Buku A. Fatih Syuhud

Visi, pemikiran dan karya tulis A. Fatih Syuhud Pengasuh PP Al-Khoirot Malang

Solusi Konflik (4): Perlunya Kompromi

Kompromi adalah sikap jalan tengah antara kalah dan menang dalam suatu perbedaan. Tidak ada orang yang mau kalah. Semua orang ingin menang, dan menang total dan telak. Tapi, untuk menang harus ada yang kalah. Siapa yang mau kalah kalau masing-masing pihak ingin menang? Solusinya: masing-masing harus mau kalah untuk mencapai kemenangan. Itulah kompromi.

Solusi Konflik (4): Perlunya Kompromi
Oleh A. Fatih Syuhud

Salah satu kunci keharmonisan rumah tangga dan cara jitu menghindari konflik adalah kedua belah pihak harus melakukan kompromi. Apa itu kompromi? Kata ini berasal dari bahasa Inggris compromise yang menurut kamus Merriam-Webster memiliki beberapa makna seperti (a)  penyelesaian perbedaan dengan cara arbitrasi atau konsesi bersama; (b) dua pihak saling menyesuaikan diri dengan cara saling mengalah; (c)  mencapai kesepakatan dengan cara saling mengalah (mutual concession).

Setiap manusia memiliki sifat ego yang tampil pada diri seseorang dalam bentuk persepsi tentang diri sendiri yang merasa lebih baik, lebih pintar, lebih benar dari orang lain.  Pada gilirannya, dia akan menganggap orang lain lebih bodoh, lebih salah dan lebih buruk dibanding dirinya. Kalau perasaan ini dibiarkan lepas begitu saja tanpa ada kontrol diri yang sehat, tepat dan bijaksana, maka dia akan menolak segala bentuk kritik kepadanya karena dia merasa selalu benar. Dan akan marah ketika ada yang menyalahkannya karena dia merasa orang lain yang salah.

Kalau sikap ini dimiliki oleh pasangan suami istri, maka mereka akan menjadi pasangan yang lebih sering bertengkar daripada berdamai. Lebih banyak saling benci daripada saling sayang.  Dan jalan keluar satu-satunya adalah dengan melakukan kompromi.

Sikap kompromistis dapat dilakukan dengan mengubah pola pikir antara lain (a) dengan membalik persepsi asal manusia atas dirinya sendiri dan orang lain. Yakni, dengan cara menganggap bahwa diri sendiri mungkin saja benar tapi orang lain belum tentu salah; (b) dengan mengontrol keinginan diri untuk menyalahkan orang lain dan lebih menekankan pada introspeksi diri. Siapa tahu masalah itu timbul karena akibat sikap diri baik langsung atau tidak. Kalau setiap pasangan suami-istri saling menyalahkan dirinya masing-masing, bukan menyalahkan pasangannya, maka setiap konflik akan berakhir dengan damai atau bahkan tidak akan ada konflik.

Dua pola pikir di atas dalam impementasi keseharian antara suami dan istri dapat dijabarkan sebagai berikut, pertama, dengarkan argumen suami atau istri anda. Setelah menyatakan pendapat Anda tentang suatu hal yang diperselishkan, maka Anda harus memberi kesempatan yang sama pada pasangan untuk memberi respon. Biarkan dia berbicara tanpa diinterupsi atau dipotong di tengah jalan. Dan biarkan dialog berjalan tanpa saling menyalahkan orang lain atau membenarkan diri sendiri. Dan diamlah saat tidak bisa melakukan itu.

Kedua, letakkan diri Anda dalam posisi pasangan Anda. Memahami pasangan secara penuh adalah sulit, khususnya ketika keinginan Anda berbeda dengannya. Itulah sebabnya mengapa bersikap empati itu penting. Sikap empati adalah sikap yang berusaha memahami orang lain.

Ketiga, bersikap fair dan adil. Walaupun dalam Al Quran disebutkan bahwa suami adalah pemimpin dalam rumah tangga (QS An-Nisa’ 3:34), namun itu bukan berarti dia boleh seenaknya memimpin secara otoriter tanpa mempertimbangkan suara dan perasaan dari istri. Begitu juga sebaliknya, walaupun istri adalah ibu bagi anak-anak yang mendapat posisi sangat mulia dalam Islam tiga kali lipat dibanding ayah, tapi itu hendaknya tidak dijadikan alat untuk melawan suami.

Sikap adil dalam kehidupan rumah tangga bermakna bahwa suami istri harus rela mengorbankan separuh kemauannya dan membiarkan masing-masing pasangannya “memenangkan” pertandingan. Win-win solutin atau solusi sama-sama menang artinya keduanya sama-sama mengalami separuh kekalahan. Tidak apa-apa. Itulah konsekuensi hidup berumah tangga sebagaimana konsekuensi hidup dalam pergaulan yang lebih luas. Jangan cari menang sendiri tapi juga jangan mau untuk selalu jadi pecundang yang selalu berada di pihak yang kalah. Karena, kehidupan rumah tangga yang didominasi oleh salah satu pihak itu tidak sehat bagi keduanya dan dapat berakhir pada ketidakharmonisan.[]

Solusi Konflik (4): Perlunya Kompromi
Kembali ke Atas