaku disiplin. Sebenarnya bukan santri saja yang berperilaku kurang disiplin. Secara umum mayoritas individu yang berasal dari negara miskin atau berkembang terkena penyakit ini. Kalangan militer adalah pengecualian.

Secara definisi, disiplin adalah kemauan yang instan untuk taat dan hormat pada aturan yang berlaku baik itu aturan agama, etika sosial maupun tata tertib organisasi. Baik ada yang mengawasi atau tidak.

Seorang yang disiplin ketika melakukan suatu pelanggaran walaupun kecil akan merasa bersalah terutama karena ia merasa telah mengkhianati dirinya sendiri. Perilaku khianat akan menjerumuskannya pada runtuhnya harga diri karena ia tak lagi dipercaya. Sedangkan kepercayaan merupakan modal utama bagi seseorang yang memiliki akal sehat dan martabat yang benar untuk dapat hidup dengan tenang (sakinah), dan terhormat.

Dengan demikian, sikap disiplin adalah suatu keharusan. Dalam bahasa Nabi, perilaku disiplin itu tersirat dalam sifat ihsan. Dalam sebuah Hadits sahih riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa ihsan adalah “menyembah Allah seakan-akan kamu melihatNya.” Konsekuensi dari perilaku ihsan adalah komitmen untuk melakukan segala aturan Allah—menjalani perintah dan menjauhi laranganNya—saat sendirian maupun saat ada orang yang mengawasi. Inilah inti dari disiplin.

Perilaku ihsan kepada Allah idealnya tidak didasarkan pada rasa takut, tapi pada rasa cinta: cinta pada Allah dan cinta pada diri sendiri.

Pertama, dengan dasar cinta pada Allah, maka ketaatan pada syariah Allah bukan karena rasa takut. Akan tetapi karena didorong semangat untuk menyenangkanNya. Ibarat cinta seorang ibu pada putranya yang tak membutuhkan timbal balik. Bukan karena ingin sorgaNya, atau takut pada nerakaNya. Sebab keikhlasan model begini, menurut Ibnu Sina, hanya timbul dari jiwa pedagang yang selalu mempertimbankan untung rugi dalam berbuat.

Kedua, cinta pada diri sendiri. Perilaku disiplin hendaknya juga didorong oleh rasa cinta pada diri sendiri. Karena setiap perbuatan baik pada dasarnya untuk kepentingan diri sendiri walaupun terkesan untuk kepentingan orang lain (QS Al Isra’ 17:7).[1] Cinta pada diri sendiri bermakna bahwa seseorang akan sekuat tenaga menjaga kehormatan, harga diri dan martabat pribadi dengan berusaha selalu mentaati segala aturan yang berlaku, baik aturan Tuhan maupun aturan antar-manusia yang sudah disepakati bersama.

Kesadaran bahwa perilaku disiplin diri (self-discipline) atau ihsan sebagai bentuk dari kecintaan manusia pada dirinya sendiri itu sangatlah penting. Sebab, dengan begitu, pengawasan tak lagi diperlukan. Korupsi, pencurian, perzinahan dan tindakan kriminal serta asusila lainnya tak akan ada. Karena semua tindakan kriminal, asusila dan pelanggaran yang lain timbul dari lemahnya kesadaran bahwa segala perbuatan yang melanggar aturan Tuhan dan manusia pada dasarnya akan merusak diri sendiri (self-destructive) (QS Fushshilat 41:46;[2] Al Jatsiyah 45:15),[3] keluarga dan semua orang yang dicintainya.[]

CATATAN AKHIR

[1] Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, Maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai.

[2] Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh Maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, Maka (dosanya) untuk dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-hambaNya.

[3] Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, Maka itu adalah untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, Maka itu akan menimpa dirinya sendiri, Kemudian kepada Tuhanmulah kamu dikembalikan

Kembali ke Atas