Buku A. Fatih Syuhud

Visi, pemikiran dan karya tulis A. Fatih Syuhud Pengasuh PP Al-Khoirot Malang

Menerima Lamaran

Menerima Lamaran
Oleh A. Fatih Syuhud

Kedatangan keluarga dari pihak laki-laki yang bertujuan hendak melamar seorang wanita merupakan salah satu peristiwa penting yang sangat dinanti-nanti tidak hanya oleh wanita itu sendiri tapi juga oleh ayah dan ibunya. Betapa tidak, dipinang seseorang merupakan sesuatu yang membahagiakan. Apalagi kalau yang meminang adalah seorang pria yang memang menjadi impian keluarga pihak perempuan. Dari senangnya sehingga terkadang orang tua lupa untuk meminta persetujuan putrinya. Atau kalaupun diminta persetujuan, tidak jarang dengan setengah memaksa.

Di sebagian daerah di Jawa dan Madura terdapat suatu kepercayaan di kalangan orang tua di mana adanya pinangan pertama itu ibarat penjual barang di pasar yang kedatangan pembeli pertama dalam arti sama-sama pantang untuk ditolak. Tak peduli apakah putrinya masih belum cukup umur untuk ditunangkan . Tak penting apakah yang melamar itu pria yang pantas menjadi pasangan abadi putrinya atau tidak.

Ada juga kepercayaan di sebagian masyarakat Jawa dan Madura di mana keputusan menerima atau menolak lamaran seseorang itu berdasarkan hitungan weton kelahiran pria dan wanita. Apabila hitungan wetonnya tidak cocok, maka pinangan pria itu akan ditolak. Tidak peduli betapapun idealnya pria yang meminang putrinya tersebut.

Di kalangan masyarakat yang cara berfikirnya relatif lebih “rasional” seperti masyarakat perkotaan yang pendidikannya relatif lebih baik, menerima atau menolak lamaran biasanya lebih disebabkan oleh alasan yang bersifat materi. Seperti jabatan yang disandang atau kekayaan yang dimiliki. Pria bujangan yang menjadi pegawai negeri sipil (PNS) paling mudah mendapat persetujuan calon mertua untuk meminang putrinya. Disusul oleh pegawai bank, pegawai BUMN, dan pegawai perusahaan asing (PMA). Kelompok para pegawai ini akan mudah mendapat persetujuan calon mertua saat mengajukan lamaran karena ada kepastian masa depan ekonomi. Pertimbangan lain seperti kepribadian atau kejujuran ada di nomor kesekian.

Adanya variasi cara pandang di kalangan orang tua dalam mengambil keputusan menerima atau menolak pinangan itu sebenarnya berasal dari tujuan yang sama: yaitu untuk mendapatkan calon terbaik bagi putri mereka. Penilaian tentang siapa figur pria terbaik tentu saja berbeda sesuai dengan tradisi, kepercayaan, dan latarbelakang pendidikannya.

Bagi orang tua muslim yang baik, pandangan tentang siapakah pria terbaik untuk pendamping abadi putrinya hendaknya berpegang pada ajaran Islam. Begitu juga, bagi seorang wanita salihah yang memiliki komitmen keislaman hendaknya ia menyandarkan penilaian sosok pendamping ideal berdasarkan hanya pada tuntunan Islam. Bukan pada kepercayaan dan tradisi nenek moyang; bukan pada materi dan jabatan; bukan pula pada tampilan fisik luar.

Pria yang baik yang dapat menjadi pendamping yang baik dan bertanggung jawab dunia dan akhirat adalah laki-laki yang paling bertakwa. Karena dialah yang menurut Allah merupakan sosok paling mulia di sisi-Nya (Al-Hujurat 18:13). Secara sederhana, pribadi yang takwa dapat digambarkan sebagai sosok yang komplit kepribadiannya: komitmen keislamannya tidak diragukan, kepribadiannya menyenangkan terhadap sesama manusia dan figur yang bertanggung jawab kepada keluarga.

Tidak mudah melihat sosok kepribadian yang memenuhi standar takwa. Seorang yang teratur shalat fardhu dan puasa Ramadan-nya belum tentu paling takwa kalau dia seorang pemarah yang suka melayangkan tangannya pada yang lemah. Namun setidaknya, ketaatan dalam beragama dapat dijadikan sebagai tolok ukur pertama dalam menilai kepribadian seorang pria idaman. Tentu dibutuhkan waktu untuk melihat apakah sikap agamisnya itu juga tergambar dalam perilaku kesehariannya. Dari sinilah orang tua hendaknya tidak terburu-buru memutuskan suatu lamaran sebelum mengadakan investigasi yang cukup terhadap calon menantunya.[]

Menerima Lamaran
Kembali ke Atas