Buku A. Fatih Syuhud

Visi, pemikiran dan karya tulis A. Fatih Syuhud Pengasuh PP Al-Khoirot Malang

Kesabaran Nabi Muhammad

Kesabaran Nabi Muhammad *
Oleh A. Fatih Syuhud

Dalam QS Al-Qalam : 4 Allah memuji Nabi sebagai orang yang memiliki akhlak yang agung. Salah satu akhlak terpuji yang harus dimiliki seorang manusia agar hidup bahagia di dunia dan akhirat adalah kesabaran. Ada sekitar 69 ayat dalam Al-Quran yang menyebut, memuji, menganjurkan dan memotivasi agar manusia bersabar. Lihat pujian bagi orang yang sabar dalam QS Asy-Syuro : 43 “Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.” Perintah agar bersabar seperti kesabaran para Rasul dalam QS Al-Ahqaf :35 “Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar.” Bahwa sabar itu berat tapi diperlukan dan akan terasa ringan bagi muslim sejati seperti dalam QS Al-Baqarah : 45 “Dan mohonlah pertolongan dengan sabar dan shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.”

Pengertian Sabar

Kata sabar berasal dari bahasa Arab shabr. Dalam kamus Al-Mu’jam Al-Wasith kata shabr mengandung beberapa makna etimologis sebagai berikut:

الصَّبْرُ: التجلُّد وحسن الاحتمال . و الصَّبْرُ عن المحبوب : حَبْسُ النفس عنه . و الصَّبْرُ على المكروه : احتماله دون جزع . وقالوا : قَتَلَهُ صَبْرًا : حبسه حتى مات . وشهر الصَّبر : شهر الصوم ، لما فيه من حَبْس النفس عن الشهوات

Shabr: menahan diri dan bagus daya tahannya. Sabar dari yang disukai: menahan diri darinya. Sabar dari perkara yang dibenci: menahan diri tanpa merasa perlu dikasihani. Bulan sabar: bulan puasa, karena menahan diri dari syahwat.

Dalam terminologi ilmiah, sabar adalah kemampuan untuk mengontrol diri dalam situasi sulit. Di kalangan para pemikir Islam terdapat sejumlah makna sabar yang berbeda-beda, Al-Asfahani mengartikan sabar sebagai menahan diri untuk melakukan apa yang diperintahkan syariah dan akal dan menahan diri dalam meninggalkan larangannya. Al-Junaid memaknai sabar dengan kemampuan menelan kepahitan tanpa mengeluh.

Kesabaran Rasulullah

Seperti disinggung di muka, salah satu ciri dari orang yang berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur adalah adanya sifat sabar dalam dirinya. Beberapa kisah kesabaran Nabi dapat kita jumpai dalam beberapa riwayat hadits berikut.

Kisah Baju Najran

Dalam sebuah hadits riwayat Bukhari dan Muslim, ‘Aisyah mengisahkan: “Suatu kali aku berjalan bersama Rasulullah, beliau mengenakan kain najran yang tebal pinggirannya. Kebetulan beliau berpapasan dengan seorang Arab badui, tiba-tiba si Arab badui tadi menarik dengan keras kain beliau itu, sehingga aku dapat melihat bekas tarikan itu pada leher beliau. ternyata tarikan tadi begitu keras sehingga ujung kain yang tebal itu membekas di leher beliau. Si Arab badui itu berkata: “Wahai Muhammad, berikanlah kepadaku sebagian yang kamu miliki dari harta Allah!” Beliau lantas menoleh kepadanya sambil tersenyum lalu mengabulkan permintaannya.”

Kisah Pendeta Yahudi

Al-Hakim dalam kitab Al-Mustadrak meriwayatkan sebuah hadits tentang pendeta Yahudi yang menagih hutang pada Nabi. Pada suatu hari ketika Rasulullah tengah melayat satu jenazah, datanglah seorang Yahudi bernama Zaid bin Su’nah menemui beliau untuk menuntut utangnya. Yahudi itu menarik ujung gamis dan selendang beliau sambil memandang dengan wajah yang bengis. Dia berkata: “Ya Muhammad, lunaskanlah hutangmu padaku!” dengan nada yang kasar. Melihat hal itu Umar pun marah, ia menoleh ke arah Zaid si Yahudi sambil mendelikkan matanya seraya berkata: “Hai musuh Allah, apakah engkau berani berkata dan berbuat tidak senonoh terhadap Rasulullah di hadapanku!” Demi Dzat Yang telah mengutusnya dengan membawa Al-Haq, seandainya bukan karena menghindari teguran beliau, niscaya sudah kutebas engkau dengan pedangku!”

Sementara Rasulullah memperhatikan reaksi Umar dengan tenang. Beliau berkata: “Wahai Umar, saya dan dia lebih membutuhkan perkara yang lain (nasihat). Yaitu engkau anjurkan kepadaku untuk menunaikan utangnya dengan baik, dan engkau perintahkan dia untuk menuntut utangnya dengan cara yang baik pula. Wahai umar bawalah dia dan tunaikanlah haknya serta tambahlah dengan dua puluh sha’ kurma.”

Melihat Umar menambah dua puluh sha’ kurma, Zaid si Yahudi itu bertanya: “Ya Umar, tambahan apakah ini?

Umar menjawab: “Rasulullah memerintahkanku untuk menambahkannya sebagai ganti kemarahanmu!”

Kisah Nabi Dikepung Orang Badui

Al-Baghawi di dalam kitab Syarhus Sunnah mengisahkan sebuah hadits ketika Rasulullah baru kembali dari peperangan Hunain, beberapa orang Arab badui mengikuti beliau, mereka meminta bagian kepada beliau. Mereka terus meminta sampai-sampai beliau terdesak ke sebuah pohon, sehingga jatuhlah selendang beliau, ketika itu beliau berada di atas tunggangan. Beliau lantas berkata: “Kembalikanlah selendang itu kepadaku. Apakah kamu khawatir aku akan berlaku bakhil Demi Allah, seadainya aku memiliki unta-unta yang merah sebanyak pohon ‘Udhah ini, niscaya akan aku bagikan kepadamu. Kalian pasti tahu aku bukanlah seorang yang bakhil, penakut lagi pendusta.

Kisah Sumamah bin Usal

Abdul Bar dalam Al-Istiab mengisahkan seorang lelaki Arab bernama Sumamah bin Usal (Tsumamah bin Utsal) dari Kabilah Al Yamamah pergi ke Madinah dengan tujuan hendak membunuh Nabi. Segala persiapan telah matang, persenjataan sudah disandangnya, dan ia pun sudah masuk ke kota suci tempat Rasulullah tinggal itu. Dengan semangat meluap-luap ia mencari majlis Rasulullah, langsung didatanginya untuk melaksanakan maksud tujuannya. Tatkala Sumamah datang, Sayyidinaa Umar bin Khattab, yang melihat gelagat buruk pada penampilannya menghadang.

Umar bertanya, “Apa tujuan kedatanganmu ke Madinah? Bukankah engkau seorang musyrik?”

Dengan terang-terangan Sumamah menjawab, “Aku datang ke negeri ini hanya untuk membunuh Muhammad!”.

Mendengar ucapannya, dengan sigap Umar langsung memberangusnya. Sumamah tak sanggup melawan Umar yang perkasa, ia tak mampu mengadakan perlawanan. Umar berhasil merampas senjatanya dan mengikat tangannya kemudian dibawa ke masjid. Setelah mengikat Sumamah di salah satu tiang masjid Umar segera melaporkan kejadian ini pada Rasulullah SAW,

Rasulullah segera keluar menemui orang yang bermaksud membunuhnya itu. Setibanya di tempat pengikatannya, beliau mengamati wajah Sumamah baik-baik, kemudian berkata pada para sahabatnya, “Apakah ada di antara kalian yang sudah memberinya makan?”.

Para shahabat Rasul yang ada disitu tentu saja kaget dengan pertanyaan Nabi. Umar yang sejak tadi menunggu perintah Rasulullah untuk membunuh orang ini seakan tidak percaya dengan apa yang didengarnya dari Rasulullah. Maka Umar memberanikan diri bertanya: “Makanan apa yang anda maksud wahai Rasulullah saw? Orang ini datang ke sini ingin membunuh bukan ingin masuk Islam!”

Namun Rasulullah tidak menghiraukan sanggahan Umar. Beliau saw berkata: “Tolong ambilkan segelas susu dari rumahku, dan buka tali pengikat orang itu”. Walaupun merasa heran, Umar mematuhi perintah Rasulullah. Setelah memberi minum Tsumamah,

Rasulullah dengan sopan berkata kepadanya, “Ucapkanlah Laa ilaaha illallaah” (Tiada ilah selain Allah).”

Sumamah menjawab dengan ketus, “Aku tidak akan mengucapkannya!”. Rasulullah membujuk lagi, “Katakanlah, Aku bersaksi tiada ilah selain Allah dan Muhammad itu Rasul Allah.”

Namun Sumamah tetap berkata dengan nada keras, “Aku tidak akan mengucapkannya!”

Para sahabat Rasul yang turut menyaksikan tentu saja menjadi geram terhadap orang yang tak tahu untung itu. Tetapi Rasulullah malah membebaskan dan menyuruhnya pergi. Sumamah bangkit seolah-olah hendak pulang ke negerinya. Tetapi belum berapa jauh dari masjid, dia kembali kepada Rasulullah dengan wajah ramah berseri. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan Muahammad Rasul Allah.”

Rasulullah tersenyum dan bertanya: “Mengapa engkau tidak mengucapkannya ketika aku memerintahkan kepadamu?”

Sumamah menjawab: “Aku tidak mengucapkannya ketika belum engkau bebaskan karena khawatir ada yang menganggap aku masuk Islam karena takut kepadamu. Namun setelah engkau bebaskan, aku masuk Islam semata-mata karena mengharap keredhaan “Allah, Tuhan semesta Alam”.

Dua Jenis Kesabaran yang Sama Beratnya

Dari uraian di atas, dapatlah diambil kesimpulan bahwa sabar ada dua jenis yang saling berpasangan. Yaitu, sabar menahan derita saat dalam musibah dan kesusahan dan sabar untuk tidak mengumbar kesenangan dan kemewahan saat berharta yakni saat kita punya pilihan untuk melakukannya. Sabar menahan diri dari kezaliman saat berada dalam posisi tertindas dan sabar untuk bersikap tawadhu, santun dan penuh empati saat berada dalam kekuasaan dan kekuatan. Inilah dua jenis kesabaran yang dimiliki dan diamalkan oleh Rasulullah sebagaimana dapat kita lihat dari sekelumit kisah beliau di atas.

Dua jenis kesabaran ini sama beratnya namun manusia dapat berlatih untuk mencapainya dan dapat sukses melakukannya asal dibarengi dengan tekad dan kemauan yang kuat.

Sabar sangat diperlukan dalam kedua situasi yang berbeda tersebut karena ia adalah bagian terpenting manusia dalam mencapai akhlak mulia seperti disyariatkan dalam Islam.[]

^Ditulis untuk Buletin Al-Khoirot

Kesabaran Nabi Muhammad
Kembali ke Atas