Buku A. Fatih Syuhud

Visi, pemikiran dan karya tulis A. Fatih Syuhud Pengasuh PP Al-Khoirot Malang

Ziarah Kubur (2): Pendapat Madzhab Empat

ziarah kubur menurut mazhab empat

ziarah kubur menurut mazhab empat
Ziarah Kubur (2): Pendapat Madzhab Empat Para ulama mujtahid dari keempat madzhab yakni Madzhab Maliki, Hanafi, Syafi’i dan Hanbali (Hanabilah) memiliki pendapat yang sama dalam ziarah kubur: bahwa ziarah kubur ke makam Rasulullah dan para Sahabat adalah sunnah secara mutlak baik bagi laki-laki maupun perempuan.
Oleh: A. Fatih Syuhud

Sebelumnya sudah dijelaskan dalil-dalil hadits dan pandangan ulama ahli hadits yang mendasari bolehnya ziarah kubur.[1] Hukum lebih detail dalam soal ziarah kubur dapat diketahui dari pandangan para ulama ahli fiqih madzhab empat. Para ulama fuqaha ini sepakat atas bolehnya ziarah kubur. Perbedaan pendapat terdapat pada soal boleh tidaknya kaum perempuan muslimah berziarah kubur. Sedangkan bagi kaum laki-laki muslim ulama sepakat atas sunnahnya ziarah kubur. Ulama juga sepakat bahwa ziarah kubur ke makam Rasulullah, para Nabi yang lain dan orang soleh itu juga sunnah bagi laki-laki dan perempuan dengan syarat tertentu.

Pandangan Madzhab Hanafi

Zainuddin Ibnu Najim, seorang ulama madzhab Hanafi, dalam Al-Bahr Al-Raiq Syarh Kanz Al-Daqaiq menyatakan, “Boleh ziarah kubur dan mendoakan mayit apabila mereka muslim tanpa menginjak kuburan karena sabda Nabi “Aku dulu melarang kalian ziarah kubur, sekarang berziarahlah.” .. Dalam Al-Mujtaba dijelaskan bahwa ziarah kubur bagi perempuan adalah sunnah. Ada yang mengatakan haram. Yang paling sahih adalah bahwa rukhsoh (kebolehan ziarah kubur) berlaku bagi pria dan wanita. Rasulullah juga mengajarkan ucapan salam pada yang mati … Ar-Romli mengatakan adapun perempuan apabila mereka hendak ziarah kubur apabila hal itu untuk memperbarui kesedihan, tangisan dan keluhan seperti yang berlaku dalam tradisi mereka maka tidak boleh ziarah; maka di sini kaitannya dengan hadits “Allah melaknat wanita peziarah kubur”. Apabila untuk tujuan i’tibar (mengambil pelajaran), silaturrahim, tabarruk (mengharap berkah) dengan berziarah pada kuburan orang soleh maka tidak apa-apa apabila wanita tua. Dan makruh apabila masih muda sebagaimana makruhnya hadir dalam shalat berjamaah di masjid.”[2]

Ibnu Abidin, seorang ulama madzhab Hanafi, dalam Raddul Mukhtar menyatakan: “Menurut pendapat yang paling sahih dari madzhab Hanafi, yakni pendapat Al-Karkhi dan lainnya, bahwa bolehnya ziarah kubur itu berlaku bagi laki-laki dan perempuan.”[3]

Dari kedua pernyataan ulama madzhab Hanafi di atas dapat disimpulkan boleh ziarah kubur bagi laki-laki dan perempuan apabila dengan tujuan untuk silaturahim, tabaruk dan mengambil pelajaran (i’tibar). Khusus untuk perempuan, madzhab Hanafi membedakan status hukum perempuan tua dengan yang masih muda. Sebagaimana hukum shalat berjamaah di masjid.

Pandangan Madzhab Maliki

Al-Hattab Al-Ruaini (wafat, 954 H), ulama madzhab Maliki, dalam Mawahib Al-Jalil menyatakan: “Abdurrahman Al-Tsa’alibi dalam kitab Al-Ulum Al-Fakhirah fin Nadzar fi Umuril Akhirah berkata: Ziarah kubur bagi laki-laki itu disepakati bolehnya. Adapun bagi perempuan maka dibolehkan bagi perempuan tua dan haram bagi yang masih muda yang dikuatirkan terjadi fitnah. Al-Tsa’alibi lalu menyebutkan sejumlah hadits yang mendorong ziarah kubur.”[4]

Muhammad Al-Dasuqi dalam Hasyiyah Al-Dasuqi, menyatakan: “Tentang ziarah kubur bagi wanita ada tiga pendapat: (a) dilarang, (b) boleh dengan syarat yang sudah dimaklumi dalam syariah yaitu dengan penutup dan menjaga dari kebalikan yang terjadi di zaman ini. Ketiga, perbedaan antara perempuan tua dan muda. Dengan poin ketiga ini maka As-Sa’alibi menetapkan bahwa perempuan tua boleh ziarah kubur dan haram bagi perempuan muda yang dikuatirkan akan menimbulkan fitnah.”[5]

Inti pandangan dari madzhab Maliki adalah bahwa laki-laki boleh ziarah kubur secara mutlak, sedangkan kaum perempuan melihat situasi dan kondisi: apabila aman dari fitnah, seperti perempuan tua, maka boleh. Adanya tiga pendapat terkait boleh tidaknya wanita melakukan ziarah kubur pada dasarnya tidak ada kaitannya dengan masalah ziarah kuburnya, tapi lebih pada potensi fitnah apabila perempuan keluar dan berada di tempat umum dan bercampur dengan laki-laki. Jadi, tidak ada kaitan dengan masalah akidah atau semacamnya.

Pandangan Madzhab Syafi’i

Zakariya Al-Anshari dalam Asnal Mathalib menyatakan: “Ziarah kuburnya umat Islam itu sunnah bagi laki-laki karena ada hadits riwayat Muslim “Aku dulu melarang kalian ziarah kubur, sekarang berziarahlah, karena ziarah kubur itu mengingatkan akhirat.” Ziarah kubur makruh bagi wanita karena lemahnya hati mereka. Tapi tidak haram berdasarkan hadits riwayat Muslim dari Aisyah ia berkata: Aku bertanya pada Nabi: Apa yang aku katakan saat ziarah kubur? Nabi menjawab: Katakan ” السَّلَامُ عَلَى أَهْلِ الدِّيَارِ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ ” dst. Adapun hadits “Allah melaknat wanita peziarah kubur” maka hal ini dikaitkan apabila ziarah itu digunakan untuk menangis dan mengeluh seperti kebiasaan mereka.”[6]

Al-Bakri dalam Ianah Al-Thalibin menyatakan: “Kata ‘makruh ziarah bagi perempuan karena akan membuat mereka menangis, dan meninggikan suara disebabkan lembutnya hati wanita, banyaknya rasa kuatir, dan kurangnya kemampuan menahan musibah. Perempuan tidak haram ziarah kubur karena Nabi pernah di perjalanan bertemu dengan seorang wanita yang menangis di sisi kuburan anaknya, lalu Nabi bersabda padanya: “Takutlah pada Allah dan bersabarlah” (muttafaq alaih). Seandainya ziarah kubur itu haram, niscaya Rasulullah akan melarang wanita itu. Juga ada hadits dari Aisyah ia berkata: Aku bertanya pada Nabi: Apa yang akan aku katakan (saat ziarah kubur) wahai Rasulullah? Nabi menjawab: Katakan: “السلام على أهل الدار من المؤمنين والمسلمين” dst… Kemakruhan itu apabila keluarnya wanita untuk ziarah kubur tidak menimbulkan fitnah. Apabila timbul fitnah, maka tidak diragukan atas keharamannya. Dalam konteks ini maka berlaku hadits “Allah melaknat perempuan peziarah kubur”[7]

Qolyubi dan Umairoh dalam Hasyiyahnya menyatakan: “Ziarah kubur itu sunnah bagi laki-laki berdasarkan hadits riwayat Muslim dari Buraidah.. Imam Nawawi berkata dalam Al-Majmuk Syarah Al-Muhadzab: Ulama berbeda pendapat apakah perempuan masuk di dalamnya. Pendapat terpilih dalam madzhab Syafi’i adalah tidak termasuk. Ziarah kubur makruh bagi perempuan karena mereka kurang sabar dan mudah sedih. Pendapat lain menyatakan haram, ini pendapat Syairozi dalam Al-Muhadzab dengan argumen hadits riwayat Tirmidzi dan lainnya dari Abu Hurairah “Nabi melaknat perempuan yang ziarah kubur”… Pendapat lain mengatakan boleh apabila aman dari fitnah berdasarkan pada hukum asal. Dengan demikian maka hadits ini dalam konteks apabila ziarah kubur berakibat pada tangisan dan kesedihan bagi perempuan. Penulis menghukumi boleh berdasarkan pemahaman dari hikayah Imam Rafi’i tidak adanya kemakruhan. Pendapat ini diikuti oleh Imam Nawawi dalam Al-Raudhah dan Al-Majmuk Syarah Muhadzab… Pendapat yang mutamad adalah tidak makruh sebagaimana disebut setelahnya dari Imam Syafi’i.”[8]

Pandangan Madzhab Hanbali

Ibnu Qudamah, ulama madzhab Hanbali,  dalam Al-Mughni menyatakan: “Disunnahkan bagi laki-laki untuk ziarah kubur. Apakah makruh bagi wanita itu ada dua pendapat. Tidak ada perbedaan ulama atas sunnahnya ziarah kubur bagi laki-laki. Adapun bagi wanita ada dua riwayat. Pertama, makruh karena hadits riwayat muttafaq alaih dari Ummu Atiyah ia berkata: “Kami dilarang ziarah kubur..” Nabi juga bersabda dalam hadits sahih riwayat Tirmizi: “Allah melaknat perempuan yang ziarah kubur” Hadits ini khusus bagi wanita. Adapun larangan yang dinasakh (dihapus status hukumnya) itu berlaku umum bagi laki-laki dan wanita. Namun bisa saja khusus bagi laki-laki.

Ada kemungkinan hadits yang melaknat peziarah wanita itu setelah adanya perintah ziarah kubur bagi laki-laki. Apabila demikian maka hukumnya berkisar antara haram dan boleh, maka hasilnya adalah makruh. Selain itu, perempuan kurang sabar dan mudah bersedih. Ziarah mereka ke kuburan dapat menimbulkan kesedihan baru. Maka ziarah perempuan berpotensi melakukan perbuatan yang tidak halal, beda halnya dengan laki-laki.

Riwayat kedua menyatakan tidak makruh karena keumuman sabda Nabi “Aku dulu melarang kalian ziarah kubur, sekarang lakukanlah.” Hadis ini menunjukkan bahwa hadits larangan ziarah kubur ada lebih dulu dan dinasakh. Maka, termasuk di dalamnya pria dan wanita. Ibnu Abi Mulaikah meriwayatkan hadits dari Aisyah bahwa Aisyah pernah berziarah ke kubur saudaranya. Ibnu Abi Mulaikah berkata bahwa Rasulullah melarang ziarah kubur. Aisyah menjawab: Iya, Nabi pernah melarang lalu memerintahkan untuk melakukannya. Tirmidzi juga meriwayatkan bahwa Aisyah pernah berziarah ke kubur saudaranya. Dan ia berkata “Seandainya aku melihatnya (saat hidup) niscaya aku tidak ziarah pada kuburnya.”[9]

Kesimpulan

Dari perspektif istinbath hukum yang dilakukan  para ulama mujtahid madzhab empat di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut, pertama, bahwa ziarah kubur dibolehkan, bahkan sunnah, secara mutlak karena hadits yang melarang sudah dinasakh (dihapus status hukumnya).

Kedua, ada perbedaan pendapat tentang peziarah perempuan antara haram, makruh dan boleh. Namun intinya, boleh apabila (a) aman dari fitnah. Ini konteksnya apabila tempat ziarah itu bercampur antara laki-laki dan perempuan; (b) tidak membuat wanita menangis dalam konteks ziarah ke makam kerabat atau leluhur.

Ketiga, berziarah ke makam Rasulullah, para Anbiya, ulama dan orang saleh dengan tujuan i’tibar (mengambil pelajaran dan teladan), silaturrahim, tabarruk (mengharap berkah), itu dibolehkan secara mutlak bagi laki-laki dan perempuan sebagaimana keterangan dalam Al-Mujtaba.[]

Footnote

[1] Lihat, “Ziarah Kubur (1)” dalam fatihsyuhud.net

[2] Zainuddin Ibnu Najim (926-970 H) dalam Al-Bahr Al-Raiq Syarh Kanzud Daqaiq, hlm. 5/382-383. Teks asal:


وَلَا بَأْسَ بِزِيَارَةِ الْقُبُورِ وَالدُّعَاءِ لِلْأَمْوَاتِ إنْ كَانُوا مُؤْمِنِينَ مِنْ غَيْرِ وَطْءِ الْقُبُورِ لِقَوْلِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  إنِّي كُنْت نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ ، أَلَا فَزُورُوهَا  وَلِعَمَلِ الْأُمَّةِ مِنْ لَدُنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إلَى يَوْمِنَا هَذَا وَصَرَّحَ فِي الْمُجْتَبَى بِأَنَّهَا ـ زيارة القبور للنساء مَنْدُوبَةٌ وَقِيلَ تَحْرُمُ وَالْأَصَحُّ أَنَّ الرُّخْصَةَ ثَابِتَةٌ لَهُمَا  وَكَانَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُ السَّلَامَ عَلَى الْمَوْتَى السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَيُّهَا الدَّارُ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ وَإِنَّا – إنْ شَاءَ للَّهُ – بِكُمْ لَاحِقُونَ أَنْتُمْ لَنَا فَرَطٌ وَنَحْنُ لَكُمْ تَبَعٌ فَنَسْأَلُ اللَّهَ الْعَافِيَةَ قَالَ الرَّمْلِيُّ أَمَّا النِّسَاءُ إذَا أَرَدْنَ زِيَارَةَ الْقُبُورِ إنْ كَانَ ذَلِكَ لِتَجْدِيدِ الْحُزْنِ وَالْبُكَاءِ وَالنَّدْبِ عَلَى مَا جَرَتْ بِهِ عَادَتُهُنَّ فَلَا تَجُوزُ لَهُنَّ الزِّيَارَةُ ، وَعَلَيْهِ حُمِلَ الْحَدِيثُ  لَعَنَ اللَّهُ زَائِرَاتِ الْقُبُورِ  ، وَإِنْ كَانَ لِلِاعْتِبَارِ وَالتَّرَحُّمِ وَالتَّبَرُّكِ بِزِيَارَةِ قُبُورِ الصَّالِحِينَ فَلَا بَأْسَ إذَا كُنَّ عَجَائِزَ وَيُكْرَهُ إذَا كُنَّ شَوَابَّ كَحُضُورِ الْجَمَاعَةِ فِي الْمَسَاجِدِ

[3] Ibnu Abidin (1198-1252 H/ 1783-1836 M) dalam Raddul Mukhtar ala Al-Durr Al-Mukhtar, hlm. 9/170. Teks asal: أَمَّا عَلَى الْأَصَحِّ مِنْ مَذْهَبِنَا وَهُوَ قَوْلُ الْكَرْخِيِّ وَغَيْرِهِ مِنْ أَنَّ الرُّخْصَةَ فِي زِيَارَةِ الْقُبُورِ ثَابِتَةٌ لِلرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ جَمِيعًا فَلَا إشْكَالَ

[4] Al-Hattab Al-Ruaini dalam Mawahib Al-Jalil fi Syarh Mukhtashar Khalil, hlm. 5/450. Teks asal:


وَقَالَ سَيِّدِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ الثَّعَالِبِيُّ فِي كِتَابِهِ الْمُسَمَّى بِالْعُلُومِ الْفَاخِرَةِ فِي النَّظَرِ فِي أُمُورِ الْآخِرَةِ : وَزِيَارَةُ الْقُبُورِ لِلرِّجَالِ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ وَأَمَّا النِّسَاءُ فَيُبَاحُ لِلْقَوَاعِدِ وَيَحْرُمُ عَلَى الشَّوَابِّ اللَّوَاتِي يُخْشَى عَلَيْهِنَّ مِنْ الْفِتْنَةِ وَذَكَرَ أَحَادِيثَ تَقْضِي الْحَثَّ عَلَى زِيَارَةِ الْقُبُورِ .

[5] Muhammad Al-Dasuqi (wafat, 1230 H/ 1815 M) dalam Hasyiyah Al-Dasuqi ala Al-Syarh Al-Kabir, hlm. 4/170. Teks asal:


فِي زِيَارَةِ النِّسَاءِ لِلْقُبُورِ ثَلَاثَةَ أَقْوَالٍ الْمَنْعُ ، وَالْجَوَازُ عَلَى مَا يُعْلَمُ فِي الشَّرْعِ مِنْ السَّتْرِ وَالتَّحَفُّظِ عَكْسُ مَا يُفْعَلُ الْيَوْمَ ، وَالثَّالِثُ : الْفَرْقُ بَيْنَ الْمُتَجَالَّةِ وَالشَّابَّةِ ا هـ ، وَبِهَذَا الثَّالِثِ جَزَمَ الثَّعَالِبِيُّ وَنَصُّهُ : وَأَمَّا النِّسَاءُ فَيُبَاحُ لِلْقَوَاعِدِ وَيَحْرُمُ عَلَى الشَّوَابِّ اللَّاتِي يُخْشَى مِنْهُمْ الْفِتْنَةُ

[6] Syaikhul Islam Zakariya Al-Anshari dalam Asnal Mathalib, hlm. 4/350. Teks asal:


تُسْتَحَبُّ زِيَارَةُ الْقُبُورِ ) أَيْ قُبُورِ الْمُسْلِمِينَ ( لِلرَّجُلِ ) لِخَبَرِ مُسْلِمٍ { كُنْت نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْآخِرَةَ } ( وَتُكْرَهُ لِلْمَرْأَةِ ) لِجَزَعِهَا ، وَإِنَّمَا لَمْ تَحْرُمْ عَلَيْهَا { لِقَوْلِ عَائِشَةَ قُلْت كَيْفَ أَقُولُ يَا رَسُولَ اللَّهِ تَعْنِي إذَا زُرْت الْقُبُورَ قَالَ قُولِي السَّلَامُ عَلَى أَهْلِ الدِّيَارِ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ وَيَرْحَمُ اللَّهُ الْمُسْتَقْدِمِينَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِينَ ، وَإِنَّا إنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَاحِقُونَ } رَوَاهُ مُسْلِمٌ ، وَأَمَّا خَبَرُ { لَعَنَ اللَّهُ زَوْرَاتِ الْقُبُورِ } فَمَحْمُولٌ عَلَى مَا إذَا كَانَتْ زِيَارَتُهُنَّ لِلتَّعْدِيدِ وَالْبُكَاءِ وَالنَّوْحِ عَلَى مَا جَرَتْ بِهِ عَادَتُهُنَّ

[7] Abu Bakar bin Muhammad Syato Al-Dimyati populer dengan sebutan Al-Bakri dalam Ianah Al-Thalibin ala Halli Alfadzi Fathil Muin, hlm. 2/161. Teks asal:


(قوله: فتكره) أي الزيارة، لانها مظنة لطلب بكائهن، ورفع أصواتهن، لما فيهن من رقة القلب، وكثرة الجزع، وقلة احتمال المصائب, وإنما لم تحرم لانه (صلى الله عليه وسلم) مر بامرأة تبكي على قبر صبي لها، فقال لها: اتقي الله واصبري متفق عليه. لو كانت الزيارة حراما لنهي عنها, ولخبر السيدة عائشة رضي الله عنها قالت: قلت: كيف أقول يا رسول الله ؟ – تعني إذا زرت القبور -.قال: قولي: السلام على أهل الدار من المؤمنين والمسلمين، ويرحم الله المستقدمين والمستأخرين، وإنا إن شاء الله بكم لاحقون. ومحل ذلك حيث لم يترتب على خروجها فتنة، وإلا فلا شك في التحريم.ويحمل على ذلك الخبر الصحيح.لعن الله زوارات القبور

[8] Qolyubi dan Umairoh dalam Hasyiyah Qolyubi wa Umairoh, hlm. 1/411. Teks asal:


(وَ) تُنْدَبُ (زِيَارَةُ الْقُبُورِ لِلرِّجَالِ) رَوَى مُسْلِمٌ عَنْ بُرَيْدَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «كُنْت نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا» قَالَ فِي شَرْحِ الْمُهَذَّبِ وَاخْتَلَفَ الْعُلَمَاءُ فِي دُخُولِ النِّسَاءِ فِيهِ، وَالْمُخْتَارُ عِنْدَ أَصْحَابِنَا أَنَّهُنَّ لَا يَدْخُلْنَ فِي ضَمِيرِ الرِّجَالِ وَتُكْرَهُ لِلنِّسَاءِ ) لِقِلَّةِ صَبْرِهِنَّ وَكَثْرَةِ جَزَعِهِنَّ ( وَقِيلَ تَحْرُمُ ) قَالَهُ الشَّيْخُ فِي الْمُهَذَّبِ ، وَاسْتَدَلَّ بِحَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ { أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعَنَ زَوَّارَاتِ الْقُبُورِ } ، رَوَاهُ لتِّرْمِذِيُّ وَغَيْرُهُ وَقَالَ : حَسَنٌ صَحِيحٌ ، وَضَمَّ فِي شَرْحِ الْمُهَذَّبِ إلَى شَيْخِ صَاحِبِ الْبَيَانِ وَالدَّائِرُ عَلَى الْأَلْسِنَةِ ضَمُّ زَايِ زَوَّارَاتِ جَمْعُ زُوَّارٍ جَمْعُ زَائِرَةٍ سَمَاعًا وَزَائِرٍ ا قِيَاسًا ( وَقِيلَ : تُبَاحُ ) إذَا أُمِنَتْ الْفِتْنَةُ عَمَلًا بِالْأَصْلِ ، وَالْحَدِيثُ فِيمَا إذَا تَرَتَّبَ عَلَيْهَا بُكَاءٌ وَنَوْحٌ وَتَعْدِيدٌ كَعَادَتِهِنَّ وَفَهِمَ الْمُصَنِّفُ الْإِبَاحَةَ مِنْ حِكَايَةِ الرَّافِعِيِّ عَدَمَ الْكَرَاهَةِ، وَتَبِعَهُ فِي الرَّوْضَةِ وَشَرْحِ الْمُهَذَّبِ وَذَكَرَ فِيهِ حَمْلَ بِهِ الْإِمَامُ وَالْغَزَالِيُّ التَّطْيِينَ) الْمُعْتَمَدُ عَدَمُ الْإِلْحَاقِ فَلَا يُكْرَهُ، كَمَا ذَكَرَهُ بَعْدَهُ عَنْ الشَّافِعِيِّ – رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ

[9] Ibnu Qudamah dalam Al-Syarhul Kabir alal Mughni, hlm. 2/426-427. Teks asal:


ويستحب للرجال زيارة القبور، وهل يكره للنساء على روايتين) لا نعلم خلافا بين أهل العلم في استحباب زياره الرجال القبور, فأما زيارة القبور للنساء ففيها روايتان (إحداهما الكراهة لما روت أم عطية قالت: نهينا عن زيارة القبور ولم يعزم علينا.متفق عليه، ولقول النبي صلى الله عيله وسلم لعن الله زائرات القبور قال الترمذي حديث صحيح.وهذا خاص في النساء، والنهي المنسوخ كان عاما للرجال والنساء، ويحتمل انه كان خاصا للرجال.


ويحتمل كون الخبر في لعن زوارات القبور بعد أمر الرجال بزيارتها فقد دار بين الحظر والإباحة فأقل أحواله الكراهة، ولان المرأة قليلة الصبر كثيرة الجزع وفي زيارتها للقبر تهييج للحزن وتجديد لذكر مصابها فلا يؤمن أن يفضي بها ذلك إلى فعل ما لا يحل – بخلاف الرجل – ولهذا اختصصن بالنوح والتعديد وخصصن بالنهي عن الحلق والصلق ونحوهما.


(والرواية الثانية) لا يكره لعموم قوله عليه السلام كنت نهيتكم عن زيارة القبور فزوروها وهو يدل على سبق النهي ونسخه فيدخل فيها الرجال والنساء، وروى ابن أبي مليكة عن عائشة انها زارت قبر أخيها فقال لها قد نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن زيارة القبور، قالت نعم قد نهى ثم أمر بزيارتها، وروى الترمذي ان عائشة زارت قبر أخيها،
وروي عنها انها قالت لو شهدته ما زرته

Ziarah Kubur (2): Pendapat Madzhab Empat
Kembali ke Atas