Agama dan Perannya dalam Kehidupan Ekonomi dan Demokrasi
Agama dan Perannya dalam Kehidupan Ekonomi dan Demokrasi. Agama harus bisa memberi kontribusi dalam mendorong terciptanya iklim demokrasi dan ekonomi yang kondusif. Karena agama pada diturunkan untuk kepentingan manusia itu sendiri. Oleh karena itu tidak tepat anggapan bahwa agama justru akan memotivasi manusia untuk berbuat kekerasan dan tetorisme seperti anggapa sebagian kalangan.
Oleh : Ja’far Sodiq Syuhud
Dewan Pengasuh PP Al-Khoirot Malang
Agama dan Perannya dalam Kehidupan Ekonomi dan Demokrasi
Menurut penelitian Weber, etik agama (Protestan) lah yang menumbuh kembangkan kapitalisme. Ajaran Martin Luther dan para imam agama Protestan dari madzhab Calvin yang mereformasi ajaran agama Katolik telah membuat pengikutnya termotivasi untuk bekerja lebih giat dan menghargai keuntungan material, yang pada gilirannya akan menumbuhkan kapitalisme dan sistem pasar bebas dengan dogma utama survival of the fittest.
Menurut Samuel P. Huntington, keberagamaan tidak hanya mampu mempengaruhi perkembangan ekonomi, tapi bahkan mampu membedakan perkembangan demokrasi sebuah negara dari negara lain. Dengan kata lain, keyakinan mayoritas penduduk sebuah negara mempengaruhi perkembangan demokrasi dan perkembangan ekonomi (dalam M. Dawam Raharjo, 1999). Pendapat Huntington ini didasarkan pada penelitian pasca Perang Dunia II terhadap banyak negara di dunia. Penelitian tersebut mencoba menemukan hubungan antara dua variabel : Protestanisme dan demokrasi. Apakah perbedaan proporsi penganut agama Protestan dan Katolik di sebuah negara mempunyai pengaruh terhadap proses domokratisasi. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa apabila proporsi pemeluk agama Protestan di sebuah negara lebih besar maka perkembangan demokrasi lebih maju. Meski sesudah tahun 1970an trend ini berubah dengan tumbuhnya demokrasi di negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Katolik seperti Philipina dan Spanyol, tapi menurut Huntington hal tersebut bukan dikarenakan oleh faktor doktrin agama, tapi karena faktor pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi di negara tersebut telah menumbuhkan suatu kelas menengah baru yang kemudian menuntut adanya demokrasi.
Menurut Clifford Geertz agama memang mempengaruhi seseorang dalam setiap kiprah dan perilakunya. Pemahaman seseorang atas sebuah teks agama akan mempengaruhi kwalitas kehidupan orang tersebut. Menurut Geerts pula agama membangun situasi hati dan motivasi kuat , pervasif (menembus dan merembes) dan tahan lama. Dengan kata lain, agama dapat membuat pemeluknya merasakan sesuatu dan melakukan sesuatu. (Daniel L Pals, 2001). Kalau penelitian tentang hubungan Etik Protestan dan pertumbuhan ekonomi dan demokrasi dilakukan di Eropa dan beberapa negara non Muslim, maka penelitian Geertz dilakukan di Pare Kediri yang mayoritas penduduknya beragama Islam dan Negara Bali yang mayoritas penduduknya beragama Hindu. Maka dengan demikian, tesis Huntington bahwa hanya etik Protestan saja yang mempunyai korelasi dengan motivasi kerja dan pertumbuhan demokrasi, dapat dipatahkan. Dapat disimpulkan bahwa doktrin agama memang mempunyai pengaruh dan hubungan yang signifikan dengan perilaku dan motivasi pemeluk agama tersebut.
Berangkat dari tesis tersebut, lalu bagaimana dengan doktrin agama Islam yang merupakan agama mayoritas di Indonesia ? Apakah keterpurukan sebagian besar masyarakat Indonesia adalah merupakan tanggung jawab dari ajaran Islam?
Kalau kita melihat ke dalam ajaran Islam maka kita akan mendapatkan banyak sekali ajaran asli Islam yang mendorong pada kemajuan, pembelaan kaum tertindas dan demokratisasi. Seperti dalam QS. Al-Qosos 28:77, yang menganjurkan keseimbangan hidup dunia akhirat. Begitu juga Hadits Nabi yang sangat terkenal tentang anjuran untuk bekerja bagi kehidupan dunia yang kira-kira cukup buat makan untuk hidup seribu tahun lagi, atau Hadis yang menerangkan bahwa Allah mencintai orang yang apabila bekerja selalu disiplin dan tidak setengah setengah (profesional). Belum lagi hikmah ajaran yang terkandung dibalik disyariatkannya zakat dan sedekah, yang mengajarkan pada kita pemerataan dan egalitarianisme. Pendek kata sebenarnya Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk hidup berjaya dan demokratis. Lalu apakah masalahnya sehingga ummat Islam di Indonesia adalah kaum mustad’afin.
Menurut M. Dawam Raharjo pada beberapa tahun terahir sebenarnya telah banyak LSM dan lembaga keagamaan yang memberikan perhatian terhadap masalah kemiskinan dan ketertindasan dengan berangkat dari doktrin agama. Akan tetapi, sayangnya, proses tersebut tidak sampai berlanjut pada tingkat radikalisasi nilai dan tindakan, bahkan dalam beberapa kasus ketika menghadapi represi kekuasaan yang otoriter lembaga-lembaga tersebut cenderung kooperatif, bahkan sebagian telah terkooptasi oleh kekuasaan. (M. Dawam Raharjo, 1999)
Masalah yang lain adalah tidak terumuskannya ajaran Islam dalam sebuah teologi baru yang disebut dengan teologi pembebasan (liberating theology). Suatu teologi yang menafsirkan ajaran Islam dari sumber aslinya (Al-Qur’an dan Al-Hadis) dengan memakai kacamata filsafat sosial dan memakai analisa-analisa radikal yang telah menemukan garis-garis perjuangan kaum tertindas. Menurut Budhi Munawar Rahman, kita harusnya telah berpindah dari teologi yang hanya menyadarkan manusia untuk memperbaiki dunia (yang disebutnya dengan teologi pembebasan mikro) menuju teologi yang memperbaiki dunia untuk kebaikan manusia (teologi makro). (Budhi Munawar Rahman, 2001)
DAFTAR PUSTAKA
Budhy Munawar Rahman (2001), Islam Pluralis Wacana Kesetaraan Kaum Beriman, Jakarta: Paramadina
Daniel L. Pals (2001), Seven Theories of Religion (edisi Bahasa Indonesia), Jakarta : Penerbit Al Qolam
LSAF, Pengantar M.Dawam Raharjo (1999), Gerakan Keagamaan dalam Penguatan Civil Society, Jakarta : LSAF dan The Asia Foundation
Max Weber (2000), Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme, Jakarta:Pustaka Promethea