fatihsyuhud.net

Buku A. Fatih Syuhud Pengasuh PP Al-Khoirot Malang

Rumah Tangga Miskin (6): Suami jadi TKI

Rumah Tangga Miskin (6): Suami jadi TKI
Oleh A. Fatih Syuhud

Pada dasarnya semua orang enggan meninggalkan kampung halaman untuk merantau ke tanah seberang untuk bekerja. Apalagi ke luar negeri. Manusia cenderung merasa nyaman dengan status quo atau keadaan yang ada. Dalam tradisi Jawa ada pepatah mangan ora mangan sing penting kumpul. Arti konklusinya, berkumpul bersama keluarga itu lebih baik walaupun keadaan ekonomi pas-pasan daripada berpisah dengan anak istri dan jauh dari kampung halaman.

Akan tetapi hidup tidak selalu ideal seperti yang diharapkan. Ada kalanya seorang suami tidak memiliki pilihan selain pergi ke luar negeri mencari rezeki yang dapat memenuhi kebutuhan keluarga karena sulitnya pekerjaan di Tanah Air atau kecilnya penghasilan yang ditawarkan. Dalam keadaan darurat seperti ini, maka menjadi TKI (Tenaga Kerja Indonesia) di luar negeri adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari. Dan sudah sepantasnya dilakukan oleh suami dan kepala rumah tangga yang bertanggung jawab menanggung nafkah anak dan istri. Tentu, dengan perasaan sedih karena konsekuensinya tidak dapat memberi nafkah batin pada istri dan tidak bisa memberi perhatian khusus pada perkembangan dan pendidikan anak-anak yang notabene menjadi salah satu tujuan pokok hidup berumahtangga.

Dengan pemikiran seperti di atas, maka bekerja di luar negeri hendaknya tidak dijadikan sebagai profesi abadi. Suami harus memiliki target waktu yang jelas berapa lama bekerja, dan visi yang pasti apa tujuan jangka panjang dan kapan harus pulang kembali berkumpul dengan keluarga. Karena tidak sedikit orang yang pergi bekerja di luar negeri tanpa tujuan dan visi yang jelas akhirnya menjadi sapi perah pihak yang ada di rumah baik itu anak istri atau keluarga dekat lain. Apa yang dimaksud dengan visi, target waktu dan target hasil yang jelas adalah sebagai berikut:

Pertama, harus dicamkan dalam hati bahwa bekerja di luar negeri adalah karena darurat demi tujuan yang lebih besar yaitu menafkahi kebutuhan anak dan istri yang tidak dapat dilakukannya di Tanah Air. Dan akan segera kembali saat tujuan itu tercapai. Keberadaan suami yang terlalu lama di luar negeri akan berdampak kurang baik pada keharmonisan rumah tangga. Tidak sedikit kasus perselingkuhan yang terjadi yang dilakukan oleh salah satu atau kedua belah pihak disebabkan oleh ketidakbersamaan fisik yang terlalu lama yang kemudian berakhir dengan perceraian atau tetap berkumpul tapi dengan perasaan dan suasana yang jauh dari keluarga sakinah. Dalam situasi seperti ini yang menjadi korban utama adalah anak-anak. Dan ketika itu terjadi, tujuan utama dari kepergian ke luar negeri menjadi tidak tercapai.

Kedua, selain untuk memenuhi kebutuhan mendesak keluarga di Tanah Air, suami yang pergi ke luar negeri hendaknya juga berusaha menabung sebagai modal usaha kelak saat di Tanah Air. Langkah dan niat ini akan membuat kehidupan di negara lain menjadi lebih terkontrol dan uang yang didapat tidak dihambur-hamburkan. Ada sebagian TKI yang hidup sukses membuka usaha dengan modal hasil kerjanya di luar negeri. Tapi banyak juga yang pulang tidak membawa apa-apa kecuali sedikit uang untuk memperbaiki rumah. Dan setelah uang habis kembali berangkat menjadi TKI lagi.

Padahal membuka usaha tidaklah sulit yang penting ada modal dan kemauan. Yang dimaksud usaha tidak harus berupa dagang. Wiraswasta dapat berupa usaha pertanian yang beresiki kecil seperti menyewa lahan pertanian untuk menanam tebu dan tanaman lain yang relatif tahan hama. Atau bagi yang memiliki lokasi di kota atau dekat sekolah dapat membuat tempat rumah kontrakan dan usaha-usaha lain yang sekiranya dapat diharapkan keuntungannya dalam jangka pendek.

Intinya, suami bekerja dan berusaha untuk menafkahi anak dan istri adalah wajib hukumnya (QS Al Baqarah 2:233) sebagai bagian dari tanggung jawab pemimpin rumah tangga. Namun bekerja di luar negeri hendaknya menjadi pilihan terakhir karena itu berpotensi dapat merusak tujuan utama rumah tangga itu sendiri yaitu sakinah, mawaddah wa rahmah (QS Ar Rum 30:21).[]

Kembali ke Atas