Ummi Kulsum binti Rasulullah *
Oleh: A. Fatih Syuhud
Ummi Kulsum adalah putri ketiga Nabi dari istri pertama Khadijah binti Khuwailid. Ia lahir di Makkah pada tahun 19 sebelum hijrah.
Ia dikenal sebagai istri Usman bin Affan. Ummi Kulsum menikah pada bulan Rabiul Awal tahun ke-3 hijrah dengan Sahabat Usman bin Affan menggantikan kakaknya Ruqoyyah yang wafat pada tahun ke-2 hijrah. Pernikahan antara Ummi Kulsun dam Usman bin Affan atas perintah Allah secara langsung. Dalam sebuah hadits riwayat Ibnu Majah (Sunan, 110), Al-Hakim (Al-Mustadrok, 4/44), dan Daruqutni (Sunan, 4392 ) Nabi bersabda: “Malaikat Jibril datang padaku dan berkata, ‘Allah memerintahmu untuk menikahkan Usman dengan Ummi Kulsum dengan maskawin sama dengan maharnya Ruqoyah.” ‘ Ini merupakan perkawinan kedua Ummi Kulsum. Pernikahan pertamanya yang terjadi sebelum hijrah adalah dengan Utaibah bin Abu Lahab. Utaibah bin Abu Lahab adalah sepupu Nabi (Jawa, misanan, Madura, sepopoh). Dengan demikian, Utaibah adalah paman sepupu-nya Ummi Kulsum.
Perkawinan Ummi Kulsum dengan Utaibah bin Abu Lahab tidak berlangsung lama. Hal ini karena tidak lama setelah terjadinya pernikahan, turun Surah Al-Masad atau Al-Lahab. Dalam Surah ke-111 itu terdapat kecaman dan ancaman pada Abu Lahab dan istrinya karena telah ingkar dan kufur pada kerasulan Nabi Muhammad. Dalam Surat yang terdiri dari 5 ayat itu Allah berfirman: “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut.” Abu Lahab sangat marah dengan turunnya Surah Al-Lahab ini dan langsung memerintahkan Utaibah yang menikah dengan Ummi Kulsum, dan Utbah yang menjadi suami Ruqoyah, kakak Ummi Kulsum, agar segera menceraikan istri-istri mereka. Baik Ummi Kulsum maupun kakaknya Ruqoyah bercerai dengan kedua putra Abu Lahab dalam keadaan masih perawan karena belum terjadi hubungan intim. (Rasyid Ridha, Dzun Nurain Usman bin Affan, hlm. 12).
Kebersamaan Ummi Kulsum dengan Usman bin Affan tidak berlangsung lama. Karena enam tahun kemudian tepatnya pada bulan Sya’ban tahun ke-9 hijrah Ummi Kulsum wafat dan dimakamkan di pemakaman para Sahabat yaitu Al-Baqi’ yang berlokasi di samping masjid Nabawi, Madinah Al-Munawwarah. Ummi Kulsum meninggal dunia dalam usia yang masih sangat muda yakni 28 tahun.
Rasulullah tidak mampu menahan kesedihan atas kepergian putri ketiganya, air mata pun mengalir tanpa terasa. Nabi memang mudah menangis dan mencucurkan air mata tidak hanya saat ada kematian tapi juga saat mendengar bacaan Al-Quran. Dalam sebuah hadits riwayat Bukhari, Saad bin Ubadah bertanya pada Nabi mengapa menangis, Nabi menjawab: “Sesungguhnya Allah mengasihi hamba-hamba-Nya yang pengasih.”[1] Rasulullah menjelaskan dalam hadits riwayat Muslim bahwa “Allah tidak menyiksa seseorang karena keluar air mata atau sedih dalam hati, akan tetapi Allah menyiksa orang karena kata-katanya (mengekspresikan kesedihan dengan perkataan buruk).”[2]
Seperti disebut dimuka, Ummu Kulsum lahir sebelum diutusnya ayahnya menjadi Nabi dan Rasul. Oleh karena itu, ia menjadi saksi mata sejarah perkembangan Islam dari awal turunnya wahyu, saat ayahnya mengalami kesulitan mengembangkan Islam sampai kemenangan Islam dan muslim dalam memerangi orang kafir dan musyrik. Ia bersama ibunya Khadijah dan saudaranya yang lain juga ikut ayahnya dalam berjihad. Ia ikut menderita bersama umat Islam di Makkah saat orang-orang kafir dan musyrik memblokade umat Islam secara ekonomi.
Lalu, bersama adiknya Fatimah dan istri kedua Nabi Saudah binti Zam’ah serta keluarga Abu Bakar Ash-Shidiq ia hijrah ke Madinah dengan pengawalan Zaid bin Haritsah yang diutus Nabi secara khusus untuk menemani rombongan muhajirin ini. Di Madinah ia tinggal bersama Nabi dan di kota inilah ia menyaksikan pesatnya perkembangan Islam. Dari banyaknya kaum kafir yang masuk Islam sampai pada kemenangan demi kemenangan yang dicapai dalam peperangan melawan orang kafir terutama kaum kafir Makkah dalam Perang Badar.
Ada dua hal yang bisa dipelajari dari kehidupan Ummi Kulsum, pertama, bahwa menikah dengan kerabat yang bukan mahram mulai dari sepupu (misanan), dua pupu (mindoan), tiga pupu (ping telu) dan seterusnya itu tidak dilarang dalam Islam. Dan apabila tidak dilarang, maka itu artinya halal dan baik tanpa ada efek apapun. Anggapan bahwa menikah dengan kerabat dekat itu akan berdampak buruk, seperti kepercayaan dalam adat Jawa, adalah tidak benar.
Kedua, Ummi Kulsum rela dan ikhlas dijodohkan dengan siapapun asalkan calon suaminya taat agamanya dan baik kepribadiannya. Dua hal ini harus menjadi prioritas pertama dan utama bagi seorang wanita dalam mencari jodoh. Adapun hal lain seperti tampilan fisik dan kekayaan materi hendaknya menjadi pertimbangan berikutnya yang bersifat sekunder.[]
[1] Teks Arab: إنما يرحم الله من عباده الرحماء
[2] Teks Arab: ألا تسمعون إن الله لا يعذب بدمع العين ولا بحزن القلب، ولكن يعذب بهذا) وأشار إلى لسانه (أو يرحم
*Ditulis untuk Buletin El-Ukhuwah Ponpes Putri Al-Khoirot Malang