Babak Baru Perdamaian Israel – Palestina?
Oleh A Fatih Syuhud*
Harian Pelita edisi 4 Februari 2005
Pada 15 Januari 04 Mahmud Abbad (Abu Mazen) resmi dilantik menjadi Presiden Palestina ke-2 setelah pada 9 Desember 04 terpilih sebagai Presiden Otoritas Palestina dengan kemenangan mutlak 62.32 persen. Baik dalam pidato kemenangannya maupun saaat pelantikannya dia menegaskan komitmennya pada perdamaian dan menentang kekerasan. Abbas menyerukan pejuang Palestina untuk menghentikan Intifada agar pembicaraan damai dengan Israel dapat dimulai.
Pemilu itu dimonitor oleh lebih dari 800 pengamat internasional termasuk mantan Presiden Jimmy Carter dan grupnya serta sejumlah anggota National Democratic Institution (NDI), AS. Setelah pemilu Presiden Carter mengatakan pada CNN bahwa pemilu berjalan dengan bebas dan fair. Ia juga mengatakan bahwa terdapat sejumlah gangguan dari pihak Israel ketika pemilu berlangsung di Yerusalem Timur di mana ia sampai menemui PM Ariel Sharon empat kali. Carter juga mengatakan bahwa keadilan bagi rakyat Palestina sudah lama tertunda dan pemilu ini diharapkan dapat menjadi langkah positip menuju solusi dua negara, di mana baik Israel maupun Palestina dapat hidup bersama secara berdampingan.
Yang paling signifikan adalah tak adanya tindak kekerasan dari Hamas atau kelompok radikal lain selama pemilu. Jubir NDI mengatakan bahwa pemilu kali ini betul-betul merefleksikan kehendak dan aspirasi rakyat Palestina. Ini untuk pertama kalinya bangsa Arab menunjukkan bahwa ia dapat membangung demokrasi di kawasannya. Oleh karena itu, Israel hendaknya tidak lagi menyombongkan diri bahwa Israel adalah satu-satunya negara yang demokratik di kawasan itu. Tetangganya telah melakukan hal yang sama dan bahkan lebih baik –lebih damai dan bermartabat—tanpa pengaruh dari luar seperti Israel dari kalangan Yahudi di AS. Jadi, jeleknya citra Palestina karena tindak kekerasannya adalah dikarenakan pendudukan Israel di tanah Palestina dan aksi penindasan militer Israel terhadap rakyat Palestina yang semuanya bertentangan dengan hukum internasional. Adalah sangat jelas bahwa apabila Israel mengosongkan tanah Palestina dan menarik mundur pasukannya pada perbatasan yang dibuat pra-1967, perdamaian akan terjadi dan kedua negara dapat hidup berdampingan secara damai.
Capres lain adalah Mustafa Barghouti yang mendapat lebih dari 21 persen suara mengaku kalah dan menerima hasil pemilu. Sikap ini patut mendapat apresiasi. Kelompok partainya tidak melakukan tindak kekerasan atau mengganggu proses pemilu. Namun demikian, Barghouti mengeluh atas perlakuan Israel yang mempersulit proses kampanyenya dan sempat ditahan pasukan Israel ketika berkampanye di Yerusalem Timur. Sementara Hamas memutuskan untuk tidak berpartisipasi di pemilihan presiden tetapi, menariknya, tidak mengatakan apa-apa selama pemilu. Kendati hampir semua anggota Hamas bersenjata, mereka tidak berusaha untuk mengganggu jalannya pemilu. Bahkan, Hamas berencana akan berpartisipasi dalam pemilu parlemen pada 17 Juli mendatang. Semua ini menjadi tanda kuat sebuah demokrasi yang matang.
Presiden Bush menilai pemilu kali ini sebagai sebuah langkah “historik” dalam proses demokrasi dan mengucapkan selamat pada Mahmud Abbas sebagai Presiden terpilih Palestina yang baru. Bush juga mengundang Abbas ke Washington, hal yang tidak dia lakukan pada mendiang Yasser Arafat. Menlu Uni Eropa (EU) Javier Solana menyambut kemenangan ini sebagai sebuah peluang baru untuk perdamaian di Timteng. Solana mengatakan bahwa ia akan melakukan apapun untuk membantu proses perdamaian.
PM Ariel Sharon secara pribadi tidak mengatakan apa-apa tentang hasil pemilu sampai Presiden Bush mengucapkan selamat. Sharon baru menelpon Abbas pada 11 Januari untuk mengucapkan selamat. Apa yang dikatakan kalangan dekat Sharon setelah hasil pemilu diumumkan adalah bahwa Mahmud Abbas harus menghentikan kekerasan dan teror. Namun demikian, salah seorang jubir Sharon mengatakan bahwa Israel bersedia berkompromi apabila terorisme berhenti. Tetapi, sayangnya mereka tidak memahami bahwa “terorisme” (perjuangan bersenjata) akan berakhir ketika pendudukan juga dihentikan.
Abbas mengatakan bahwa dia akan mengadakan pembicaraan dengan kelompok radikal termasuk Hamas di Kairo pada bulan depan dengan tujuan membuat formula untuk gencatan senjata agar supaya ia dapat memulai pembicaraan damai dengan Israel. Tetapi Hamas mengatakan hal ini hendaknya tidak dilakukan sepihak – Israel juga harus menarik pasukannya dari kawasan Palestina, menghentikan larangan bepergian dan menyetop pembunuhan tokoh-tokoh Hamas dan hanya dengan cara itu Hamas akan bersedia mempertimbangkan gencatan senjata. Tuntutan Hamas itu sah adanya. Namun demikian, Hamas berpendapat bahwa Kesepakatan Oslo merupakan “kesalahan monumental” –yang tentu saja tidak disepakati banyak pihak—dan karena itu ia akan meneruskan perjuangan bersenjatanya sampai pendudukan berakhir.
Abbas dan kalangan senior Otoritas Palestina tampak memiliki determinasi kuat mereformasi seluruh institusi demokrasi seperti akan diadakannya pemilu parlemen pada 17 Juli depan dan rencana menciutkan biro keamanan dari 19 menjadi hanya tiga untuk menciptakan basis mapan menuju pemerintahan yang baik. Pemerintah Palestina juga memuat APBN-nya di situs dengan tujuan menjamin transparansi. Semua ini merupakan sejumlah langkah untuk mendapat kepercayaan komunitas internasional.
Mantan penasihat keamanan nasional AS era Bush Sr., Brent Scowcroft mengatakan bahwa AS hendaknya meminta Israel untuk mengimplementasikan Peta Damai karena tanpa itu perdamaian Israel Palestina tidak akan dapat dicapai.
Memang, dua saudara “sepupu” ini terlalu dalam bertempur memperebutkan kedaulatan sebidang tanah yang sangat berharga bagi keduanya. Mantan Presiden Jimmy Carter mengatakan bahwa Peta Jalan (PT) sudah disetujui oleh Presiden Bush dan juga diterima seluruh kandungan isinya oleh Palestina. PT dibuat oleh Kuartet – AS, PBB, Rusia dan UE. Hanya Israel yang keberatan pada 14 butir isinya. Dengan demikian, hanya Israel yang bermasalah dengan PT. Oleh karena itu, dunia terutama AS harus sepakat untuk “memaksakan” implementasi Peta Jalan (PT) pada Israel karena PT merupakan solusi terbaik yang tak diragukan dapat menjamin perdamaian yang notabene dapat menguntungkan semua pihak. Israel hendaknya tidak dibiarkan merusaknya dan meneruskan pendudukan tanah Palestina yang hanya akan membahayakan perdamaian dan keamanan dunia.
Secara faktual, akar terorisme dunia kontemporer adalah pendudukan Israel atas tanah Palestina dan konsekuensi perjuangan bersenjata oleh rakyat Palestina untuk mendapatkan kembali tanah mereka. Dengan demikian, akhir pendudukan seluruh tanah Arab baik oleh Israel dan AS adalah satu-satunya jalan menuju perdamaian di kawasan dan di seluruh dunia.[]
*Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik Agra University, India