Buku A. Fatih Syuhud

Visi, pemikiran dan karya tulis A. Fatih Syuhud Pengasuh PP Al-Khoirot Malang

Nabi Muhammad sebagai Pengusaha

Nabi Muhammad sebagai Pengusaha*
Oleh A. Fatih Syuhud

Bagi yang sudah pernah membaca sedikit tentang sirah nabawiyah (sejarah Nabi Muhammad) tentu akan mengetahui bahwa Nabi sudah mulai berdagang sejak pada usia yang masih sangat muda. dalam usia 12 tahun. M. Husain Haikal dalam Hayatu Muhammad mengisahkan kronologi peristiwa ketika Nabi bersama pamannya Abu Thalib berangkat untuk berdagang ke Syam (sekarang Suriah). Di mana sebenarnya Abu Thalib tidak ingin Nabi ikut dalam perjalanan tersebut, tapi justru itu adalah kehendak Nabi sendiri yang bersikeras untuk ikut:

Abu Thalib sangat menyayangi keponakannya sebagaimana sayangnya Abdul Muttalib, kakek Nabi dan ayah Abu Thalib, kepada cucunya.   Rasa sayang Abu Thalib pada Nabi melebihi rasa sukanya pada anaknya sendiri. .. Oleh karena itulah, Abu Thalib tidak ingin mengajak Nabi melakukan perjalanan panjang ke Suriah pada saat usianya baru 12 tahun. Abu Thalib berfikir ia terlalu muda untuk menjalani perjalanan padang pasir yang sangat berat. Namun ia akhirnya mengizinkan Muhammad setelah Nabi bersikeras untuk ikut.[1]

Kalau Nabi mulai belajar berbisnis sejak usia yang begitu belia bahkan masih anak-anak, maka pantaslah kalau beliau menjadi seorang pengusaha yang sukses. Karena, menurut seorang pakar bisnis, seorang pebisnis sejati yang sukses adalah apabla ia memiliki pengalaman entrepreneurship (kewirausahaan) sejak dini.[2]

Menurut Syafii Antonio, Nabi mulai merintis karir dagangnya pada usia 12 tahun dan memulai usahanya sendiri ketika berumur 17 tahun. Pekerjaan ini terus dilakukan sampai menjelang beliau menerima wahyu pada usia 37 tahun. Dengan demikian, Nabi menjalani kehidupan sebagai pebisnis selama kurang lebih 25 tahun. Hal ini lebih lama dari masa kerasulan Nabi yang berlangsung sekitar 23 tahun.[3]

Aktivitas Nabi yang dilakukan sebelum kerasulan beliau menjadi pertanda yang nyata bahwa dalam Islam bekerja keras untuk urusan duniawi bukanlah sesuatu yang ditabukan. Lebih dari itu bekerja dan berbinis justru dianjurkan dan menjadi salah satu bagian dari ibadah.

Aktivitas Bisnis dalam Islam

Islam tidak melarang pemeluknya untuk berusaha memenuhi kebutuhan hidup diri sendiri dan keluarga. Sebaliknya, aktivitas bisnis sangat dianjurkan. Bekerja keras untuk mendapatkan rejeki yang halal adalah perintah. Dalam QS Al-Jumah 62:10 Allah berfirman: “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”

Ayat ini ditujukan pada umat Islam yang sedang melakukan kegiatan bisnis pada hari Jum’at sejak pagi hari, agar mereka tidak lupa melakukan shalat Jum’at dan baru melanjutkan kegiatan setelah shalat Jumat selesai. Ayat ini secara implisit menegaskan bahwa Islam tidak memperkenalkan masa libur untuk bekerja. Seorang muslim dianjurkan untuk bekerja tujuh hari dalam seminggu tanpa mengenal libur. Walaupun pada hari Jum’at. Hari yang dalam Islam dianggap khusus. Ini berbeda dengan di agama lain di mana pemeluk Yahudi harus libur di hari Sabtu dan pemeluk Nasrani harus libur di hari Minggu. Apabila spirit ini diikuti, maka umat Islam adalah umat yang memiliki etos kerja paling tinggi. Konsekuensinya, maka umat Islam akan menjadi umat yang paling berhasil dalam segi pencapaian ekonomi. Pengusaha muslim semestinya yang menjadi 100 orang terkaya dunia versi majalah Forbes. Kalau dalam realitasnya tidak demikian, maka tentu yang salah adalah umat Islam yang tidak mengamalkan perilaku ekonominya sesuai dengan spirit ideal Islam

Sumber Penghasilan yang Dilarang

Walaupun Islam sangat menganjurkan seorang muslim melakukan aktivitas bisnis, namun Islam dengan ketat menerapkan aturan-aturan dalam melakukan transaksi dan mendapatkan rizki agar sesuai dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai luhur dan syariah Islam. Beberapa aktivitas bisnis, jenis harta yang dilarang dan diharamkan dalam Islam sebagai berikut:

  • Suap dan memakan harta orang lain QS Al-Baqarah 2:188 “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”.
  • Penipuan QS Ali Imran 3:161: “Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.”
  • Pencurian dan perampokan. QS Al-Maidah 5:38: “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
  • Harta yang berasal dari perkara vulgar. QS An-Nur :19: “Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui.”
  • Perjudian, dan minuman keras. QS Al-Maidah 5:90: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
  • Riba. Al Baqarah 2:275: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”

Di luar aktivitas bisnis dan jenis harta di atas, Islam membolehkan seorang muslim untuk melakukan
transaksi apapun sesuai dengan kaidah fiqih: “Hukum asal dari segala sesuatu adalah boleh.”[4]

Etika Berbisnis menurut Syariah

Sejumlah dalil baik dari Al-Quran dan hadits dapat dijadikan petunjuk tentang etika berbisnis yang sesuai dengan spirit syariah Islam. Beberapa diantaranya:

  • Wajib jujur. QS Al Isra’ 17:35 Allah: “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
  • Haram memakan hak orang lain. QS Al-Tauba: 34: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.”
  • Haramnya penipuan. QS An-Nahl :92 “Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian)mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu.”
  • Anjuran untuk mencatat segala transaksi bisnis dan perlunya saksi. Qs Al-Baqarah 2:282 “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar.”

Hadits-hadits tentang Keutamaan Kerja Keras dan Perniagaan

Terdapat sejumlah hadits Nabi yang terkait dengan perniagaan. Beberapa di antaranya sebagai berikut:

  • Hadits riwayat Bukhari dalam Sahih Bukhari: “Tidaklah seseorang mengkonsumsi makanan yang lebih baik dari makanan yang dihasilkan dari jerih payah tangannya sendiri. Dan sesungguhnya nabi Daud ‘alaihissalam dahulu senantiasa makan dari jerih payahnya sendiri.”
  • Hadits riwayat Ibnu Majah dalam As-Sunan: “Tidaklah seseorang memperoleh suatu penghasilan yang lebih baik dari jerih payah tangannya sendiri. Dan tidaklah seseorang menafkahi dirinya, istrinya, anaknya dan pembantunya melainkan ia dihitung sebagai shodaqoh.”
  • Hadits riwayat Tirmidzi dalam As-Sunan: “Pedagang yang senantiasa jujur lagi amanah akan bersama para nabi, orang-orang yang selalu jujur dan orang-orang yang mati syahid.”
  • Hadits riwayat Baihaqi dalam Syuabul Iman: “Sesungguhnya sebaik-baik penghasilan ialah penghasilan para pedagang yang mana apabila berbicara tidak bohong, apabila diberi amanah tidak khianat, apabila berjanji tidak mengingkarinya, apabila membeli tidak mencela, apabila menjual tidak berlebihan (dalam menaikkan harga), apabila berhutang tidak menunda-nunda pelunasan dan apabila menagih hutang tidak memperberat orang yang sedang kesulitan.”
  • Hadits riwayat Ahmad dalam Al Musnad: “Ada seseorang bertanya, “Penghasilan apakah yang paling baik, Wahai Rasulullah?” Beliau jawab: Penghasilan seseorang dari jerih payah tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur (baik).”

Masa Nabi dalam Berwirausaha

Seperti disinggung di muka, Nabi mulai berdagang secara mandiri sejak usia 17 tahun sampai 37 tahun. Dan etos kerja keras beliau tidak berhenti saat Nabi menikah dengan Khadijah pada usia 25. Walaupun istri Nabi dikenal sebagai pengusaha sukses yang kaya raya. Setelah menikah dengan Khadijah, Nabi tetap melanjutkan jiwa kewirausahaannya dengan menjadi manajer sekaligus mitra dalam usaha istrinya.[5]

Walaupun tidak ada catatan konkret tentang jenis usaha apa saja yang digeluti oleh Nabi selama periode tersebut, namun menurut Afzalur Rahman, banyak indikasi tentang adanya hubungan dagang beliau dengan sejumlah pihak. Hal ini menunjukkan bahwa beliau memang serius dalam menekuni bisnis dan menganjurkan umatnya untuk juga mengikuti langkah beliau untuk menjadi individu yang rajin bekerja dan berusaha seperti dapat dengan jelas tersurat dalam sejumlah hadits yang sudah dikutip di atas. Dari sini dapatlah diambil kesimpulan bahwa Islam tidak melarang pemeluknya untuk kaya. Sebalinya, malah menganjurkan semua muslim untuk kaya baik sebagai pengusaha atau petani atau usaha yang lain. Yang terpenting, usaha yang dilakukan dan jenis usaha yang dipilih tetap berpijak pada nilai-nilai luhur syariah Islam. Dan yang tidak kalah penting adalah tetap menjaga pola hidup sederhana saat seorang muslim menjadi seorang pengusaha sukses yang kaya raya. []

*Ditulis untuk Buletin Al-Khoirot PP Al-Khoirot Malang

CATATAN AKHIR

[1] Muhammad Husain Haikal, Hayatu Muhammad, terjemah bahasa Inggris The Life of Muhammad oleh Ismail Raji Al-Faruqi, hlm. 54.
[2] Kevin D. Johnson, The Entrepreneur Mind: 100 Essential Beliefs, Characteristics, and Habits of Elite Entrepreneurs, Johnson Media Inc., 2013
[3] Dr. Muhammad Syafii Antonio, M.Ec, Muhammad SAW: the Super Leader Super Manager, Tazkia Publishing, 2008, hlm. 77.
[4] Teks Arab: الأصل في الأشياء الإباحة
[5] Lihat Afzalurrahman, Muhammad as a Trader, Seerah Foundation London, 1982.

Nabi Muhammad sebagai Pengusaha
Kembali ke Atas