Poluneg Kerry Tak Beda dengan Bush
Oleh A Fatih Syuhud
aya akan siap siaga untuk mengirim pasukan dalam waktu singkat.” Itulah John F Kerry, kandidat presiden Amerika dari Partai Demokrat. Apa yang terjadi? Bukankah Demokrat semestinya mengakhiri kebijakan intervensionis pemerintahan Bush? Debat antara pemerintahan Bush yang unilateralis dan capres Kerry yang multilateralis bukanlah tentang apakah AS akan melakukan intervensi atau tidak. Tapi tentang kapan, di mana, dan bagaimana menggunakan kekuatan militer.
Senator John Kerry akan mengecewakan banyak orang di Amerika Serikat (AS) dan dunia yang berharap bahwa Partai Demokrat akan menawarkan platform politik luar negeri (poluneg) yang sama sekali berbeda dari “partai perang”-nya George W Bush. Tidak diragukan lagi bahwa kampanye Senator Kerry akan menawarkan kritik tajam atas kebijakan luar negeri Bush yang menjadi begitu kontroversial di dalam dan luar negeri. Dalam demokrasi, pemilu jarang dimenangkan atau dikalahkan oleh isu-isu kebijakan luar negeri. Tetapi “berkat” tragedi 11 September dan pendudukan Amerika di Irak, isu keamanan nasional akan menjadi agenda utama pemilu 2004 di AS.
Dalam menekankan imej tragedi 11 September, Bush menghadirkan dirinya sebagai seorang “Presiden masa perang” yang sukses, dengan menawarkan slogan penanganan yang mantap di masa sulit. Pada gilirannya, Kerry akan memamerkan rekornya sendiri sebagai seorang veteran perang Vietnam dan 19 tahun masa baktinya di Senate Foreign Relations Committee untuk menunjukkan bahwa ia memiliki pengalaman yang diperlukan guna menangani berbagai ancaman baru pada AS. Kerry menegaskan bahwa ia akan melakukan kebijakan “kolektif” dan “internasionalisasi” bukan pendekatan “imperialis” seperti yang dilakukan pemerintahan Bush.
Dalam segi visi dasar, kalangan Republik bertaruh bahwa 11 September telah mengubah Amerika secara signifikan. Sementara kalangan Demokrat berharap bahwa terdapat peluang yang cukup untuk menyerang Bush atas kegagalannya dalam perang melawan terorisme dan menyesatkan Amerika ke dalam jurang pendudukan Irak yang mahal. Dengan berhasilnya menyingkirkan lawan-lawannya di Partai Demokrat, Kerry telah menciptakan ruang dan waktu untuk dirinya sendiri guna terlibat dalam debat panjang dengan Bush dalam segala isu kebijakan.
Debat poluneg Amerika banyak menarik minat internasional dalam segi, apakah transformasi tak populer yang direkayasa Bush dalam pendekatan AS pada dunia hanyalah masa transisi evolusi politik pasca-Perang Dingin Amerika atau merefleksikan tendensi yang akan bertahan lama. Efek polarisasi pemerintahan Bush dalam percaturan domestik juga memberikan keuntungan yang langka pada debat politik dalam pemilu kali ini, yang tidak lagi dilihat sebagai “hadiah” bagi presiden yang berkuasa. Beberapa angket mulai menunjukkan sedikit keunggulan buat Kerry.
Intervensi
Kalangan Republik berpendapat bahwa adalah kurang bijaksana mengirim pasukan AS ke setiap pojok dunia. Mereka mengkritik tendensi pemerintahan Demokrat di bawah Bill Clinton (1993-2001) yang menyebarkan SDM militer Amerika terlalu kecil tanpa mencapai tujuan politik apa pun. Mereka berpendapat bahwa AS harus intervensi hanya ketika melibatkan kepentingan keamanan nasional utama dan bukan untuk mempertahankan agenda mempromosikan demokrasi.
Agar efektif, kalangan Republik mengatakan, intervensi Amerika harus menggunakan kekuatan besar. Kendati sekelompok Republik semacam neokonservatif sering menuntut kebijakan intervensionis luas, akan tetapi kalangan internasionalis utama tetap berhati-hati dalam mempertimbangkan dan memutuskan penggunaan kekuatan militer terutama apabila berisiko tinggi.
Bentuk intervensi juga menjadi bagian yang kritikal dalam perdebatan. Bagi Kerry, sangat penting beraliansi untuk setiap intervensi. Ia ingin intervensi Amerika terjadi dalam kerangka hukum internasional dan PBB. Kerry percaya bahwa tidak ada bangsa, bagaimanapun kuatnya, yang dapat berbuat sesuatu sendirian. Ia mengkritik Bush yang mengalienasi kawan dan aliansi AS di seluruh dunia dan mengangkangi PBB.
Akan tetapi Kerry cukup berhati-hati dengan tidak menolak kemungkinan intervensi unilateral. Bagaimanapun Clinton pernah bertindak di luar kerangka PBB di Kosovo pada akhir 1990-an. Argumen Kerry adalah bahwa intervensi harus dilakukan dalam sebuah kerangka untuk memperkuat pengaruh AS. Poluneg Bush yang “arogan, tak layak, kejam dan ideologis”, demikian Kerry, telah mengakibatkan AS kehilangan mitra internasional penting, mengalihkan perhatian dari perburuan Al Qaedah, dan membuat preseden buruk bagi yang lain untuk bertindak serupa.
Tentang Irak, Kerry tampak lebih keras dari Bush ketika ia menuduh presiden melakukan taktik hit and run guna mengurangi peran AS karena tekanan pemilu pada bulan November. “Sikap Bush ini akan menjadi bencana dan mengkhianati prinsip,” kata Kerry. Ketika ditanya tentang jalan keluar dari Irak, Kerry menjawab “Strategi keluar saya (dari Irak) adalah sukses.” Kunci untuk stabilisasi Irak, menurut Kerry, terletak pada PBB dan NATO, pandangan yang akhir-akhir ini disepakati juga oleh Bush.
Tentang terorisme dan senjata pemusnah massal (weapons of mass destruction – WMD), Bush dan Kerry sepakat bahwa kedua hal itu merupakan ancaman terbesar pada keamanan Amerika. Tetapi tindakan yang mereka lakukan berbeda. Kalangan Republik menekankan pertahanan rudal, serangan pre-emptive dan perubahan rejim. Sedang kalangan Demokrat akan memperkuat hukum internasional, universalisasi Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT), multilateralisme dan diplomasi. Kerry mengatakan ia akan menolak doktrin pre-emption (serang lebih dulu) Bush dan penggunaan kekuatan hanya sebagai solusi terakhir.
Tanpa menolak pentingnya kekuatan militer dalam kontraterorisme, Kerry menggarisbawahi pentingnya penggunaan “kekuatan lembut” (soft power) Amerika. Ia menyatakan bahwa slogan “triumphalism”-nya Bush telah membakar opini Muslim seluruh dunia dan menyulut api kalangan militan. Kerry akan menekankan pentingnya mengkaji akar penyebab terorisme dan diplomasi publik di Timur Tengah guna mempromosikan nilai-nilai modernisme. “Kemenangan final dalam perang antiteror tergantung pada kemenangan dalam perang ide, yang jauh lebih penting dari perang di medan tempur,” ujar Kerry.
Kerry tampak menampung kritik luas yang ditujukan pada pemerintahan Bush baik dari seluruh dunia maupun dari dalam negeri. Ia menekankan kepemimpinan Amerika melalui konsultasi dengan para aliansi, bukan untuk mendominasi dunia. Akan tetapi, ia cukup rentan pada kritik yang menyatakan bahwa ia sering plin-plan dan tidak punya keyakinan diri atas berbagai isu. Para kritikus dari partai Republik menunjuk dukungan Kerry pada perang Irak dan mengkontradiksi dengan kritiknya sekarang. Akan tetapi itulah resiko yang akan menimpa pemimpin manapun yang terlibat dalam spektrum politik pusat.
Kerry, dari apa yang dia katakan selama ini, tidak lebih intervensionisnya dibanding Bush. Trik yang harus dia lakukan dalam kampanye adalah menyerang presiden Bush atas kegagalannya dan membedakan dirinya dari slogan pemerintahan Bush. Akan tetapi pada waktu yang sama ia tidak ingin dilihat melangkah terlalu jauh dari visi utama diskursus poluneg Amerika. Wacana tersebut, baik sayap kiri atau kanan, semakin berubah mendukung penggunaan kekuatan militer Amerika, dengan kerangka PBB apabila menguntungkan dan tanpa PBB apabila dianggap perlu.[]
Suara Pembaruan, 5 Mei 2004