Saad bin Abi Waqqash
Saad bin Abi Waqqas adalah contoh dari seorang figur yang cerdas dan berhati suci sehingga ia mudah menerima kebenaran Islam saat ia masih remaja tanpa peduli resiko besar yang akan ia terima. Itulah sebabnya ia termasuk dari 10 Sahabat yang mendapat berita gembiar akan masuk surga saat masih hidup.
Oleh A. Fatih Syuhud
Saad bin Abi Waqqas adalah salah satu dari 17 Sahabat Nabi yang masuk Islam pertama kali. Kebetulan juga ia baru berusia 17 tahun saat pertama kali berbaiat pada Nabi sebagai muslim pada tahun 610 atau 611 masehi. Ia termasuk dari 10 Sahabat Nabi yang dijamin masuk surga. Dalam sejarah Islam ia terutama dikenal atas keperkasaannya sebagai jenderal di medan perang terutama saat penaklukan Persia pada 636 masehi, kemudian menjadi gubernur Persia dan menjadi utusan diplomatik Islam untuk China pada tahun 616 dan 651 masehi.
Nama lengkapnya adalah Saad bin Abi Waqqas Al-Zuhri Al-Qurashi. Lahir di Mekkah pada tahun 595 masehi atau 23 sebelum hijrah, Saad berasal dari klan Banu Zuhrah yang merupakan bagian dari suku Quraisy. Ia adalah cucu dari paman Aminah binti Wahab, ibunda Rasulullah. Ia baru berusia 17 tahun ketika menerima Islam.
Tentang keislamannya, ia berkisah: Ketika ibuku mendengar berita keislamanku, dia marah sekali. Dia datang padaku dan berkata: “Wahai Saad! Agama apa yang kamu peluk ini sehingga membuatmu keluar dari agama ayah dan ibumu? Demi Tuhan, kamu harus tinggalkan agama barumu kalau tidak maka aku tidak akan makan dan minum sampai aku mati. Hatimu akan menderita dan kamu akan menyesali keputusan yang telah engkau ambil, dan orang-orang akan menistakanmu selamanya.’ ‘Jangan lakukan itu ibu,’ Aku menimpsli, ‘karena aku tidak akan meninggalkan agamaku untuk apapun.’ Akan tetapi ibunya tetap melaksanakan ancamannya. Selama berhari-hari ia tidak makan dan minum. Ia menjadi lemah.”
Jam demi jam, aku terus bertanya apakah aku boleh membawa makanan atau minuman untuknya akan tetapi dia tetap menolak dengan ancaman tidak akan makan dan minum sampai mati kecuali kalau aku meninggalkan Islam. Aku berkata padanya, ‘Wahai ibu! Walaupun aku sangat mencintaimu, tapi cintaku pada Allah dan Rasul-Nya jauh lebih kuat. Demi Allah, seandainya engkau memiliki 1000 nyawa dan setiap nyawa pergi satu demi satu, aku tidak akan meninggalkan agama ini demi apapun.’ Ketika ibu melihat bahwa aku begitu bulat tekadku, dia pun menyerah dan mulai makan dan minum.
Dari peristiwa Saad dan ibunya ini, maka turunlah ayat Al-Quran QS Al-Ankabut :3 “Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-bapaknya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. ”
Pada tahun 614 masehi, umat Islam sedang bepergian menuju Makkah untuk melakukan ibadah bersama Rasulullah, ketika sekelompok kaum munafik melihat mereka. Kaum munafik menghadang dan menyerang mereka. Saat memukul salah satu orang munafik sampai mengeluarkan darah. Konon, inilah darah pertama yang mengalir atas nama Islam.
Dari sekelumit kisah Saat bin Abi Waqqas di atas, ada dua hal yang dapat diambil pelajaran darinya. Pertama, cintanya yang besar pada Islam, ketegasannya untuk membela Islam dan komitmennya yang kuat untuk lebih tunduk pada syariah Islam daripada pada ibunya sendiri betul-betul patut menjadi contoh dna teladan yang baik bagi kita.
Kedua, bahwa ketundukan dan ketaatan pada orang tua itu berlaku sepanjang tidak berlawanan dengan syariah. Apabila bertentangan dengan tuntunan agama, maka wajib mendahulukan ketaatan pada Islam sebagaimana disinggung dalam QS Al-Ankabut ayat 8.
Saad bin Abi Waqqas wafat pada tahun 55 hijrah atau 674 masehi pada usia 80 tahun dan dimakamkan di Baqi, Madinah, suatu pemakaman para Sahabat Nabi yang terletak di samping masjid Madinah.[]