Buku A. Fatih Syuhud

Visi, pemikiran dan karya tulis A. Fatih Syuhud Pengasuh PP Al-Khoirot Malang

Beda Tauhid Ahlussunnah dan Salafi Wahabi (1): Rububiyah dan Uluhiyah

Beda Tauhid Ahlussunnah dan Salafi Wahabi

Beda Tauhid Ahlussunnah dan Salafi Wahabi
Beda Tauhid Ahlussunnah dan Salafi Wahabi (1): Rububiyah dan Uluhiyah
Oleh: A. Fatih Syuhud

Selama puluhan abad, umat Islam Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja) di seluruh dunia merasa nyaman dalam bertauhid. Sejak zaman Salafus Soleh[1], muslim mengenal makna tauhid dengan “meyakini Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang patut  disembah.” Tidak lebih dan tidak kurang. Seorang muslim yang bersyahadat mengakui tiada tuhan selain Allah dan Muhammad Utusan Allah maka ia sah menjadi seorang muslim.[2] Ini berdasarkan hadits di mana Nabi bersabda: “Aku diperintah untuk memerangi manusia sehingga mereka bersaksi tidak Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat. Apabila melakukan itu, maka terpelihara darah dan hartanya.”[3] Dalam hadits lain, Nabi bersabda: “Barangsiapa mengucapkan Lailaha ill Allah pada akhir hidupnya, maka ia masuk surga.”[4]

Namun, saat ini ada aliran baru dalam Islam, bernama Salafi Wahabi,[5] yang hendak mempersulit perkara yang mudah.  Golongan ini menyatakan bahwa “percaya pada Allah sebagai satu-satunya yang patut disembah” saja itu tidak cukup. Ibnu Taimiyah, pendiri madzhab Salafi menyatakan dalam Risalatu Ahlis Shuffah, “Tauhid rububiyah saja tidak cukup dan tidak menghilangkan kekufuran.”[6] Karena, kalau hanya percaya pada keesaan Allah saja orang kafir jahiliyah pun, kata mereka, juga melakukan itu. Salafi Wahabi berpendapat  seorang muslim disamping meyakini tauhid rububiyah harus juga meyakini dan mengamalkan tauhid uluhiyah agar betul-betul disebut muslim hakiki.

Apa itu tauhid uluhiyah? Ibnu Taimiyah dalam Minhajus Sunnah menjelaskan konsepnya: “Tauhid yang diperintahkan Allah pada hambaNya adalah tauhid uluhiyah yang meliputi juga tauhid rububiyah yakni dengan cara menyembah Allah dan tidak menyekutukan (mensyirikkan) Allah pada apapun.”[7] Sepintas tidak ada yang salah dengan doktrin tauhid uluhiyah ini apabila ditinjau dari perspektif logika. Namun, sebagaimana akan dijelaskan, konsep ini selain salah secara syar’i  karena berlawanan dengan nash Quran dan hadits, juga telah menjadi sumber malapetaka bagi umat Islam. Dari konsep inilah timbul kelompok radikal yang suka mengkafirkan (takfiri), mensyirikkan (tasyriki) sesama muslim di luar golongannya yang berakibat pada terancamnya persatuan umat dan mendegradasi reputasi Islam di mata nonmuslim.
Konsep Tauhid Uluhiyah adalah Bid’ah

Pertama dan utama, teori pembagian tauhid menjadi rububiyah dan uluhiyah adalah bid’ah karena tidak ada dalam Al-Quran dan Sunnah Rasul serta tidak pernah ada dalam tataran wacana generasi Salafus Sholeh. Ali Jumah Muhammad[8], mantan mufti Mesir, menyatakan dalam salah satu fatwanya: “Pembagian tauhid menjadi uluhiyah dan rububiyah termasuk pembagian yang baru yang tidak berasal dari generasi Salafus Sholeh. Tokoh pertama yang membuatnya adalah Syaikh Ibnu Taimiyah yang lalu dijadikan rujukan oleh kalangan yang setelahnya.”[9]

Ali Jumah juga menegaskan bahwa selain bid’ah dan berlawanan dengan ijmak ulama, pembagian tauhid ini juga kontradiktif dengan ucapan Ibnu Taimiyah sebelumnya: “Pendapat yang menyatakan bahwa tauhid rububiyah saja itu tidak cukup dalam iman adalah ucapan ahli bid’ah yang bertentangan dengan ijmak ulama yang hidup sebelum Ibnu Taimiyah. Bahkan, berlawanan dengan ucapannya sendiri (yang pernah menyatakan) bahwa tauhid uluhiyah itu sudah meliputi tauhid rububiyah dan bahwa tauhid rububiyah itu otomatis tauhid uluhiyah.”[10]

Apabila pembagian tauhid menjadi dua ini bid’ah, sedangkan menurut kalangan Salafi Wahabi bid’ah itu hukumnya sesat, maka pembagian dua macam tauhid adalah sesat.[11] Apalagi, kalau dilihat dari dampak intoleransi, radikalisme dan terorisme yang ditimbulkan oleh doktrin ini.

Akar Ideologi Takfiri, Tasyriki, Terorisme dan Perpecahan Umat

Dengan dijadikannya tauhid rububiyah dan uluhiyah sebagai dua syarat tak terpisahkan bagi seseorang untuk menjadi muslim, maka orang yang hanya bertauhid rububiyah saja tidak dianggap muslim dan karena itu halal darahnya untuk dibunuh. Pandangan ini dengan tegas dinyatakan oleh pendiri gerakan Wahabi, Muhammad bin Abdul Wahab dalam Kasyfus Syubuhat: “Setelah kamu pastikan bahwa Rasulullah memerangi kaum musyrik supaya berdoa hanya kepada Allah, bernadzar hanya kepada Allah, menyembelih hanya kepada Allah, meminta tolong hanya kepada Allah dan sekalian ibadah hanya kepada Allah dan telah kamu ketahui bahwa pengakuan mereka dengan tauhid Rububiyyah tidaklah memasukkan mereka dalam agama Islam dan tujuan mereka kepada para Malaikat dan para Auliya` adalah untuk meminta syafa’at mereka dan pendekatan diri kepada Allah dengan cara demikian merupakan hal yang menghalalkan darah dan harta mereka. Dapatlah kamu ketahui ketika itu tauhid yang diajak oleh para Rasul dan enggan diakui oleh kaum musyrik.”[12]

Ada dua pernyataan Ibnu Abdil Wahab di atas yang kelak membuat pengikut ajaran ini menjadi radikal:  (a) bahwa mengucapkan dua kalimat syahadat itu tidak cukup untuk menjadi muslim; (b) muslim yang bertauhid rububiyah saja dianggap musyrik dan halal darahnya. Dua poin ini  menjadikan pengikuti Salafi Wahabi menjadi intoleran pada saudaranya sesama muslim dari luar kelompoknya.

Dengan akidah ini pula maka muncullah teologi takfiri yaitu mengkafirkan sesama muslim,, dan teologi tasyriki yakni menganggap semua muslim syirik kecuali dirinya. Dua teologi radikal inilah yang kemudian digunakan oleh para teroris muslim sebagai landasan untuk menjustifikasi atau membenarkan tindakan teror mereka dalam membunuh umat Islam lain.[13] Oleh karena itu, tidaklah berlebihan ketika KH. Agil Siradj, ketua PBNU, menyatakan bahwa “Semua teroris Islam adalah Wahabi.”[14] Walaupun, tidak semua Salafi Wahabi itu teroris, tentunya.

Fakta bahwa ideologi takfiri menjadi penyebab terorisme ISIS juga diakui oleh Adil Al-Kalbani, salah seorang tokoh Salafi Wahabi Arab Saudi dan pernah menjadi Imam Masjidil Haram Makkah.[15] Ia menyatakan: “ISIS adalah buah gerakan Salafi. Ideologi pemikirannya berasal dari Salafi.”[16] Sebelum itu, dalam tulisannya di akun Twitter pribadinya, ia menulis: “ISIS adalah buah dari ideologi Salafi. Sebuah fakta yang harus kita hadapi dengan terbuka.”[17]

Pandangan Ahlussunnah tentang Tauhid Uluhiyah dan Rububiyah

Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja) berpandangan bahwa tauhid rububiyah dan uluhiyah adalah satu entitas. Ia merupakan satu kata sinonim (muradif). Rububiyah sama dengan uluhiyah begitu juga sebaliknya. Dalam pandangan Aswaja, orang kafir yang mengucapkan dua kalimat syahadat secara lisan dan meyakini secara batin otomatis menjadi seorang muslim.  Imam Nawawi dalam Raudhah At-Tholibin menyatakan: “Madzhab terpilih yang ditetapkan jumhur ulama adalah bahwa dua kalimat syahadat menjadi keharusan untuk masuk Islam.”[18] Ini selaras dengan pandangan Imam Syafi’i di mana ia berkata: “Apabila seorang kafir datang dengan mengucapkan dua kalimat syahadat, maka ia menjadi muslim.”[19] Pendapat dari kalangan ulama madzhab lain juga tidak berbeda.  Al-Buhuti dalam Kasyaf Al-Qina an Matnil Iqna menyatakan: “Taubatnya orang murtad adalah dengan mengucapkan dua kalimat syahadat. Dengan ini maka tetaplah keislaman orang kafir begitu juga keislaman orang murtad.”[20] Pandangan Ahlussunnah adalah pandangan yang insyaAllah benar karena (a) sesuai dengan Quran, hadits dan sikap generasi Salafus Sholeh.[]

Footnote

[1] Era Salafus Soleh adalah era awal Islam sampai generasi Tabi’it tabi’in. Lihat, A. Fatih Syuhud “Beda Generasi Salaf dan Gerakan Salafi”

[2] Inilah konsep tauhid Ahlussunnah Wal Jamaah yang diamalkan para generasi Salafus Shalih yang lalu dikodifikasi oleh Abul Hasan Al-Asy’ari (260 – 324 H/872 – 936 M).

[3] Hadits sahih riwayat Bukhari dan Muslim. Teks asal: أمرت أن أقاتل الناس حتى يشهدوا أن لا إله إلا الله ، وأن محمدا رسول الله ، ويقيموا الصلاة ، ويؤتوا الزكاة ، فإذا فعلوا ذلك ، عصموا مني دماءهم وأموالهم. Dalam hadits riwayat Bukhari ada tambahan kalimat: إلا بحق الإسلام ، وحسابهم على الله تعالى

[4] Hadits hasan riwayat Abu Dawud. Teks asal: مَنْ كَانَ آخِرُ كَلامِهِ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ

[5] Salafi sebagai gerakan didirikan oleh Ibnu Taimiyah. Sedangkan Wahabi adalah gerakan yang didirikan oleh Muhammad bin Abdul Wahab yang dalam berakidah memakai konsep tauhid ala Ibnu Taimiyah. Lihat, A Fatih Syuhud, “Beda Generasi Salaf, Gerakan Salafi dan Wahabi”.

[6] Ibnu Taimiyah dalam Risalatu Ahlis Shuffah, hlm. 34. Teks asal: توحيد الربوبية وحده لا ينفى الكفر ولا يكفى

[7] Ibnu Taimiyah dalam Minhajus Sunnah, hlm. 2/62. Teks asal: وإنما التوحيد الذى أمر الله به العباد هو توحيد الألوهية المتضمن توحيد الربوبية ، بأن يعبدوا الله ولا يشركوا به شيئاً فيكون الدين كله لله

[8] Dr. Ali Jumah Muhammad menjadi Grand Mufti Mesir pada 28 September 2003 – 11 February 2013. Lahir pada 3 Maret 1952, ia adalah seorang ulama Ahlussunnah bermadzhab Syafi’i, berakidah Asy’ari dan sekaligus seorang sufi.

[9] Ali Jumah Muhammad, “Taqsim Al-Tauhid wa Takfir Al-Muslimin”, Fatwa No. 3748, 3 Februari 2007,  Dar Al-Ifta Al-Mishriyah. Teks asal: وتقسيم التوحيد إلى ألوهية وربوبية هو من التقسيمات المُحدَثات التي لم تَرِد عن السلف الصالح، وأول من أحدثهـا -على ما هو المشهور- هو الشيخ ابن تيمية رحمه الله، ثم أخذه عنه مَن تكلم به بعد ذلك

[10] Ali Jumah Muhammad, ibid.  Teks asal: والقول بأن توحيد الربوبية لا يكفي وحده في الإيمان هو قول مبتَدَعٌ مخالف لإجماع المسلمين قبل ابن تيمية، بل ومخالف لكلامه نفسِه من أن توحيد الألوهية متضمِّنٌ لتوحيد الربوبية، وأن توحيد الربوبية مستلزِمٌ لتوحيد الألوهية

[11] Sedangkan di kalangan Ahlussunnah Wal Jamaah, bid’ah setidaknya dibagi dua yaitu bid’ah hasanah (hasanah) dan bid’ah sayyiah (buruk). Lihat, A. Fatih Syuhud, “Bid’ah itu Baik” dalam buku ini.

[12] Khalid bin Abdullah bin Muhammad Al-Mushlih, Syarah Kasyfus Syubuhat, hlm. 3/2.

وتحققت أن رسول الله – صلى الله عليه وسلم – إنما قاتلهم ليكون الدعاء كله لله والنذر كله لله والذبح كله لله والاستغاثة كلها لله وجميع أنواع العبادة كلها لله وعرفت أن إقرارهم بتوحيد الربوبية لم يدخلهم في الإسلام وأن قصدهم الملائكة والأولياء يريدون شفاعتهم والتقرب إلى الله بذلك هو الذي أحل دماءهم وأموالهم عرفت حينئذٍ التوحيد الذي دعت إليه الرسل وأبى عن الإقرار به المشركون

[13] KH. Hasyim Muzadi, “Ideologi Takfiri Akar Terorisme” dalam acara ILC TV One. Lihat: https://youtu.be/iQGify1LwU0

[14] KH. Aqil Siraj, “Semua Teroris di Indonesia Wahabi”, Harian Duta Masyarakat, edisi 2 September 2016.

[15] Adil bin Salim bin Said Al-Kalbani atau Abu Abdil Ilah, adalah Imam dan Khatib masjid jamik Malik Khalid Riyadh. Pernah menjadi Imam Shalat Tarawih bulan Ramadhan di Masjidil Haram Makkah pada tahun 1429 H.

[16] Pernyataan Al-Kalbani dalam wawancara dengan TV MBC pada 22 Januari 2016 lihat videonya: https://goo.gl/6DKgYf

[17] Ditulis di akun Twitter resmi pribadinya @abuabdelela pada 15 Agustus 2014. Teks asal:  داعش نبتة ( سلفية ) حقيقة يجب أن نواجهها بكل شفافية

[18] Nawawi, Raudhah At-Tholibin wa Umdah Al-Muftin, hlm. 3/205. Teks asa: المذهب الذي قطع به الجمهور أن كلمتي الشهادتين لا بد منهما ولا يحصل الإسلام إلا بهما

[19] Nawawi, ibid. Teks asal: إذا أتى بالشهادتين صار مسلما

[20] Mansur bin Yunus Al-Buhuti, Kasyaf Al-Qina an Matnil Iqna, hlm. 6/179. Teks asal: وتوبة المرتد إسلامه بأن يشهد أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله … وهذا يثبت به إسلام الكافر الأصلي فكذا المرتد

Beda Tauhid Ahlussunnah dan Salafi Wahabi (1): Rububiyah dan Uluhiyah
Kembali ke Atas