Akhir Kejayaan Neo-Konservatif di AS
Oleh A. Fatih Syuhud
Hidayatullah.com, Rabu, 25 Juni 2003
Kekuasaan kalangan ‘neo-konservatif’ yang mengantar dipercaya semua masyakarakat AS setuju merampas Iraq mungkin akan segera berakhir beberapa waktu lagi. Kecuali bila Tuhan keluar dari langit pada beberapa minggu mendatang ‘hanya’ untuk menaruh sejumlah besar senjata biologi dan kimia di beberapa tempat di Iraq agar Presiden W Bush bisa dipercaya dunia atas keputusannya menjajah Iraq
Presiden Bush dan kubu ‘neo-konservativ’ kini tengah mengalami kebingungan besar. Alasannya, tidak lain investigasi terhadap kemungkinan adanya penyalahgunaan informasi intelijen tentang dugaan adanya senjata pemusnah massal (weapons of mass destruction – WMD) di Iraq yang diadakan oleh Senat AS.
Penyelidikan, yang telah diajukan oleh kalangan politisi partai Republik dan Demokrat, akan termasuk dengar pendapat publik yang akan disiarkan langsung di TV. Di balik itu terletak kegagalan berkesinambungan lebih dari seribu personel tim inspeksi senjata AS untuk menemukan sebuah WMD di Iraq, atau bahkan sinyal adanya hubungan antara rezim Saddam Hussain dan al-Qaidah. Hingga memunculkan opini, bahwa kalangan kongres mungkin telah banyak dikibuli Bush.
Pemicu dari penyelidikan itu adalah pengakuan Menhan Donald Rumsfeld pada 27 Mei bahwa Amerika mungkin tidak akan pernah menemukan satupun WMD. “Sulit menemukan sesuatu di negara yang berusaha keras untuk menyembunyikannya,” kanya.
Rumsfeld juga mengatakan pada sebuah pertemuan para pakar urusan luar negeri bila, “Ada juga kemungkinan bahwa mereka memutuskan untuk menghancurkannya (WMD) sebelum pecahnya konflik.”
Pengakuan Rumsfeld disusul oleh terungkapnya sejumlah pengakuan dari berbagai pihak terkait. Dalam waktu tidak lama, sejumlah agen intelijen di Eropa (Inggris) dan Amerika sendiri yang mengungkapkan bahwa laporan-laporan intelijen mereka telah dengan sengaja dirusak oleh para politisi mereka guna menciptakan kesan bahwa Iraq memiliki WMD agar dapat menarik simpati dan mencari legitimasi untuk menciptakan peluang invasi ke Iraq.
Gerutuan ketidak puasan mengemuka sejak 7 Februari. Hal ini ditimbulkan oleh pengungkapan pada hari sebelumnya bahwa laporan ‘intelijen’ Inggris yang diserahkan ke Amerika beberapa hari sebelumnya dan disetujui oleh Colin Powell dalam pidatonya di Dewan Keamanan PBB telah dicampur dengan bahan-bahan yang berasal dari materi yang sudah diterbitkan, termasuk dari sebuah disertasi Doktor tahun 1999 oleh seorang mahasiswa Amerika, Ibrahim al-Marashi. Sementara bagian lain diambil dari sebuah buku yang diterbitkan pada 1999 berjudul Saddam’s Secrets oleh Tim Trevan.
Seluruh berkas pidato itu diramu oleh apa yang disebut dengan Coalition Information Centre di kantor Perdana Menteri Tony Blair. Hal ini memicu protes dari sejumlah Anggota Parlemen Inggris yang menganggap bahwa pemerintah Inggris telah menyesatkan Parlemen dan masyarakat.
Pada hari-hari setelah pengakuan Rumsfeld, para pejabat intelijen Inggris mengumumkan bahwa badan intelijen Inggris telah menentang penyalahgunaan masukan intelijen mereka untuk mengimplementasikan agenda Iraq sejak musim gugur lalu. Contohnya, adalah rekayasa laporan agen intelijen Inggris M16 yang diberi kesimpulan secara hati-hati bahwa apabila tentara Saddam Husein memiliki beberapa drum bahan kimia dan biologi mendekati jumlah baterai rudal, militer Iraq akan mampu mengerahkan WMD dalam waktu 45 menit. Para pejabat dekat dalam poemerintahan PM Blair, kemudian membuang kata ‘apabila’.
Di Washington juga terjadi kemarahan, yang disuarakan oleh mantan anggota senior CIA dan DIA (Defence Inteligence Agency), agen intelijen di bawah militer. Patrick Lang, mantan ketua perekrut intelijen manusia seluruh dunia untuk DIA yang mengkoordinir intelijen militer, percaya bahwa DIA “telah diekploitasi dan disalahgunakan dalam proses membuat kasus untuk invasi di Iraq berdasarkan keberadaan WMD”.
Dia mengatakan bahwa CIA “sama sekali tidak punya nyali” untuk melawan pemiringan laporan intelijen yang disengaja oleh Pentagon yang saat ini mendominasi kebijakan luar negeri AS.
Vince Cannistraro, mantan ketua operasi konter teroris CIA, mengatakan para pejabat intelijen yang sedang aktif menyalahkan Pentagon karena telah bermain-main dengan intelijen “palsu”, “banyak dari laporan intelijen itu bersumber dari Iraqi National Congress-nya Ahmad Chalabi.” Mereka berpendapat bahwa sebelum terjun dalam invasi (dengan Irak), pemerintahan Bush memiliki “kewajiban moral untuk menggunakan informasi terbaik yang tersedia, tidak hanya informasi yang searah dengan ide mereka.”
Mungkin serangan kritik yang paling tajam adalah yang datang dari Ray McGovern, mantan analis CIA dengan pengalaman selama 25 tahun, yang memimpin organisasi para mantan pejabat intelijen dan telah menulis tentang Presiden Bush dan Kofi Annan, yang memprotes atas terjadinya penyalahgunaan intelijen untuk memulai invasi terhadap Iraq dan mempertanyakan mengapa inspeksi UNMOVIC tidak dikirim kembali ke Iraq.
Dalam sebuah program analisis berita di BBC World Service pada 3 juni, McGovern menuduh pemerintahan Bush telah menipu Kongres dengan memaksa mereka agar cepat menyetujui resolusi kekuasaan perang pada 11 Oktober 2002. Rekayasa input intelijen yang memalukan guna memaksa Amerika sampai pada kesimpulan yang diinginkan itu dilakukan oleh sebuah grup individual di Departemen Pertahanan, yang dia juluki sebagai ‘the cabal’ (komplotan rahasia). Tentu tidak sulit untuk menebak siapa-siapa saja yang dimaksud.
Bahan bukti kunci yang mendorong Kongres dan Senat untuk menyetujui tindakan perang adalah pernyataan pemerintah AS bahwa Iraq telah membeli kue kuning uranium dari Nigeria, pernyataan yang ternyata tidak berdasar pada fakta yang sebenarnya alias palsu.
McGovern menunjukkan bahwa pemerintahan Bush tahu betul bahwa dokumen pendukung dari pernyataan itu adalah hasil rekayasa ketika pemerintah mempresentasikan bukti itu di hadapan Kongres dan Senat. Dia juga menyatakan bahwa apa yang disebut dengan bukti yang hadirkan Colin Powell di hadapan Dewan Keamanan PBB pada 5 Februari tidak disusun oleh CIA tetapi oleh National Security Council.
Bush dan Blair bersikeras bahwa WMD telah dan akan ditemukan. Bush juga menambah 1.400 anggota inspeksi pada 1.000 anggota inspeksi AS yang sudah berada di Iraq. Tetapi sekalipun demikin Bush sudah mulai mengenyampingkan isu WMD ini. Di St. Petersburg, ketika pengakuan Rumsfeld memenuhi headlines media massa, Bush mencoba meyakinkan kalangan pengeritik dengan bersikeras menyatakan bahwa WMD telah ditemukan di Iraq, dan bahwa sudah waktunya berhenti memikirkan dan mengkuatirkan sesuatu yang sudah dilakukan dan memulai melihat ke depan.
Akan tetapi, dalam konteks pemerintahan Bush, imej buruk dan kehancuran telah terjadi. Untuk memahami apa makna dari penyelidikan Kongres bagi masa depan pemerintahan Bush, dan bagi Bush sendiri, kita hanya cukup mengingat bahwa apapun yang mungkin dapat ditolerir oleh Amerika di luar negeri, tidak akan demikian persoalannya apabila menyangkut urusan dalam negeri. Amerika akan melakukan sistem demokrasi mereka dengan sangat serius di kandang sendiri.
Kehidupan publik rakyat Amerika dipenuhi dengan sikap puritan yang membuatnya sangat sulit bagi mereka untuk mentoleransi ketidak jujuran dan penipuan oleh pemimpin mereka. Oleh karena itu, tidak ditemukannya WMD di Iraq telah merubah haluan sebuah isu yang sebelumnya menjadi isu internasional antara AS dan Inggris versus ‘Eropa tua’ (dan mayoritas opini dunia) menjadi sebuah isu domestik.
Kebohongan Publik
Kalangan Partai Demokrat, khususnya, telah mencium sebuah isu yang dapat menjatuhkan George Bush pada pemilu 2004. Henry Waxman, seorang senator partai Demokrat dari California, menulis surat sepanjang 40 halaman beberapa hari yang lalu membuat tuduhan yang sama dengan McGovern dan menuntut penjelasan yang sama.
Untuk mengetahui atas apa yang akan terjadi pada minggu-minggu ke depan bagi Amerika dan dunia, saya kira kita hanya perlu mengingat kasus investigasi Watergate.
Pada minggu-minggu yang akan datang sejumlah pejabat intelijen akan tampil di depan Kongres untuk menjelaskan secara detail bagaimana Bush, Powell dan Rumsfeld dapat membuat pernyataan yang begitu meyakinkan tentang adanya WMD di Irak, berdasarkan laporan-laporan intelijen mereka, padahal ternyata tidak ada satupun yang pantas disebut WMD di Iraq.
Mereka akan membela diri dengan penjelasan detail bagaimana laporan-laporan mereka telah didistorsi untuk memenuhi agenda pemerintah. Kemudian Rumsfeld, Paul Wolfowitz, Richard Perle, Douglas Feith, William Lut (arsitek perang Irak), Condoleeza Rice, dan kemungkinan juga Dick Cheney dan Bush sendiri akan diminta untuk tampil di hadapan komite guna merespons terhadap berbagai tuduhan itu.
Hari demi hari, jutaan kalangan Republik yang konservatif yang dengan sepenuh hati mendukung perang karena mereka percaya apa yang dikatakan oleh Presiden mereka akan mengetahui apakah dia yang berbohong pada mereka atau dibodoh-bodohin oleh para stafnya.
Sekalipun nantinya Bush dapat lolos dari kemungkinan impeachment, akan tetapi keberadaan kalangan ‘neo-konservatif’ yang lebih dikenal dengan julukan hawkish,/i> itu akan berakhir dan nama-nama mereka akan terukir dalam catatan hitam sejarah demokrasi Amerika.
Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Jurusan Ilmu Politik, di Agra University, Taj Mahal, India