fatihsyuhud.net

Buku A. Fatih Syuhud Pengasuh PP Al-Khoirot Malang

Pernikahan Mark “Facebook” Zuckerberg

Pernikahan Mark “Facebook” Zuckerberg

Pernikahan Mark Facebook Zuckerberg yang sederhana patut menjadi contoh bagi umat Islam yang mentalnya masih dikuasai pola pikir anak jajahan. Bagi seorang yang bermental kuli, kekayaan harus dihambur-hamburkan, ditonjolkan, dan dijadikan alat untuk glorifikasi dan pengagungan diri. Bagi yang memiliki mental yang benar dan stabil, segala macam bentuk pencitraan semu itu tidak diperlukan.
Oleh A. Fatih Syuhud

Mungkin tidak banyak yang mengenal nama Mark Elliot Zuckerberg (baca, zakrbeg). Tapi hampir semua orang mengenal Facebook. Di kalangan orang yang mengenal teknologi internet, nama Facebook mungkin lebih dikenal dari pada nama anak tetangga sebelah. Nah, Mark Zuckerberg adalah pendiri, pemilik dan CEO (Chief Executive Officer) dari Facebook Inc.

Facebook adalah situs layanan pertemanan yang penggunanya mencapai hampir 1 milyar orang. Situs Facebook.com adalah situs terbesar nomor 2 setelah Google.com. Pengguna Facebook tidak perlu membayar untuk memiliki akun Facebook dan menggunakan semua fasilitasnya seperti chat (ngobrol), unggah foto, membuat group, membuat halaman, dan lain-lain. Walaupun Facebook tidak mengambil keuntungan apapun dari anggota yang terdaftar sebagai pengguna Facebook, tapi ternyata Facebook dapat meraup penghasilan sekitar USD 250 juta dolar Amerika perbulan. Dengan asumsi 1 dolar sama dengan 9000 rupiah, maka penghasilan Facebook adalah Rp. 2.250.000.000.000 (2 trilyun 250 milyar) perbulan atau 27 triliun rupiah pertahun. Penghasilan sebesar itu didapat Facebook dari pemasang iklan di situs Facebook.com. Menurut majalah Forbes, kekayaan pribadi Zuckerberg sendiri saat ini adalah USD 20 milyar atau Rp. 18.000.000.000.000 (18 triliun rupiah).

Jadi, Mark Zuckerberg sebagai pemilik Facebook saat ini menjadi salah satu orang terkaya di dunia. Zuckerberg masih sangat muda. Ia baru merayakan ulang tahunnya yang ke-28 pada 15 Mei 2012 lalu.  Dan baru saja melangsungkan pernikahan dengan seorang wanita etnis China bernama Priscilla Chan pada 19 Mei 2012.

Pernikahan pemilik Facebook tentu saja menarik perhatian dunia. Media internasional membahas dan meberitakannya. Namun, berbeda dengan pernikahan kalangan multi milyarder lain, pernikahan Zuckerberg menarik karena kesederhanaannya yang terkesan sangat kontras dengan harta yang dimilikinya.

People Magazine melaporkan bahwa walaupun sudah direncanakan secara matang sejak 4 bulan lalu, namun resepsi perkawinan Mark Zuckerberg-Priscilla Chan sengaja hanya dihadiri oleh kurang dari 100 tamu dan diadakan di halaman belakang rumah mereka. Sedang jamuan makannya cukup dilakukan dengan memesan makanan dari sebuah restoran di dekat rumahnya. Tamu-tamu yang datang pun tidak diberitahu sebelumnya. Mereka diundang hanya untuk menghadiri pesta wisuda Priscilla Chan yang baru lulus sebagai dokter spesialis anak. Itu artinya para tamu undangan tidak menyiapkan kado hadiah pernikahan. Uniknya lagi, kedua mempelai memberitahu perkawinan mereka pada dunia luar hanya cukup melalui perubahan status mereka di akun Facebook dari “open relationship” menjadi “married.”

Filosofi Kerja Keras dan Hidup Sederhana

Mark dan keluarganya adalah tipikal keluarga kelas menengah modern yang lebih memprioritaskan kerja keras dan menikmati pekerjaannya dan pada waktu yang sama tetap menjaga pola hidup sederhana. Ayah Mark adalah seorang dokter gigi yang dibantu ibunya tetap membuka praktik kendati mempunyai anak yang hartanya tidak akan habis dimakan 7 turunan. Dokter gigi pribadi Mark tetap ayahnya sendiri dari dulu sampai sekarang. Saudara-saudara Mark juga memiliki kerja sendiri dan tidak ikut-ikutan mengurus Facebook.

Mark tampaknya tidak ingin keberadaannya sebagai orang kaya baru (OKB) yang begitu mendadak—Facebook baru berdiri pada 2005—membuat hidupnya dikuasai oleh harta. Mungkin itu salah satu sebab dia menikahi Priscilla Chan, dokter spesialis anak yang juga dikenal cerdas dan memiliki prinsip hidup sederhana dan pekerja keras. Dalam buku Akhlakul Karimah (2010) saya sedikit menyinggung banyaknya orang kaya Amerika yang memilih hidup sederhana seperti Mark Zuckerberg. Sebuah kebiasaan gaya hidup modern yang positif di kalangan orang-orang kaya terdidik di tengah derasnya desakan gaya hidup konsumerisme (gila belanja) dan hedonisme (pemujaan materi).

Kebiasaan Mewah Perkawinan Indonesia

Resepsi pernikahan pemilik Facebook di atas sungguh kontras dengan upacara pernikahan sejumlah kalangan kaya di Indonesia yang terjadi pada tahun 2011.

Lihat misalnya upacara mewah saat Hamengkubuwono X menikahkan putri bungsunya GRA Nur Astuti Wijareni dengan Achmad Ubaidillah pada 18 Oktober 2011 dengan lebih dari 2.000 tamu undangan dan berlangsung 4 hari 4 malam.

Begitu juga betapa meriah dan mewahnya saat Presiden SBY menikahkan putra bungsunya Edhie Baskoro Yudhoyono dengan Siti Rubi Aliya Rajasa pada 26 November 2011 yang menelan biaya antara Rp. 14 sampai 40 milyar (Tempo, 28 November 2011). Pertanyaan yang muncul, mengapa Hamengkubuwono X dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono begitu mewah dalam menghelat pesta pernikahan anak-anak mereka sementara orang sekaya dan semuda Mark Zuckerberg merayakannya dengan begitu sederhana? Padahal, walaupun termasuk golongan berada, dibandingkan harta Zuckerberg, kekayaan Sultan Hamengkubuwono X dan Presiden SBY tidak ada apa-apanya?

Mentalitas Feodal

Fenomena pameran gaya hidup mewah di kalangan orang kaya dan berkuasa di Indonesia sebenarnya mewakili budaya mental feodal (feudal mentality). Dalam tradisi dan budaya feodal yang masih berakar kuat di Indonesia,  kasta, kekuasaan dan uang mendapat penghormatan yang tinggi di masyarakat.  Kendatipun mungkin orang tersebut kurang berhak untuk mendapatkan penghormatan itu dari sudut pandang nilai-nilai ideal.

Dalam diri orang yang masih dikuasai mental feodal,  kewibawaan dan kesuksesan harus ditunjukkan dalam bentuk-bentuk simbol fisikal yang jelas dan .mewah.. Seperti, gaya pembawaan yang menjaga imej yang umum disingkat dengan “jaim”. Mobil yang mewah dan banyak. Rumah yang mentereng. Pesta hajatan pernikahan yang menelan biaya milyaran dan mengundang decak kagum.

Pola pikir feodal masih menggerogoti cara berfikir kalangan elite umat Islam di Indonesia baik itu pejabat, pengusaha, hartawan, bahkan sebagian kalangan tokoh agama (ulama, kiai, da’i, mubaligh) yang kaya. Tidak perlu heran kalau kita melihat banyak tokoh agama yang ikut-ikutan pamer kemewahan.

Dan adalah natural kalau mindset feodal juga menetes ke kalangan menengah ke bawah karena dalam masyarakat feodal kelompok level menengah ke bawah selalu melihat dan mencontoh kalangan yang lebih atas untuk ditiru dan diteladani.

Oleh karena itu, sudah menjadi pemandangan umum bahwa masyarakat miskin pun cenderung untuk memaksakan diri saat mereka mengadakan hajatan pernikahan. Mereka berani berhutang kesana kemari agar supaya resepsi pernikahan putra putri mereka pantas disebut “mewah”.

Kebiasaan mengumbar kemewahan baik karena mampu atau karena memaksa sudah waktunya dihentikan. Masyarakat harus dididik untuk menjalani hidup secara lebih bermakna dan berkualitas. Hidup berkualitas ditunjukkan bukan dengan pamer kemewahan tapi dengan pembangunan dan pengembangan karakter yang ideal dan islami seperti jujur, kerja keras, peningkatan level kemampuan dan level pendidikan, peningkatan komitmen keagamaan, dan hidup sederhana sebagai gaya hidup.

Dan dalam masyarakat feodal, perubahan perilaku hanya dapat terjadi apabila dimulai dari kelompok elite masyarakat. Secara kronologis, hal ini dapat dimulai dari kalangan tokoh agama dan habaib yang kaya, pejabat, pengusaha dan para hartawan lain.

Hidup sukses bukan seberapa orang kaya dapat memamerkan kekayaannya. Tapi seberapa besar orang kaya dapat menunjukkan kesederhanaannya, kejujurannya dan kepeduliannya pada si miskin. Hidup sukses bagi si miskin adalah seberapa besar dia dapat menjaga martabat dirinya untuk tidak meminta-minta atau mencuri, untuk terus bekerja keras, dan menilai kejujuran dan kesederhanaan si kaya sebagai kesuksesan tertinggi.[]

Daftar Pustaka

A. Fatih Syuhud, Akhlakul Karimah, Pustaka Al-Khoirot, Indonesia, 2010.
Gail B. Stewart, Mark Zuckerberg: Facebook Creator (Innovators), KidHaven, Amerika, 2009.
Mark Bloch, Feudal Society, Unv. Chicago, Amerika, 1968.
Thomas Stanley and William Danko, The Millionaire Next Door: The Surprising Secrets of America’s Wealthy, Taylor Trade Publishing: Amerika, 2010.
Timothy Reuter, Medieval Polities and Modern Mentalities, Cambridge University Press, 2010.

Kembali ke Atas